Jangan Buat Ambon Tertinggal
Oleh : Mashuri Mashar, S.KM (Konsultan Kesehatan)
PIDATO Presiden Republik Indonesia pada rapat terbatas kabinet Indonesia Maju (18 Juni 2020), memberi isyarat terkait keseriusan. Di hadapan tiga puluh delapan pembantunya tersebut, Presiden Jokowi “mengingatkan” untuk lebih sungguh-sungguh dalam upaya penanggulangan dampak buruk COVID-19 di Indonesia.
Tidak tanggung-tanggung, menurut beliau, semua langkah taktis akan dilakukan. Mulai dari terbitkan aturan hingga mengganti menteri jika dinilai tidak maksimal.
Ketakutan orang nomor satu di republik ini cukup beralasan. Sejak otoritas kesehatan dunia menyatakan COVID-19 sebagai Pandemi global dan disusul pernyataan Indonesia (dalam) Darurat Nasional per-Februari silam, tidak sedikit pelaku usaha menjadi korban terdampak. Baik itu skala global, nasional, maupun lokal. Bahkan pilihan “merumahkan” pegawai jadi pilihan. Meskipun ini dilakukan tentu dengan berat hati.
Jika diawal peluncurannya, jenis usaha berbasis daring (Unicorn) menebar optimisme, saat ini sebagian jadi sempoyongan atau memilih berakhir. Contohnya aplikasi Airy Rooms per 31 Mei kemarin. Untuk yang berstatus sempoyongan juga ada banyak. Misalnya, dua Unicorn transportasi terkenal. Grab dan Gojek.
Sejak awal peluncurannya (Gojek 2010 dan Grab 2012), kedua Unicorn ini sudah menarik perhatian. Entah itu dalam arti positif maupun negatif. Dari tawaran kemudahan hingga rangkaian penolakan khalayak, terutama pelaku transportasi luar jejaring yang merasa tersaingi.
Dengan kemampuan yang mumpuni dari pengelola dua Unicorn ini, gelombang demi gelombang tersebut mampu dihadapi. Termasuk juga mampu jadi benteng terkuat saat Unicorn global serupa masuk dan mencoba peruntungannya di Indonesia. Yang saya maksud adalah Uber. Pemain internasional satu ini tidak mampu bertahan lama di Indonesia. Hanya bisa bertahan hingga tahun 2018.
Jika kedua startup transportasi ini sejak tahun 2018 memproklamirkan diri sebagai pemain utama moda transportas berbasis daring, tidak demikian tahun 2020.
Seperti yang dilansir Channel News Asia (Mei 2020), yang di paraprafasa oleh Tirto.id pada 24 Juni 2020 silam, Tan Hooi Ling, salah satu pendiri lain Grab, menyatakan bahwa perusahaannya, di tengah pandemi Corona, tengah bersiap menghadapi “musim dingin yang panjang”.
Hal yang tidak jauh berbeda pula dinyatakan Gojek. Sampai-sampai, aplikasi besutan Nadiem Makariem ini menghentikan beberapa layanan berbasis daring. Ujungnya, pilihan merumahkan para pegawai jadi tidak terhindarkan.
Jika aplikasi daring transportasi oleng akibat hantaman gelombang Pandemi, tidak demikian bidang ekonomi lain. Sejak aturan pembatasan aktifitas luar rumah ramai-ramai diputuskan para penguasa daerah di Indonesia, praktek jual-beli berbasis daring justru mengalami kenaikan. Sekali lagi pilihan masyarakat ini karena imbauan pemerintah untuk tidak keluar rumah.
Belajar dari informasi diatas, pertanyaan selanjutnya bagaimana dengan Maluku? Atau lebih khususnya, kabupaten/kota yang mencakup?
Saya ambil contoh kota Ambon. Acuan saya dokumen Produk Domestik Regional Bruto Kota Ambon Menurut Pengeluaram 2014-2018 (BPS, Mei 2020) dan dihubungkan dengan pemberlakuan PSBB disana.
Menurut buku setebal 78 halaman ini, kota Ambon dalam kurun waktu 2014-2018 mengalami peningkatan signifikan untuk aspek Produk Domestik Regional Bruto.
Tercatat, setiap tahun rata-rata peningkatannya menyentuh angka 547 juta. Berdasarkan informasi ini kita tentu harus bangga dengan kota seluas 298,6 Km persegi ini. Bisa jadi karena kota penghasil pemusik tanah air ini adalah ibu kota provinsi yang juga pintu masuk untuk Maluku.
Informasi lain terkait laju ekonomi dokumen BPS kota Ambon 2020 ini adalah tren belanja domestik masyarakat. Pada halaman empat puluh enam tercantum; belanja konsumsi rumah tangga penyumbang tertinggi pendapatan kota Ambon.
Bayangkan saja, sampai menyentuh angka diatas 50%. Bahkan setiap tahun dalam tentang 2015-2019 tidak pernah turun pada angka 65% dari total 100% pemasukan kota Ambon. Yang paling menarik adalah jenis barang yang dominan jadi incaran masyarakat adalah yang masuk dari luar (impor).
Apa yang kita bisa lihat dari data ini dan bagaimana jika dihubungkan dengan pemberlakukan PSBB saat ini? Perkiraan saya, angka-angka diatas akan mengalami penurunan signifikan. Menyusul upaya yang dilakukan oleh pak Richard Louhenapessy dan jajarannya hanya sebatas pembatasan waktu pembukaan toko serta mencari-cari para pelanggar PSBB semata.
Adalah memberlakukan PSBB merupakan keniscayaan untuk menanggulangi penyebaran virus maharenik yang berasal dari Wuhan, tentu kita sulit menolak. Namun, jika antisipasi pada ancaman perlambatan laju ekonomi tidak turut serta menjadi prioritas, bisa dibayangkan pengaruh signifikan dalam arti negatif juga mengancam perekonomian kota Ambon.
Jika pemangku kepentingan disana hanya sibuk mencari pelaku ekonomi yang tidak taat dan abai pada pengaruh kontribusi mereka pada gerak roda ekonomi secara makro, riak pada tingkat akar rumput tentu tidak terhindar.
Jangan salahkan akhirnya, masyarakat justru berbalik mempertanyakan beberapa hal. Atau, aksi perampasan jenazah Jumat kemarin, bisa jadi dilatari ketidakpercayaan masyarakat pada pengelola negara. Entahlah (***)