Kerentanan Cermin Digital : Fenomena Psikosis AI Pengguna Indonesia

Oleh : Eddy Prastyo (Editor in Chief Suara Surabaya Media)
Pada awal Agustus 2025 menyadur The Economic Times dan Futurism , OpenAI merilis kebijakan yang mungkin, bagi sebagian orang, terdengar sepele: ChatGPT kini akan menegur pelan kalau kita mengobrol terlalu lama, menahan diri dari menjawab langsung pertanyaan-pertanyaan yang menyentuh hidup pribadi, dan—kalau merasakan ada gelombang emosional yang berat di sisi pengguna—menyodorkan pintu keluar menuju bantuan manusia.
Di atas kertas, ini cuma “fitur tambahan”. Tapi di baliknya ada cerita yang jauh lebih dalam: kesadaran bahwa mesin yang dilatih untuk patuh, mengafirmasi, dan setia menemani, ternyata bisa jadi cermin yang memantulkan delusi atau kecemasan hingga mengeras di pikiran sebagian orang.
Para peneliti sudah memberi sinyal jauh sebelum kebijakan ini lahir. April 2025, tim Stanford memotret celah yang mengkhawatirkan: chatbot bisa, tanpa sadar, memberi saran yang justru mendorong pengguna semakin dekat ke tepi jurang—termasuk secara literal memberikan daftar jembatan kepada orang yang sedang memberi sinyal ingin bunuh diri (Stanford Preprint, April 2025). Juli 2025, dari Inggris, laporan tim King’s College London menegaskan bahwa desain AI yang “selalu mengiyakan” dapat menguatkan keyakinan yang sudah bergeser jauh dari realitas (Morrin dkk, NHS UK Preprint, Juli 2025).
Marlynn Wei, seorang psikiater, bahkan memberi nama untuk fenomena ini: AI psychosis—bukan istilah klinis resmi, tapi cukup untuk menggambarkan bagaimana percakapan yang intens, personal, dan berulang dengan AI bisa menumbuhkan keterikatan emosional yang dalam, sampai realitas sehari-hari mulai kabur (Wei, Psychology Today, 21 Juli 2025).
Bahkan sejak 2023, Søren D. Østergaard sudah menulis di Schizophrenia Bulletin bahwa percakapan yang “terlalu hidup” dengan AI dapat menjadi bibit delusi pada orang yang memang punya kerentanan psikotik (Østergaard, Nov 2023).
Saya mencoba untuk membuat analisis kuantitatif dari populasi global yang melakukan percakapan dengan ChatGPT untuk mendapatkan proyeksi moderat kelompok pengguna Indonesia yang rentan mengalami psikosis AI.