Oleh: Julius R. Latumaerissa (Akademisi)

Sebelum saya memberikan respon atas berbagai opini terkait dengan statemen saya tentang pelurusan sejarah, maka saya mau mengutip pernyataan Juri Lina bahwa ada tiga cara untuk melemahkan dan menjajah suatu negeri yaitu:

Pertama,kaburkan sejarahnya;

Kedua,hancurkan bukti-bukti sejarahnya sehingga tidak bias lagi diteliti dan dibuktikan kebenarannya;

Ketiga,putuskan hubungan mereka dengan leluhurnya, dan mengatakan bahwa leluhurnya itu bodoh dan primitif.

Bertolak dari pendapat di atas ini maka saya mencoba menjelaskan mengapa saya membuat postingan di atas. Maluku dalam perspektif adat merupakan suatu wilayah yang memiliki akar sejarah dan peradaban yang jelas. Hal itu ditandai dengan adanya pranata sosial dan pranata adat yang turun temurun sudah terbentuk dalam kelompok masyarakat di Maluku.

Harus diakui bahwa orang Maluku sejak awalnya sudah memiliki peradaban, sistem,  norma atau aturan yang mengatur seluruh orang Maluku yang bersifat khusus. Dalam bentuk yang tidak tertulis, tetapi disepakati dan dilaksanakan turun temurun, karena diyakini dapat menjamin kehidupan yang aman, damai dan tentram

Maluku adalah Provinsi kepulauan yang memiliki keragaman baik dilihat dari segi ras, agama, suku dan adat istiadat. Ini fakta empiris  yang di satu sisi merupakan kekayaan tersendiri bagi orang Maluku.

Keragaman ini akan berdampak kurang baik bagi kehidupan bersama orang Maluku untuk membangun Maluku yang lebih baik dan sejahtera jika tidak mampu mengelola keragaman yang ada dengan baik.

Kita harus jujur berkata bahwa hari ini ego-ego sektoral itu semakin mengemuka dan cendrung menguat dan terpelihara dalam berbagai diskusi anak-anak Maluku sekan mencari pembenaran atas apa yang dirasakan benar. 

Hal ini saya katakana disebabkan karena perubahan global dan teknologi informasi yang sangat kuat dan mampu menggeser dan merubah tata nilai dan tata laku sosial budaya dan cara berpikir orang Maluku yang pada akhirnya dapat membawa dampak yang besar terhadap berbagai aspek kehidupan termasuk masalah kebersamaan, persaudaraan, yang rukun pada mula-mula.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka yang sangat diperlukan adalah memupuk nasionalisme ke-MALUKU-an yang kuat. Nasionalisme ke-Maluku-an wajib hukumnya untuk dijaga, ditingkatkan, terus menerus tanpa dibatasi ruang dan waktu bagi semua masyarakat Maluku disegala zaman.

Hal ini karena Maluku memiliki akar sejarah, bahasa, serta pengalaman bersama. Selain itu nasionalisme ke-MALUKU-an adalah wujud rasa cinta terhadap Maluku sebagai tanah air tempat putus pusar.

Nasionalisme ke-MALUKU-an dapat juga memberikan tuntunan kepada orang Maluku untuk memiliki sikap menghargai nilai-nilai kemanusiaan, tahu rasa, tenggang rasa dan merasa bahwa Maluku merupakan bagian utuh dengan darah dan diri pribadinya sendiri.

Amnesia Sejarah Maluku

Masyarakat Maluku  pada saat ini dihadapkan dengan problematika yang rumit dan  sangat memprihatinkan. Pengetahuan dan pemahaman atas kebenaran akar sejarah Maluku cenderung menurun drastis bahkan pada kelompok masyarakat tertentu cenderung punah. 

Kita selalu  membahas masalah-masalah kekinian dan mengabaikan perjalanan masa lalu. Kita secara sadar melupakan masa lalu, padahal hari ini ada karerna ada hari kemarin, dan hari esok ada karena hari ini. Mata rantai inisecara sengaja diputuskan.

Sejarah sering dianggap sebagai barang antik yang harus di-museum-kan. Sebagian besar dari orang Maluku saat ini yang mengidap penyakit amnesia sejarah. Padahal apabila kita amati secara cermat banyak sekali persoalan Maluku kemarin, hari ini dan esok  dapat diselesaikan dengan sejarah Maluku sendiri.

Pelurusan sejarah Maluku tidak dimaksudkan hanya untuk mengetahui masa lampau semata-mata, tetapi lebih dari itu, yaitu untuk menuntun orang Maluku dan generasinya lebih bersikap bijaksana dalam menyelesaikan persoalan, termasuk kompleksitas persoalan Pembangunan Maluku.

Persoalan Maluku selama ini seperti keterbelakangan dan ketimpangan sosial ekonomi adalah satu kendala  dalam upaya memajukan Maluku sebagai Provinsi yang maju dan sejahtera.

Lalu dengan kompleksnya persoalan Maluku saat ini dan akan datang, maka pertanyaan kritis adalah mau dibawa ke arah mana Maluku dan orang-orang serta generasi Maluku di masa depan. Semua itu tentunya tugas generasi muda Maluku sebagai generasi penerus perjuangan, pembangunan Maluku dalam bingkai NKRI ini.

Pelurusan sejarah Maluku dimaksudkan untuk kita melakukan, rekonstruksi masa masa lalu, dari mana kita berasal, dengan semua pranata social dan pranata adat yang kita miliki sebagai warisan nenek moyang para leluhur orang Maluku melalui proses pengujian dan analisis secara kritis terhadap rekaman dan peninggalan masa lampau, dan dilakukan degan beberapa tahapan yaitu Heuristik, yaitu kita mencari dan menemukan sumber-sumber sejarah yang dibutuhkan.

Kritik, yaitu suatu tahapan analisis dan evaluasi terhadap catatan-catatan sejarah Maluku dengan cara memisahkan, mengamati, menimbang, dan membandingkan, dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki aspek-aspek yang diapandang salah; interpretasi adalah suatu tahapan proses komunikasi dengan penafsiran yang baik sehinga dalam melakukan komunikasi mudah dimengerti.

Dan Historiografi adalah suatu tahapan dimana hasil atau karya pelurusan sejarah Maluku tersebut setelah diuji dan diinterpretasi dengan metodologi yang dapat dipertanggung jawabkan.

Dengan demikian, maka upaya pelurusan sejarah Maluku jangan ditafsirkan secara keliru bahkan salah besar jika dibilang hal ini akan membawa berbagai macam persinggungan secara social politik di Maluku.

Saya justru bertanya jika ada yang berpendapat demikian, seberapa besar dan dalamnya komitmen mereka-mereka ini terhadap keutuhan persatuan dan persaudaraan di Maluku.

Pelurusan sejarah supaya kita di Maluku mengerti dan paham akan perjalanan nenek moyang kita dalam membangun pranata social dan adat yang kita wariskan sampai saat ini, demi menjaga, memperkuat persaudaraan rukun yang mula-mula sudah dicteladani oleh nenenk moyak kita semua.

Justru dengan pelurusan sejarah Maluku, maka kita sebagai anak adat akan lebih kokoh dalam menghadapi berbagai upaya politik belah bamboo yang dimainkan oleh actor-aktor tertentu yang mencoba membangun kekuatan oligarki di Maluku dengan cara mengacaukan dan menghilangkan peradaban orang Maluku sesungguhnya, dengan membangun konstruksi berpikir sektoral dan primodial sempit yang pasti akan melemahkan persatuan dan pesaudaraan orang Maluku.

Kesimpulan

Pertama; orang Maluku sebagai satu komunitas sosial yang heterogen telah memiliki keragaman suku, budaya, agama dan adat istiadat dan jika hal ini tidak dikelola secara baik, benar dan sehat maka akan berpeluang besar terjadinya konflik komunal.

Heterogenitas ini dapat menjadi celah yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu mengganggu stabilitas keamanan dan keutuhan dan persatuan orang Maluku sendiri.

Kedua; otonomi daerah merupakan kebijakan politik yang sangat baik dalam membangun kemandirian daerah dalam proses pembangunan, akan tetapi sangat berpotensi untuk terciptanya sikap fanatisme primodialisme yang sempit, sektarianisme serta supranasionalisme. Kondisi semacam ini terjadi karena tidak semua masyarakat mengetahui tujuan pemberlakuan otonomi daerah secara benar, tepat dan proporsional.

Ketiga; harus dipahami dengan benar bahwa masyarakat Maluku ini terbentuk dalam suatu keragaman yang sudah ada sejak awal. Untuk itu perekat utama keberlanjutan kehidupan persaudaraan orang Maluku, harus diletakan pada akar sejarah yang benar dan saling berinterakasi secara selaras dan seimbang;

Keempat; Dalam rangka membangun kehidupan orang Maluku  yang lebih baik, santun dan bijak di masa depan, maka langka utama yang harus ditempuh adalah menggunakan Konsepsi Kemandirian Lokal yaitu dengan melakukan pendekatan sejarah dan kebudayaan Maluku yang dapat diyakini mampu menumbuhkan kebanggaan pada setiap anak Maluku dimana saja, dan kapan saja terhadap diri dan budayanya pada giliranya akan menumbuhkan pula toleransi dan pengertian akan keberadaan budaya lainnya (***)