Cerita Keluarga Korban Penumpang Lion Air JT610
BERITABETA, Jakarta – Hati siapa yang tidak hancur dan berbalut kesedihan yang panjang. Anak yang menjadi harapan keluarga harus lebih dulu dipanggil sang khalik. Inilah yang terjadi dengan dua keluarga korban jatuhnya pesawat Lion Air bernomor penerbangan JT610.
Dua keluarga ini, secara terpisah mengisahkan kepergian anak –anak mereka yang tak disangka-sangka. Mereka adalah Rivandi Pranata (28 tahun) dan Deryl Fida Febrianto.
Gusmardi (64 tahun), ayah Rivaldi terlihat tegar menceritakan kronologi ia mengetahui putranya masuk dalam daftar penumpang Lion Air bernomor penerbangan JT610.
Rivandi Pranata (28 tahun) merupakan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sebagai Account Representative di KPP Pratama Bangka.
Gusmardi mendapat informasi mengenai pesawat yang hilang kontak pada Senin (29/10/2018) pagi saat mengantar istrinya belanja di pasar. Usai mendapat telepon yang memberi tahu bahwa anaknya berada dalam penerbangan JT610, ia kembali ke rumah bersama istrinya.
“Ibu sempat tak bisa bicara sepanjang jalan. Ibu juga sempat marah karena tak bisa menghubungi putra kami seperti biasa,” ujar Gusmardi.
Sesampai di rumah, keluarga Rivandi langsung berkumpul untuk menyaksikan siaran televisi mengenai pesawat Lion Air yang hilang kontak. Rivandi, ujar sang ayah, sempat menelepon sekitar pukul 05.30 WIB dalam perjalanan dirinya menuju Bandara Soetta.
Gusmardi merasa ada satu hal yang tak biasa pagi tadi, yakni Rivandi pergi ke bandara diantar oleh sang adik Risandi Hidayat (26 tahun). Padahal biasanya Rivandi berangkat ke bandara seorang diri tanpa minta diantar adiknya.
Hal yang tak biasa lainnya, Rivandi terbiasa memberi tahu orang tuanya saat hendak masuk pesawat terbang. Namun pagi tadi, tak ada pesan masuk dari Rivandi bahwa dirinya mau ‘boarding’.
Namun Gusmardi memilih tegar. Ia percaya bahwa kejadian ini merupakan suratan Ilahi. Bila memang ditemukan meninggal dunia, Gusmardi ingin jasad putranya dimakamkan di Kota Padang.
“Karena umur, kapan meninggal, semua sudah diatur-Nya. Istri saya juga memilih untuk sabar. Kami sabar,” jelas Gusmardi.
Rivandi sendiri berada di Jakarta untuk menjenguk adiknya. Sebelumnya, ia sempat singgah di Palembang untuk menghadiri acara penting. Lulusan Universitas Padjajaran tersebut ditempatkan di KPP Pratama Bangka sejak Agustus 2018.
Hingga Senin sore, Ibu dan sejumlah anggota keluarga sudah terbang ke Jakarta untuk mendatangi Lion Air Crisis Center di Bandara Soetta. Gusmardi sendiri berencana menyusul ke Jakarta esok hari.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengonfirmasi 12 nama penumpang yang diduga berada dalam pesawat Lion Air JT 610 merupakan pegawai pajak. Hal itu disampaikan oleh Kasubdit Humas Ditjen Pajak Ani Natalia.
“12 nama pegawai DJP yang diinfokan ada di pesawat Lion Air JT 610 adalah pegawai KPP Pratama Pangkal Pinang dan KPP Pratama Bangka,” kata Ani melalui pernyataan tertulis.
Basarnas telah mengonfirmasi pesawat Lion Air dengan rute penerbangan Jakarta-Pangkal Pinang, jatuh ke laut pada Senin (29/10). Pesawat tersebut diketahui hilang kontak 13 menit setelah lepas landas.
Sebanyak 189 orang yang terbang bersama pesawat Lion Air JT 610 belum jelas keberadaan dan kondisinya. Dari manifes penumpang pesawat yang hilang kontak itu, tercatat membawa 124 penumpang dewasa laki-laki, 54 penumpang dewasa perempuan, dua anak-anak dan satu bayi.
Keluarga Deryl
Kisah pilu juga dialami keluarga korban Deryl Fida Febrianto. Deryl sempat mengirimkan foto di dalam pesawat kepada ayahnya sebelum berangkat pada pukul 05.58 WIB.
“Kontak terahir ya, dia ngabarin. ‘Sebentar yah, saya masih sibuk ngurus berkas, nanti tak kabari lagi’. Lalu, dia ngabarin kalau sudah di dalam pesawat. Saya dikirimi fotonya. Tidak ada pesan-pesan khusus,” kata ayah Deryl, Didik Setiawan (44 tahun) di Surabaya, Senin (29/10/2018).
Mendengar kabar dari anaknya, Didik membalasnya dengan gembira. Dia juga menyelipkan doa dan ucapan semangat untuk anaknya pada hari pertamanya masuk kerja di pelayaran. Namun pesan yang dikirim pada pukul 07.00 WIB tidak terkirim atau tertunda.
“Saat itu saya sedang di mobil. Terus kok ada kabar itu, saya kaget. Saya langsung cek tiket anak saya, ternyata benar naik pesawat itu. Saya juga hubungi keluarga untuk mantau kabar itu. Anak saya berangkat untuk kerja, dan ini pekerjaan pertamanya,” kata Didik.
Saat itu Didik mulai gelisah dan tidak ada kabar dari Deryl. Hingga akhirnya dia mendengar berita pesawat yang ditumpangi anaknya hilang kontak.
“Saya tidak memiliki firasat apapun dan tidak menyangka anak saya akan menjadi korban kejadian ini. Hanya saja saat mengantarkan Deryl ke Juanda, saya lihat Deryl menciumi dan memeluk ibunya dengan erat,” ujarnya.
Didik mengungkapkan anak sulung dari dua bersaudara itu berpamitan pergi ke Pangkalpinang, untuk bekerja di bidang pelayaran. Pada Rabu (17/10/2018), Deryl berangkat dari Bandara Juanda Surabaya ke Jakarta. Selama di Jakarta, Deryl tinggal di sebuah asrama.
Kejadian itu membuat Didik dan keluarganya shock, terutama ibunda dan istrinya. Deryl baru saja melangsungkan pernikahan pada Senin (15/10).
Sampai saat ini, dia bersama keluarga masih menunggu kabar dari Lion Air dan Basarnas terkait keberadaan Deryl. Setelah mendapatkan kabar, keluarga berencana menyusulnya ke Jakarta.
Di rumah korban di Jalan Simo Pomahan Baru Nomor 67, Surabaya berkumpul Linmas Pemkot Surabaya, Camat Sukomanunggal, Kelurahan Simomulyo Baru, pengurus RT, dan pengurus RW. (BB/DIO)
Disadur dari sumber : Republika.co.id