ITB bangun “Geodesic Dome” di Lombok
BERITABETA, Bandung – Tim Satgas Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk gempa bumi Lombok, membuat beberapa prototipe shelter dari bambu baik untuk kebutuhan shelter keluarga maupun komunal untuk korban Gempa Lombok dengan model Geodesic Dome 3V.
Direktorat Humas dan Publikasi ITB, dalam siaran persnya di Bandung, Kamis, menyebutkan lokasi pembuatannya berada di Desa Medana, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara dan proses pengerjaan dome tersebut dimulai sejak 7 September dan rencananya akan diresmikan secara langsung oleh Rektor Universitas Mataram (Unram).
Selain shelter, ITB juga tengah membuat prototipe hunian sementara dari rangka bambu dan dinding bambu plester.
Di lahan yang sama, ITB juga membangun Posko ITB-Unram sebagai pusat koordinasi kegiatan bantuan ITB-Unram untuk korban Gempa Lombok dengan model Geodesic Dome 3V (kubah geodesi 3V).
Pembuatan dome tersebut diinisisasi oleh Dr -Ing. Andry Widyowijatnoko, MT dari Kelompok Keahlian Teknologi Bangunan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, ITB.
Bentuk dome yang agak unik itu menyerupai kubah setengah lingkaran dengan bahan dasar semuanya dari bambu dan menggunakan sambungan khusus.
“Proses pengerjaan saat ini sudah selesai, khususnya pemasangan rangkanya. Akan dilanjutkan dengan pemasangan membran penutup luarnya,” kata Andry.
Andry menjelaskan, desain berdasarkan geodesic dome 3V itu terbentuk oleh tiga jenis panjang bambu dan tiga jenis sambungan. Jadi semakin banyak bambu dan sambungan tersebut akan semakin mendekati bentuk bulat mulus.
Bambu yang dibutuhkan untuk membangun dome tersebut berjumlah 165 buah yang berasal dari bahan lokal setempat, meski sambungan mangkuk baja dan alat sambung ke bambu tersebut dibuat dan dibawa dari Bandung.
“Nanti yang kami bawa kembali ke Bandung hanya alat sambungannya saja. Bambu akan ditinggal. Pola ini akan dipakai lagi jika ada kondisi darurat di tempat lain sebagai posko ITB,” ujarnya.
Ia mengatakan alasan dipilihnya bambu karena bambu ada hampir di seluruh Indonesia, murah dan paling mudah dipakai untuk struktur temporer.
Dengan demikian pendirian geodesic dome sebagai posko bisa menghemat ongkos transpor, di samping mempromosikan bambu buat masyarakat setempat.
Selain posko, lanjut dia, tim juga telah membuat prototipe hunian sementara, prototipe shelter terpal dengan struktur bambu memakai sambungan dari tali rafia, prototipe terowongan bambu dengan bentang tujuh meter dengan penutup terpal dan sambungan tali rafia untuk shelter komunal atau kelas temporer.
“Selain bambu, tali rafia juga dipakai pada prototipe shelter dan ruang kelas temporer sebagai sambungan. Tali rafia terdapat di mana-mana dan murah. Ide membangun prototipe shelter dan ruang kelas temporer dengan bambu dan rafia memberikan solusi teknologi paling sederhana untuk kebutuhan darurat,” katanya.
Dalam proses pengerjaannya, tim yang terlibat berjumlah 10 orang yang terdiri dari enam mahasiswa ITB dan empat lainnya tukang. (BB/ANT)