Hadramaut dan Pengaruh Kulinernya di Maluku

Catatan : Iskandar Pelupessy
Sekilas kita akan mungkin akan tertengun dengan kata Hadramaut ini, ada yang familiar mendengar nama itu, atau bahkan tidak sama sekali. Konon keturunan Arab di Indonesia banyak berasal dari sini.
Kedatangan para pendatang Arab di kepulauan Maluku tampaknya menimbulkan peradaban baru di masyarakat, mulai terjadinya prosess akulturasi budaya, dari nama, seni dan budaya hingga kuliner dan lain sebagainya.
Dahulu, orang-orang Arab itu datang ke Nusantara sebagai pedagang. Mereka yang datang lebih dini memperkenalkan Islam kepada “pribumi-pribumi Nusantara," tulis L.W.C van den Berg dalam Orang Arab di Nusantara (2010).
"Orang-orang dari jazirah Arab itu datang secara bergelombang ke Indonesia. Mereka merantau ke luar negeri untuk mengadu nasib, atau seperti kata pepatah Arab “Untuk mencari cincin Nabi Sulaiman yang kaya raya itu,” keturunan Arab di Nusantara cenderung berasimilasi dengan masyarakat pribumi. Keenderungan mudahnya berasimilasinya dengan masyarakat pribumi masih menurut Van den Berg.
Dimana Hadramaut itu? Hadramaut yaitu sebuah daerah di Jazirah Arab sana, kawasan di bagian Arab Selatan, tepatya di Negara Yaman saat ini.
Artikel republika di rubric Khazanah tentang “sekilas tentang Asal-Usul Hadramaut, Negeri Para Habib, menjelaskan secara keseluruhan Hadramaut agak terisolasi dari sebagian besar semenjung Arab dengan gururn Rub al-khali menghalangi aksesnya dari sebelah utara dengan seluruh arab, oleh karena itu masyarakat sana lebih inyens terjadi dengan peabuhan-pelabuhan.
Tak mengherankan bila mereka dikenal sebagai bangsa pelaut dan ikut andil dalam perdagangan maritime di samudera Hindia, dimana jalur yang di llaluinya menghubungkan Persia,india, Nusantara dan China Kedatangan pendatang Arab yang cepat berasimilasi dengan pribumi menrut van den berg mempengaruhi kuliner Maluku bisa di lihat dari bebrapa kue bahkan bumbu.
Disini kita akan melihat dua contoh makanan yang pengaruh Arab sangat kental yaitu asidah dan roti. Kenapa disebut roti ya namanya secara umum oleh masyarakat khususnya muslim Maluku memaknainya bila mana dimakan dengan ayam, akan menyebutnya dengan roti ayam begitu juga dengan lauk lainnya seperti ikan dan daging, sebagian kecil juga menyebutnya roti kuah.
Dibanding roti ayam dan asida, asida lebih popular, dikarenakan digemari berbagai lapisan masyarakat dan bukan seperti roti ayam tadi yang terkesan elitis, karena jarang di jual di lapak-lapak pedagang kuliner.
Bahkan memamg roti ayam semakin menampakan kelitisannya karena ini umumnya terlihat di sajikan saat hajatan-hajatan besar, seperti walimatul urs, tahlilan dan kegiatan besar lainnya.
Sementara kue asidah yang juga pengaruh dari Jazirah Arab, terdapat perbedaan komposisi pada asida Timur Tengah dan asida lokal khas Maluku, menurut artikel dimuat di kumparan, Asida ala Arab menggunakan bahan-bahan yang cukup banyak, yakni zagugu atau tepung gandum, gula pasir, dan air untuk bagian daging asida, sedangkan untuk vla, campuran susu sapi, kuning telur, bubuk vanilla dan tepung maizena akan ditambahkan ke dalam sajian tersebut.
Sedikit berbeda dengan resep aslinya, asida khas Maluku memiliki komposisi bahan yang lebih sedikit. Yaitu hanya menggunakan campuran adonan tepung terigu, mentega, gula merah serta air yang di aduk hingga dibentuk menyerupai bola, kemudian dipadukan dengan taburan gula, bubuk kayu manis, dan lelehan mentega gurih, tak jarang ada beberapayang menaburkan bubuk kapulaga, kapulaga yang oleh orang ambon disebut gardamu.
Perpaduan seluruh bahan tersebut menghasilkan warna asida yang lebih gelap dan pekat, serta dengan tekstur dan cita rasa hidangan yang cukup unik, yakni bertekstur kenyal nan lembut dengan rasa manis yang mendominasi.
Jika ada yang menginginkan menggunakan kapulaga tentunya akan mendapatkan sensasi yang beda dimana taburan bubuk kapulaga memberikan efek ‘menghangatkan’ saat asida melewati kerongkongan.
Di kota Ambon ini, kudapan khas Arab ini mudah ditemukan di berbagai lapak takjil di sepanjang jalanan di kota-kota bahkan kampung-kampung di seluruh kepulauan di Maluku.
Umumnya, asida akan dibanderol dengan harga yang relatif murah, di kota ambon yakni seharga Rp 5 ribu sampai Rp 10 ribu per buah. Jika tidak lagi puasa Ramadhan, jajanan asida ini juga masih bisa dijumpai di jual, walau tak semasif saat bulan Ramadhan.
Sama halnya seperti roti ayam, asida juga kerap disajikan sebagai hidangan pada acara-acara tertentu. Misalnya saja acara pernikahan, pengajian, khitanan, dan acara besar lainnya.
Mengingat rasanya yang begitu legit dan manis, warga Maluku biasanya akan menyandingkan asida dengan secangkir kopi panas atau the minim gula (**)
Penulis adalah pemerhati sosial menetap di Kota Ambon