Catatan : Mary Toekan Vermeer (Pengagum Sejarah Islam, Menetap di Belanda)

APA yang terlintas di kepala kita, ketika seseorang melesatkan kata barbar ?  Aku yakin, kita akan sepemahaman bahkan sekaligus dapat membayangkan mimiknya si pelontar kata ini saat berucap dengan mata  melotot, alis mengernyit bersama suara  merendah seiring tekanan keras ke hulu  jantung. Tanganpun ikut mengepal menahan amarah yang siap meledak. ” Dasar barbar !! “.

Dalam bahasa Indonesia maupun bahasa dunia, telah termaktub, barbar diartikan sesuatu yang 𝘶𝘯𝘤𝘪𝘷𝘪𝘭𝘪𝘻𝘦𝘥, 𝘶𝘯𝘦𝘥𝘶𝘤𝘢𝘵𝘦𝘥, biadab, primitif, kekejaman, kebodohan, sadisme dan semua kata yang setara dengan itu.

Tahukah kita bahwa begitu banyaknya sejarah Islam dibiaskan, ditikung, diarsir dengan tinta hitam untuk mendiskreditkan orang – orang besar dalam sejarah Islam, ditukar dengan wajah – wajah dan istilah – istilah menakutkan ?

Stereotip ini hampir permanen menutupi realitas sebenarnya di balik kata barbar yang sering terdengar bahkan terucap oleh lisan  lisan umat muslim sendiri.

Kebesaran Andalusia selama 800 tahun memang tak gampang untuk dibumihanguskan  di daratan Eropa. Walau kaum muslimin harus  dilenyapkan di negeri itu, namun pahlawan pembawa cahaya Islamnya tak juga bisa ditenggelamkan.

Tahun 711 M oleh Musa bin Nusayr, Gubernur Al Maghrib (Maroko) menunjuk Thariq bin Ziyad memimpin 12.000 pasukan,  menyeberangi selat  menuju semenanjung Iberia.

Thariq taklukkan Andalusia (Spanyol), menundukkan Kerajaan Visigoth yang dirajai Raja Roderick. Bala tentara kerajaan berjumlah 100.000 orang itu, menghadang pasukan Thariq yang jauh dibawah mereka.

Komando Sang Raja menggelegar, menyerbu pasukan muslim. Namun ia tewas dalam pertempuran Guadalete. Pasukan Visigoth kehilangan Rajanya dan menyerah kalah. (Tak ada catatan penyiksaan para tawanan perang oleh pasukan muslim , jelas Islam mengharamkannya).

Panglima legendaris itu, membawa kemenangan. Hingga kini namanya terukir abadi di atas indahnya hamparan selat yang memisahkan dua benua, Afrika dan Eropa sekaligus menghubungkan dua perairan yaitu Samudera Atlantik dan Laut Tengah. Orang menyebutnya Gibraltar atau Jabal Thariq.

Setelah dibuka oleh Thariq bin Ziyad, Andalusia (Spanyol) berkembang menjadi negeri di atas awan, pusat ilmu dan teknologi, melaju tinggal landas melebarkan sayapnya, meninggalkan negeri negeri tetangga yang masih dalam masa kegelapan.

Ini menjadi catatan penting, bukan seperti hayalan para liberalis. Mereka dengan sangat mudah menyamakan, bahwa masuknya Islam ke Andalusia sama dengan masuknya  Belanda ke Nusantara. Sungguh, mata dan hati mereka tertutup. Tak sesederhana itu, kawan.

Barat membutuhkan pembenaran atas kemenangan Thariq yang mampu melucuti pasukan berlipat – lipat itu. Maka dihembuskan cerita menurut sejarah Barat, bahwa sang legenda memerintahkan menghanguskan kapal – kapal mereka, agar pasukan mempunyai semangat juang tinggi. Mereka tak diberi pilihan mundur, sebab jumlah mereka yang sedikit.

Para ahli sejarah Islam membantah cerita itu, termasuk Dr. Raghib As – Sirjani, seorang pakar sejarah Islam. Beliau merekam dalam lembaran buku – buku sejarahnya, bahwa Islam selalu tercatat menang dalam sejumlah pertempuran dengan mujahid yang sedikit,  tanpa embel – embel motivasi begitu.