BERITABETA.COM, Ambon – Pemilihan umum (Pemilu) tahun 2019, yang akan diselenggarakan serentak pada 17 April 2019, terancam gagal dilaksanakan oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 18 Desa Batumerah, Kecamatan Sirimau, Kota  Ambon, Maluku.

Hal itu disebabkan, sebagaian besar petugas KPPS di TPS 18 merupakan keluarga dari salah satu calon legislatif Kota Ambon, daerah pemilihan Sirimau dua dari Partai Demokrat, Hendra Abubakar. Para petugas itu bahkan tinggal di rumah caleg tersebut.

Menurut  warga yang lokasi tempat tinggalnya di TPS 18, yang enggan disebutkan namanya, bahwa ada indikasi para petugas KPPS di sana tidak bisa bekerja independen, lantaran disusupi kepentingan partai politik atau caleg tertentu.

“Dikhawatirkan akan terjadi mobilisasi pemilih siluman (di TPS 18) untuk memenangkan caleg tertentu,” kata warga tersebut kepada beritabeta.com di Ambon, Selasa (16/04/19).

Dia mengimbau, warga RT 003/05 di mana TPS 18 berada, harus bisa mewaspadai mobilisasi pemilih siluman dengan mengenali wajah-wajah baru yang datang mencoblos, dalam jumlah besar.

Sementara itu, akademisi  Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dari Universitas Pattimura Ambon, Amir Faisal Kotaromalus, mengatakan ada lima indikator yang menandakan suatu penyelenggaraan pemilu sukses. Kelima indikator tersebut yakni pertama, tingkat partisipasi masyarakat tinggi.

Kedua, tidak banyak ditemukan adanya kesalahan teknis dalam penyelenggaraan pemilu. Ketiga, tidak terjadi banyak pelanggaran, baik pelanggaran administrasi maupun pidana Pemilu.

Keempat, pemilih menjatuhkan pilihannya atas kesadaran sendiri. Tidak didorong karena uang, bantuan bahan makanan dan bangunan, ancaman/intimidasi, atau memilih karena arahan dari elit tertentu. Kelima, pemilih memilih dengan asas Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia (LUBER).

Dia mengatakan, jika yang terjadi dalam proses penyelenggaraan pemilu justru kebalikan dari lima indikator tersebut, dapat dipastikan pemilu itu gagal.

Dikatakannya, model kejahatan politik yang terjadi pada pemilu 2014 lalu ditengarai akan berulang dalam pemilu 2019 ini. “Pemilu 2014 lalu terbukti terjadi kejahatan politik. Kemungkinan besar akan terjadi dalam (pemilu) 2019 ini,” kata Amir Kotaromalus.

Dia menjelaskan, transaksi politik dan kejahatan-kejahatan pemilu lainnya diduga akan terus bergeser ke level KPPS, depan elemen praktis dari penyelenggara pemilihan umum.

Menyikapi kondisi ini, Kotaromalus mengatakan, dibutuhkan kriteria tertentu sebagai prasyarat untuk menyeleksi petugas KPPS. “Seleksinya harus diperketat, dan ditelurusi juga rekam jejeknya. Yang paling penting, rekam jejak integritas dari calon petugas KPPS,” katanya.

Berdasarkan hasil penelusuran beritabeta.com, dari tujuh petugas KPPS di TPS 18, tiga di antaranya merupakan keluarga/kerabat caleg Hendra Abubakar. Bahkan ketua KPPS, Putri A Saleh, merupakan keponakan kandung caleg tersebut.

Mengingat pada pemilu 2019, setiap orang pemilih akan mencoblos lima surat suara, dapat pastikan tingkat kesulitan dalam menyalurkan hak pilih akan tinggi. Belum lagi, waktu yang dibutuhkan untuk mencoblos lima surat suara akan lebih panjang dibandingkan dengan hanya satu surat suara.

Pemilu 2019 merupaka ajang seleksi dari para calon wakil rakyat untuk menempati kursi-kursi di parlemen, mulai dari tingkat kabupaten/kota hingga pusat.

Selain itu, akan dipilih pula para anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dan, yang terpenting, pemilihan presiden dan wakil presiden. Dibutuhkan kompetensi dan kriteria tertentu bagi mereka yang melaksanakan tugas dan fungsi sebagai petugas KPPS.

Beberapa waktu lalu, Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Batumerah, membuka seleksi penerimaan petugas KPPS dengan persyaratan surat permohonan dilampiri fotocopy ijazah terakhir, keterangan berbadan sehat dan menandatangani surat pernyataan.

Isi surat pernyataan tersebut antara lain menyatakan setia kepada Pancasila dan UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, mempunyai integritas pribadi yang kuat, jujur dan adil, dan tidak pernah menjadi anggota partai politik, serta tidak pernah menjadi tim kampanye peserta pemilu paling singkat lima tahun. (BB – ENY)