Bantuan Tidak Merata, Ini Pengakuan Warga Korban Gempa di Pengungsian
BERITABETA.COM, Ambon – Sudah tiga pekan gempa bumi berkekuatan 6,8 magnitude melanda Pulau Ambon dan sekitarnya. Ribuan orang yang mengungsi di tenda-tenda juga setiap saat diberitakan menerima bantuan dari berbagai pihak.
Ternyata, ada pula yang tidak merasakan maksimalnya bantuan-bantuan kemanusiaan yang mengalir dari berbagai penjuru itu. Seperti yang diungkapkan dua ibu rumah tangga korban gempa bumi di Desa Liang dan Waai, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), Maluku ini.
Kepada wartawan beritabeta.com, Rabu (16/10/2019) secara terpisah Siti Sam Lessi (40) dan Ani Kayadoe, (40) mengungkapkan apa yang mereka alami selama berada di tenda pengungsian pasacagempa melanda dua desa itu.
Siti, warga Desa Liang ini mengaku, bingung dengan penanganan pengungsi yang dilakukan pemerintah selama ini. Penyaluran bantuan yang dilakukan sejumlah pihak banyak tidak maksimal alias tidak merata, karena mereka juga tidak menerima bantuan sesuai dengan keberadaan mereka.
“Di tenda yang kami tempati ada dua sampai tiga kepala keluarga. Kebutuhan kami sangat banyak, tapi yang kami terima tidak sesuai dengan kebutuhan kami. Bantuan pun banyak yang tidak sampai ke tangan kami,” ungkap Siti saat ditemui di tenda pengungsian Desa Liang.
Ia bahkan mengaku sudah tiga pekan ini menetap di sebuah tenda bersama tiga kepala keluarga, mereka dalam kondisi yang memprihatinkan.
Kata ibu dari empat anak ini untuk mendaptakan bantuan dirinya sering bertanya ke pihak yang mengelola bantuan dari sejumlah pihak, namun jawaban diperoleh salalu sama. Bahwa mereka harus sabar dan menunggu.
“Kami sering bertanya jawabannya tetap sama. Sabar,” ungkpanya.
Padahal, kata Siti, selama berada di tenda pengungsian banyak kebutuhan yang belum terpenuhi. Misalnya, kebutuhan pakaian dalam wanita, popok untuk lansia, selimut, terpal, bantal untuk anak-anak dan lampu LED serta sejumlah kebutuhan pangan seperti beras, minyak goreng, ikan kaleng dan susu.
Siti tidak sendiri, hal yang sama juga diungkapkan oleh Ani Kayadoe. Kisah Warga Desa Waai ini bahkan lebih tragis lagi. Ani baru saja melahirkan bayinya Mathew Junior dua pekan lalu, mengaku selama berada di pengungsian dirinya baru menikmati bantuan yang seadanya.
“Saya hanya terima beras dalam ukuran dua gelas air mineral (aqua), 1 saset susu bubuk dancow, lima bungkus mie instan dan gula pasir setengah gelas,” bebernya.
Ia mengaku sangat kesulitan berada di pengungsian, sebab jumlah anggota keluareganya ada enam jiwa. Tapi yang diterima jauh dari yang diharapkan. “Kami punya anak bayi yang butuh susu, pakaian, dan perlengkapan lainnya,” ungkapnya.
Menghadapi kondisi yang terjadi, Siti dan Ani mengaku pasrah dengan apa yang dihadapi di lokasi pengungsian saat ini, karena untuk kembali ke rumah memerlukan waktu, selain masih ada rasa trauma, rumah mereka pun hancur saat gempa melanda kedua desa itu. (BB-DIO)