Bobroknya Tata Niaga Cabe Merah dan Bahan Pangan di Maluku (Bagian 2)
Oleh: Julius R. Latumaerissa (Akademisi dan Pemerhati Masalah Pembangunan)
Dampak Kepada Perekonomian Maluku
Kenaikan inflasi volatile food dipengaruhi kenaikan harga aneka bumbu serta aneka sayur dan buah akibat berkurangnya pasokan karena gangguan cuaca, produksi dalam negeri yang minimal, dan kebijakan pengaturan impor.
Kenaikan inflasi volatile food di Ambon dan Maluku secara keseluruhan juga didorong oleh berlanjutnya kenaikan harga bahan pangan lainnya seperti sayur-sayuran dan daging dan ikan segar akibat permasalahan terbatasnya produksi dan ketersediaan pangan di Maluku yang juga belum memadai.
Tekanan inflasi pada kelompok volatile food di Maluku secara umum masih dipengaruhi beberapa permasalahan struktural antara lain:
Pertama, kenaikan inflasi volatile food dipengaruhi terbatasnya pasokan lokal dalam memenuhi permintaan. Keterbatasan pasokan lokal kemudian dipenuhi oleh impor seperti yang terjadi pada seperti yang digambarkan di atas dan juga komoditas bawang merah dan bawang putih selain cabe merah.
Dalam kondisi ini, kendala implementasi kebijakan pengaturan tata niaga impor seperti pada cabe merah, bawang merah dan bawang putih, komoditas hortikultura dan daging sapi akan mendorong kenaikan harga di pasaran lokal di Maluku.
Kedua, terkait dengan belum optimalnya dukungan infrastruktur yang kemudian meningkatkan biaya distribusi seperti ongkos transportasi dan ongkos bongkar muatsebagaimana terjadi pada komoditas cabai merah menunjukkan besarnya porsi ongkos transportasi dan bongkar muat dalam biaya distribusi cabai merah.
Ketiga, terkait pembentukan harga yang belum transparan antara lain akibat struktur pasar yang cenderung oligopolistik. Pemprov Maluku harus punya kebijakan stabilisasi harga yang tepat untuk mengatasi permasalahan struktural tersebut.
Kebijakan Pemerintah Provinsi Maluku harus lebih serius dalam bidang pangan diarahkan menunjukkan besarnya porsi ongkos transportasi dan bongkar muat dalam biaya distribusi cabai merah disamping pemetaan struktur pasar dan pola distribusi komoditas strategis penyumbang inflasi.
Disamping kebijakan dalam perdagangan antar daerah, distribusi, transportasi, dan pengelolaan stok komoditas pangan strategis di Maluku untuk mendorong terciptanya kedaulatan pangan melalui peningkatan produksi pangan lokal serta menjaga ketersediaan pasokan guna menciptakan stabilisasi harga, dan kelancaran distribusi.
Dengan demikian Pemerintah Provinsi Maluku harus terus berupaya meningkatkan produksi pangan strategis lokal melalui target pembangunan pertanian dengan tujuanpencapaian program Swasembada Pangan Lokal yang berkelanjutan dan bukan swasembada beras semata-mata.
Berdasarkan komoditas, tekanan inflasi terutama bersumber dari kenaikan harga pada bawang merah, cabai merah, daging sapi, beras, jeruk dan daging ayam. Harga bawang merah dan cabai merah masing-masing meningkat sebesar 90,0% dan 113,4%.
Hal ini tidak akan terjadi jika pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota di Maluku sejak awal sudah mengantisipasi pasokan semua komoditas ini untuk mencegah terjadinya kenaikan harga sehingga masyarakat dengan mudah mendapatkan barang dengan harga yang terjangkau.
Mengingat produksi kebutuhan semua jenis bahan pangan ini di Maluku belum memenuhi kebutuhan konsumen maka pemerintah pemerintah Provinsi Maluku perlu melakukan relaksasi pengaturan dan percepatan realisasi impor karena keterbatasan kapasitas produksi pertanian di Maluku.
Untuk meningkatkan kapasitas produksi bahan pangan di Maluku maka saya sarankan agara perlu dilakukan reorientasi sentra produksi dan revitalisasi dan refungsionalisasi lahan sebagai berikut:
Sayur-sayuran, untuk memenuhi kebutuhan sayur-sayuran di pasar Ambon, maka sentra produksi harus dikembangkan di jasirah Leihitu, Taeno desa Rumatiga, dan Waiheru.
Dinas pertanian perlu merencanakan kawasan-kawasan ini sebagai sentra produksi sayur- sayuran untuk memenuhi kebutuhan pasar Ambon. Banyak lahan kosong yang bisa dijadikan lahan produktif bagi produksi tanaman sayur serta masyarakat perlu diberikan dorongan dan pemahaman tentang pentingnya merubah pola pertanian dari tradisional kepada pertanian modern yang berkelanjutan.
Selain kawasan ini maka beberapa kawasan di SBB dan SBT serta Pulau Buru juga perlu ditingkatkan semnjadi sentra produksi tanaman bahan pangan ini. Buah-buahan, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi buah segar berkualitas maka menurut saya kawasan Leitimur mulai dari Soya, Hatalae, Ema, Kilang, Hukurila, Seri sampai ke Hutumuri harus dijadika sebagai sentra produksi yang dikelola secara professional.
Selain kawasan Leitimur maka Pulau saparua harus dikembangkan menjadi sentra Produksi Hortikultura untuk memenuhi kebutuhan pasar Ambon dan Masohi. Selain kawasan ini maka Kisar, dan Pulau Damer di Kabupaten MBD juga dijadikan sebagai sentra produksi buah jeruk manis, sankis dan jeruk bali.
Di sini dibutuhkan kemampuan perencanaan pemerintah daera Maluku dan Kota Ambon di dalam meningkatkan potensi alam yang ada untuk kesejahteraan masyarakat. Daging dan Telur, untuk memenuhi ketersediaan daging potong baik, daging sapi, kambing, ayam dan babi, serta telur maka saya sarankan agar Kabupaten MBD dan MTB dijadikan sebagai kawasan pembibitan dan pola pengembangannya dilakukan di wilayah Seram dan Maluku Tengah.
Dengan cara ini saya yakin bahwa ketersediaan dan pasokan daging potong di pasar Maluku akan tersedia dengan cukup sehingga masyarakat mudah memperoleh daging segar dengan harga terjangkau.
Ikan Segar, untuk memenuhi konsumsi ikan segar masyarakat maka hampir semua wilayah di Maluku memiliki potensi ikan segar yang baik dan berkualitas, namun Maluku memiliki berada pada dua bentuk cuaca ekstrim yaitu musim barat dan musim timur untuk itu ketika musim tenang banyak masyarakat yang dapat melaut sedangkan musim ombak kegiatan melaut pasti terhenti.
Akibat kondisi alam seperti ini pemerintah perlu mempersiapkan dan secara benar memfungsikan kamar pendingin (coldstorage) dalam skala besar di beberapa kawasan seperti Pulau Banda, Pulau Buru, Pulau Seram (SBB, SBT dan Maluku Tengah) dan beberpa kawasan lain di MBD dan MTB serta Maluku Tenggara.
Hal ini dimaksudkan agar pada musim ombak ketersediaan ikan segar masih dapat dipasok sehingga harga dapat ditekan apabila terjadi kenaikan konsumsi ikan segar di masyarakat. Bumbu-bumbuan, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi bumbu-bumbuan makasaya usulkan agar Daerah Lemola di MBD dijadikan sebagai kawasan sentra produksi untuk memenuhi pasar Maluku Tenggara Raya, dan Ambon.
Sedangkan untuk mengingat jarak lokasi maka Pulau Saparua, Buru dan Seram (SBB, SBT dan Maluku Tengah) juga perlu dijadikan sentra produksi bumbu-bumbuan seperti Bawang merah, Bawang putih, Cabe Merah, Tomat, Kacang-kacangan, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kacang-kacangan masyarakat Maluku maka Pemprov Maluku harus menjadikan kawasan MTB, MBD sebagai pusat pembibitan dan pengembangan kacang-kacangan.
Hal ini perlu dilakukan untuk mensuplai pasar Maluku, seperti kacang hijau, kacang tanah, kacang merah, kacang hijau hitam, sedangkan kacang kedelei dikembangkan di Pulau Buru dan Seram (SBB, SBT dan Maluku Tengah).
Jika apa yang saya sampaikan di atas ini dapat dilakukan dengan baik oleh Pemprov Maluku, Kabupaten/Kota maka dapat dipastikan bahwa ketersediaan dan pasokan bahan pangan di Maluku akan semakin baik dan terus membaik.
Dengan cara ini maka Pemprov dapat melakukan kebijakan Pembatasan impor bahan makanan dari luar daerah (baik kuota maupun jenis) seperti Surabaya, Makasar, Kendari dan Manado karena kapasitas produksi lokal sudah mampu bahkan berlebihan dalam memenuhi pasar Maluku dan akan sangat terbuka kemungkinan posisi Maluku bukan lagi sebagai Daerah Pengimpor tapi sudah menjadi Daerah Pengekspor.
Hal ini akan memperkuat posisi tawar Maluku terhadap daerah lain karena sudah lepas dari ketergantungan impor. Selain itu maka pemerintah secara otomatis dipastikan dapat mengendalikan harga dan pasokan bahan makanan sehingga Volatile Inflation atau inflasi karena kurangnya pasokan bahan makanan dapat di tekan.
Dari sisi ini pemerintah hanya akan terfokus untuk mengendalikan inflasi yang disebabkan oleh harga-harga yang diatur pemerintah pusat dan pemerintah daerah seperti BBM, listrik, transportasi, rokok dan lain sebagainya.
Pemerintah Provinsi Maluku diharapkan dapat mengendalikan impor bahan pangan dari daerah lain untuk memenuhi pasokan lokal selama produksi lokal (Maluku) belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi di Maluku sendiri.(selesai)