BERITABETA. COM, Medan – Setelah kejadian di Pulau Seram, tepatnya di Desa Samasuru, Kecamatan Elpaputih, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) dua pekan lalu, petugas kembali mengamankan upaya penyeludupan  sebanyak 28 ekor burung endemik asal  Pulau Buru, Maluku.

Penyeludupan 28 ekor burung endemik asal Maluku ini, dilakukan melalui kapal tongkang yang ditarik Tug Boat (TB) Kenari Djaja yang  berhasil digagalkan di perairan Belawan.

Hanya dalam dua pekan di bulan April 2019, tercatat total jumlah burung endemik asal Maluku yang diselamatkan dari aksi penyeludupan mencapai 102 ekor.

Seperti dikutip Kompas.com, tim patroli laut Kantor Pengawasan, Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean Belawan berhasil mendapati puluhan burung endemik asal Maluku ini dari  ruangan kosong di dinding kamar tidur ABK tongkang.

Petugas menggunakan kapal patroli BC 15035 pada Sabtu malam (13/4/2019), saat TB Kenari Djaja sedang menarik tongkang bermuatan kayu log sebanyak 1.029 batang di perairan Belawan.

Kepala KPP Bea Cukai Belawan Haryo Limanseto saat konferensi pers di lantai 3 Kantor Bea dan Cukai Belawan, Senin (15/4/2019) mengatakan, di kapal tersebut ditemukan sejumlah satwa burung yang dilindungi yang disembunyikan di ruangan kosong di dinding kamar tidur ABK atau disebut modus false concealmert.

28 ekor burung yang diamankan terdiri dari 23 ekor burung nuri ambon (Alisterus amboinensis), empat ekor burung kakak tua jambul kuning (Cacatua sulphurea) dan satu ekor burung nuri kepala hitam (Lorius lory).

Tidak hanya burung dilindungi yang diamankan. Pihak Bea Cukai Belawan juga mengamankan sembilan ABK. Haryo menambahkan, Bea Cukai Belawan sudah berkoordinasi dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut) dan Balai Besar Karantina Pertanian Belawan dengan menyerahkan barang bukti tersebut untuk diproses lebih lanjut sesuai kewenangan dan perundangan-perundangan.

Menurutnya secara ekonomis, ketiga jenis burung ini tidak dapat dinilai secara materi karena burung-burung asal Pulau Buru tersebut tidak layak diperdagangkan. “Kerugian imateriel yang paling besar dan tidak ternilai adalah musnahnya kelangsungan hidup satwa-satwa liar asli yang hidup di Indonesia yang semestinya kita lindungi dan kita jaga kelestariannya untuk generasi penerus bangsa,” tambahnya.

Terkait dengan ribuan kayu gelondongan tersebut, Haryo mengatakan jika kayu tersebut merupakan pesanan dari industri kayu di Sumatera Utara dan sudah mengantongi dokumen dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Sementara itu, Kepala Balai Karantina Pertanian Belawan Bambang Haryanto, mengatakan pihaknya memeriksa kesehatan burung.  “Bahwa kita bersepakat bahwa intinya demi keselamatan satwa makin cepat makin baik agar tidak mati. Hari ini penyerahterimaan langsung ke BBKSDA supaya ditangani dengan baik sehingga segera dikembalikan ke habitatnya,” katanya.

Kepala BBKSDA Sumut, Hotmauli Sianturi mengatakan, fakta bahwa burung disembunyikan di dinding kamar milik ABK menunjukkan penyelundupan ini sudah direncanakan dengan matang dan harus diselidiki secara mendalam.

“Kita berharap bisa diselidiki mendalam. Apakah ini jaringan internasional. Saya kira dalam penelusuran lebih lanjut bisa dilakukan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum LHK sehingga bisa terungkap,” katanya.

Menurutnya, burung-burung malang tersebut akan dibawa ke Pusat Penyelamatan Satwa di Taman Wisata Alam Sibolangit untuk direhabilitasi. Nantinya, burung-burung tersebut akan dilepasliarkan ke habitatnya bersamaan dengan tiga ekor cendrawasih yang saat ini ada di PPS Sibolangit.

Kepala Seksi Wilayah I Balai Gakkum LHK Sumut-Aceh, Haluanto Ginting mengatakan, untuk mendalami kasus ini pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak Balai Gakkum LHK Papua. “Kita akan koordinasi dengan Balai Gakkum di Papua untuk mengungkap kasus ini, karena kan mereka ada di sana,” katanya.

Sebanyak 74 ekor burung endemik Maluku berhasil diamankan BKSDA dan Polsek Elpaputih yang siap diselundupkan ke Pulau Jawa. Puluhan burung ini diamankan dari salah seorang pelaku di Desa Samasuru, Kecamatan Elpaputih (FOTO : BERITABETA.COM)

Sebelumnya, dua pekan lalu, petugas Polisi Kehutanan (Polhut) Seksi Konservasi Wilayah II Maluku Tengah Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku menyita sebanyak 74 ekor burung endemik berbagai jenis dari warga di Pulau Seram.

Puluhan ekor burung endemik Maluku yang disita petugas itu berupa 6 ekor burung Kakatua Seram (Cacatua molucensis), 12 ekor burung betet kepala paruh tebal (Tanygnathus Megaloryynchos), 11 burung perkici pelangi (Trichoglossus moluccanus), 43 nuri maluku (Eos Bornea), dan burung kakatua koki (Cacatua galerita) serta burung kesturi tengkuk ungu (Lorius domicella) masing-masing 1 ekor.

Puluhan burung yang dilindungi itu, disita petugas BKSDA Maluku Tengah bersama aparat Polsek Teluk Elpaputih saat menggelar patroli di Desa Samasuru, Kecamatan Elpaputih, Kabupaten Maluku Tengah pada Kamis (4/4/2019).

“Jumlah burung yang disita ada 74 ekor. Semuanya burung endemik Maluku dan dilindungi oleh undang-undang,” kata Kepala Seksi Wilayah II BKSDA Maluku, Meity Pattipawaej.

Dia menjelaskan, pihaknya mendapatkan informasi adanya penangkapan, pengumpulan dan pengangkutan burung yang dilindungi sejak akhir Maret 2019. Dari informasi tersebut, pihaknya kemudian menggandeng aparat kepolisian setempat untuk melakukan investigasi dan hasilnya diketahui ada warga yang menguasai puluhan burung tersebut.

“Dari informasi yang diperoleh, burung-burung tersebut ditampung di rumah pelaku di desa Samarusu. Berdasarkan hasil investigasi tersebut, maka petugas BKSDA Maluku dibantu petugas Polsek Elpaputih langsung melakukan patroli ke Desa Samarusu yg menjadi target sasaran,” ungkapnya.

Puluhan burung berbagai jenis itu dikumpulkan dari para pemburu burung di beberapa desa di kecamatan Elpaputih.

Selain menyita puluhan ekor burung, petugas juga mengamankan seorang warga bernama Ronald Rumarissa, pengumpul sekaligus penyelundup burung endemik tersebut. “Pelaku sudah ditahan di Polsek Elpaputih,” kata Meity.

Meity mengatakan harga jual burung-burung yang disita itu bervariasi, mulai dari Rp 200.000 hingga Rp 1.200.000.  Dia mencontohkan untuk kakatua seram, pelaku membelinya dari pemburu burung seharga Rp 500.000-Rp 800.000 dan dijual per ekor Rp 1.000.000-Rp 1.200.000.

Untuk burung perkici pelangi dan burung nuri maluku, dibeli Rp. 75.000 per ekor dan dijual Rp 200.000. Sedangkan burung betet kelapa dibeli Rp. 100.000 dan dijual Rp. 200.000 per ekor. “Burung-burung ini dikumpulkan pelaku dari beberapa desa seperti Desa Simau, Desa Nakupia, Desa Wae Putih dan Desa Liang,” katanya.

Dia membeberkan, jalur pengangkutan burung yang digunakan pelaku dari Desa Samasuru melalui penyeberangan menggunakan speed boat ke Desa Kamariang, Kecamatan Kairatu menuju Desa Waai, Kecamatan Salahutu selanjutnya ke Kota Ambon.

Selain itu, ada juga jalur lain yaitu melalui penyeberangan feri Waipirit ke Desa Liang langsung menuju Kota Ambon.

“Dua rute itu yang kerap dijadikan pelaku untuk membawa burung-burung yang dikumpulkannya keluar dari Pulau Seram,” sebutnya.

Perbuatan pelaku telah melanggar ketentuan Pasal 21 ayat (2) huruf a UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman hukuman bagi pelaku yakni 5 tahun penjara dan denda seratus juta rupiah.

Saat ini, puluhan burung yang disita itu dititipkan di Kantor Seksi Wilayah II BKSDA Maluku di Masohi dan akan direhabilitasi di Pusat Rehabilitasi Satwa (PRS) Masihulan sebelum dilepasliarkan ke habitat aslinya. (BB-DIO-DZAL)