Oleh : Novita Irma Diana Magrib, ST. MT. IPM (Akademisi diUKIM Ambon)

BIROKRASIberasal dari kata “bureau” yang berarti meja atau kantor, dan kata “kratia” (cratein) yang berarti pemerintah. Birokrasi adalah “jantung” pemerintahan pada semua level.

Apabila birokrasi baik, kinerja pemerintahan akan baik. Sebaliknya jika birokrasi buruk, kinerja pemerintahan akan ikut buruk. Buruknya kinerja pemerintahan ini akan merusakkan tatanan hidup masyarakatnya.

Selama ini birokrasi identik dengan peralihan dari meja ke meja, proses yang ribet, berbelit-belit dan tidak efisien juga tidak efektif. Oleh karena itu, birokrasi dikatakan efektif dan efisien apabila dalam realitas pelaksanaannya dapat melayani masyarakat sesuai dengan kebutuhan mereka.

Intinya, birokrasi yang baik adalah yang cepat dan tepat dalam memberikan pelayanan serta mampu memecahkan semua fenomena yang terjadi akibat perubahan dan gejolak sosial pada faktor eksternal.

Untuk itu agar birokrasi dapat berjalan efektif dan efisien, perlu diperhatikan  beberapa faktor yang mempengaruhinya, seperti motivasi kerja, kemampuan kerja, suasana kerja, lingkungan kerja, perlengkapan dan prosedur kerja (Gie dalam Indrajit, 2005).

Penerapan prinsip efektivitas dan efisiensi ini untuk menyelesaikan pekerjaan birokrasi secara cepat dan tidak berbelit-belit (tidak lagi melalui banyak bagian/meja) serta menghasilkan pelayanan yang berkualitas.  Solusinya adalah sistem kerja birokasi yang berbasis IT, yakni electronic government.

E-government adalah aplikasi teknologi informasi yang berbasis internet dan perangkat digital lainnya yang dikelola oleh pemerintah untuk keperluan penyampaian informasi dari pemerintah ke masyarakat, mitra bisnis, pegawai, badan usaha, dan lembaga-lembaga lainnya secara online. Pengembangan e-government di setiap instansi harus selaras dengan regulasi.

Dalam Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003, bahwa e-government ditujukan untuk menjamin keterpaduan sistem pengelolaan dan pengolahan dokumen dan informasi elektronik dalam mengembangkan sistem pelayanan publik yang transparan.

“Pengembangan e-government pada setiap instansi harus berorientasi pada kerangka arsitektur yang dibuat berdasarkan Inpres No. 3 Tahun 2003 tentang kebijakan dan strategi nasional pengembangan e-gov, dan rujukannya pada UUD 1945 pasal 28, UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik” (Direktur e-government Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Firmansyah Lubis).

Penggunaan teknologi informasi ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru seperti G2C (Government to Citizen), G2B (Government to Business), dan G2G (Government to Government). Karena dikembangkan berdasarkan model smart city, pemerintah menggunakan electronic government ini untuk memperkuat partisipasi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Secara riil penerapan electronic government (e-gov) ini misalnya dalam pembuatan passport online dan pengajuan perizinan apapun yang dengan mudah diketahui cara pengajuannya, syaratnya, ketentuan dan waktu pembuatannya, sampai biaya pembuatannya.

Pengadaan teknologi berkaitan dengan hal ini berupa komputer, internet, telekomunikasi, peralatan digital untuk mengumpulkan, memproses, berbagi, dan mengambil data. Basisnya adalah penetrasi saluran telekomunikasi yang lebih baik seperti kabel, radio, telepon, dan sistem satelit untuk mentransmisikan informasi.

Pertanyaan sentralnya adalah : bagaimana dengan Maluku ? Gubernur baru yang oleh banyak kalangan diapresiasi sebagai gubernur yang lebih perfect dan lugas bertindak serta progressif dan sangat responsif bekerja, tentu menginginkan semua pelayanan birokrasi OPD di Maluku berbasis IT agar`efektif dan efisien memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakat.

Sebagai provinsi kepulauan, Maluku memiliki karakteristik berbeda dengan wilayah kontinen sehingga permasalahan yang dihadapi dan kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan fungsinya juga mempunyai karakteristik tersendiri. Karakteristik tersebut  antara lain tingginya tingkat isolasi geografis akibat keterbatasan infrastruktur penyangga antar pulau, yang berdampak pada`minimnya aksesibilitas informasi. Akibatnya informasi dan pelayanan publik dari pemerintah lebih bersifat sentralistik dan bahkan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Terhadap hal ini, maka salah satu inovasi yang dapat dilakukan adalah berbasis pada Information Communication Technology (ICT) untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja birokrasi pada seluruh OPD. Pemanfaatan ICT ini sejalan dengan program pemerintah pusat dalam peningkatan jaringan telokomunikasi.

Inilah wujud e-government sebagai cara pemerintah dalam menggunakan perangkat ITC untuk melayani masyarakat dengan memberikan kemudahan akses informasi pembangunan bagi publik. Di Indonesia praktek penggunaan ITC untuk mendorong e-govorment adalah e-planning untuk pengusulan program ke pemerintah pusat.

Kita tentu berharap Maluku dapat menerapkan e-government secara maksimal, karena  e-government didaerah yang berbasis kepulauan seperti Maluku sangat dibutuhkan  tidak hanya sekedar sebagai instrumen penunjang penyelenggaraan pemerintahan dengan memanfaatkan jaringan internet semata, namun merupakan model inovasi untuk mendukung aktivitas pemerintahan yang lebih integratif antar pulau, dan mengcover seluruh proses aktivitas kerja organisasi sektor publik sehingga mampu menciptakan pemerintahan yang lebih responsif, akomodatif dan terpercaya (good governance).

Semoga dengan adanya gubernur baru ini menjadi momentum bangkitnya penerapan IT pada seluruh  jajaran birokrasi OPD di Maluku, karena di daerah lain di Indonesia electronic government (e-gov) adalah solusi birokrasi berbasis IT .***