Jika pengembangan pertanian dan perkebunan berorientasi ekspor, maka selain hasil panen yang melimpah, hasil rempah-rempah memenuhi standar kualitas untuk diekspor.

Politisi PDI-Perjuangan asal Maluku ini juga meminta Dinas Pertanian Maluku serta akademisi Unpatti Ambon untuk membantu warga menghitung nilai ekonomi dusun atau kebun mereka masing-masing, sehingga generasi muda lebih tertarik untuk mengembangkannya.

Anggota Komisi VII DPR-RI Mercy Chriesty Barends saat menjadi pembicara dalam workshop pengembangan agrowisata pertanian di kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon, Sabtu (23/10/2021).

“Saya akan dating kembali untuk membicarakan rencana pengembangan program tersebut dalam skala jangka panjang, termasuk mengupayakan bantuan pengembangan dari kementerian dan lembaga terkait,” urainya.

Sementera itu, Kabid Perkebunan Dinas Pertanian Maluku, Donny Lekatompessy menegaskan, pola bertani tanaman rempah di Maluku, termasuk di Leitimur Selatan yang masih tradisional sudah waktunya diubah.

Perubahan dimaksud, teruatama terkait standar dan kualitas komoditi ekspor, sehingga  pola pengembangan rempah perlu diubah.

“Tidak harus lagi mengandalkan alam untuk pertumbuhan, tetapi diberi perlakuan khusus sejak dari bibit hingga panen," jelas Donny.

Donny mengaku, banyak petani rempah di Maluku sudah mulai tidak tertarik mengelola pala dan cengkeh, dikarenakan selain serangan hama, umumnya pohonnya telah berusia tua, sehingga berpengaruh terhadap kualitas serta produksi yang menurun.

Produksi yang menurun membuat para petani lebih banyak menjual kepada tengkulak atau pedagang pengumpul dengan harga yang rendah.

Selain itu, saat konflik sosial melanda Maluku 1999, ekspor komoditi rempah dari daerah ini sempat terhenti, dan saat ini mulai dirintis kembali.

“Nah saat ini  komoditinya harus melalui proses sertifikasi produk di Bali, Surabaya dan Jakarta. Dan inilah yang harus didorong untuk dipahami oleh petani kita,” tutupnya (*)

Pewarta : dhino.p