BERITABETA.COM, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, Saadiah Uluputty, meminta pemerintah untuk memperhatikan dengan serius terkait regulasi atau kebijakan-kebijakan yang diterbitkan terkait desa-desa yang berada dalam kawasan hutan.

Politisi PKS Maluku ini menilai  hadirnya kebijakan yang tumpang tindih, akan membuat masyarakat adat dan desa tertinggal terjebak dalam kemiskinan struktural.

Kritik ini disampaikan dalam rapat bersama Menteri Desa dan Menteri Daerah Tertinggal di Kompleks Parlemen, Jakarta pada, Selasa (16/9/2025).

Saadiah juga mengurai data dari Kementerian Kehutanan, yang menyebutkan terdapat 25.863 desa yang masuk dalam kawasan hutan dengan sekitar 9,2 juta rumah tangga yang terdampak.

Data ini pun dinilai berbeda dengan  data yang disampaikan Kementerian Desa, sehingga perlu sinkronisasi lintas kementerian.

“Apakah data Kementerian Desa sama dengan data Kementerian Kehutanan? Karena ini menyangkut nasib desa-desa yang selama ini justru menjadi korban regulasi,” tanya Saadiah dengan tegas.

Lebih lanjut, Saadiah mencontohkan kasus yang terjadi di Provinsi Maluku, dimana masyarakat adat ditahan karena menebang pohon di kawasan hutan yang sebenarnya merupakan tanah dan pohon warisan leluhur mereka.

Sebaliknya, perusahaan dengan izin konsesi justru leluasa melakukan eksploitasi hutan dalam skala besar.

“Kita ingin menegakkan regulasi, tapi jangan sampai Undang-Undang Kehutanan dan Undang-Undang Konservasi justru menabrak hak konstitusi rakyat. Pasal 33 UUD 1945 jelas menyebutkan negara wajib menjamin kesejahteraan rakyat,” tegasnya.

Saadiah juga menyoroti dampak ekonomi yang dialami masyarakat desa. Ia membeber fakta, ada desa penghasil damar di Kecamatan Inamosul, Provinsi Maluku, yang sulit menjual hasil produksinya karena akses jalan dan infrastruktur tidak tersedia.

Akibatnya, biaya transportasi mencapai Rp2 juta, sementara harga jual damar hanya Rp1,7 juta.

“Bagaimana mereka bisa sejahtera kalau hasil produksinya malah nombok? Inilah bentuk kemiskinan struktural yang harus segera diatasi,” ujar Saadiah.

Dari realitas ini, Saadiah  meminta pemerintah untuk serius mencari solusi, termasuk dengan memperjelas status hutan adat yang selama ini masih sering dimasukkan ke dalam hutan negara.

Ia pun mengusulkan dilakukan revisi regulasi lintas sektor untuk memberi kepastian hak akses desa, termasuk melalui perhutanan sosial, hutan adat, dan pemetaan ulang batas desa secara legal.

“Kita berharap adanya integrasi kebijakan antar kementerian dalam satu peta kebijakan terpadu (one policy map), sehingga program pembangunan desa tidak berjalan parsial,” tandasnya.

Tanpa regulasi yang jelas, tambah Saadiah, desa-desa dalam kawasan hutan akan terus menjadi korban, sementara kesejahteraan rakyat hanya jadi slogan (*)

Editor : Redaksi