Ketua AMPI Maluku : PSBB Mendesak Diterapkan di Maluku
BERITABETA.COM, Ambon – Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD), Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Provinsi Maluku, Yusri AK Mahedar SH MH mendesak Pemerintah Daerah agar segera menerapkan Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Provinsi Maluku.
“Keinganan kami mencegah Covid-19 tidak mengusik hidup kami di negeri para raja ini. Atas nama kemanusian dalam hidup berbangsa dan bernegara, maka PSBB sangat mendesak untuk diterapkan Pemerintah Provinsi Maluku dan kabupaten/kota,”kata Yusri AK Mahedar dalam siaran persnya yang dikirim kepada awak media, Rabu (08/04/2020).
Menurut Mahedar, respon Pemerintah Pusat dalam penanganan Covid-19 terwujud dalam pembentukan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19). Peraturan Pemerintah ini diharapkan dapat merespon secara efektif penanggulangan serta pencegahan penyebaran Virus Covid 19.
Namun, kata dia, pada kenyataannya PP ini pun bukan merupakan perwujudan dari suatu hukum yang sesuai dengan harapan. Aturan-aturan dalam PP tersebut masih menyandra kewenangan Pemerintah Daerah dalam mengambil keputusan mengeluarkan kebijakan untuk memberlakukan Pembatasan Sosial.
Entah dalam bentuk Pembatasan Wilayah, Rumah atau Rumah sakit sesuai dengan kondisi yg dialami masing masing daerah terkait fakta penyebaran Virus Covid-19 yang mengancam masyarakat suatu daerah.
Hal ini, kata dia, telah mengakibatkan kelambatan yang terjadi ketika Keputusan Menteri Kesehatan untuk menetapkan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tidak kunjung dilakukan.
Hal itu menjadikan pengaturan tentang PSBB dalam PP 21/2020 belum dapat dilaksanakan. Padahal pemerintah daerah sudah menunjukkan inisiatif untuk melindungi warganya di berbagai wilayah untuk melaksanakan PSBB terlebih dahulu.
“Namun akibat lambatnya Pemerintah Pusat mengambil tindakan, maka kebijakan yang diambil daerah tidak komprehensif dan menimbulkan ketidakpastian hukum di tengah cepatnya persebaran COVID 19 di Indonesia,”tegas Mahedar.
Dipertegas lagi olehnya, mengingat secara kewilayahan Negara Indonesia bercorak kepulauan seperti contohnya Provinsi Maluku, maka seharusnya Pemerintah Daerah saat ini diberikan kewenangan otonomi yang sesungguhnya dalam menyikapi kondisi kedaerahan terkait penanganan penyebaran Virus Covid -19.
Apabila harus menunggu Persetujuan Menteri Kesehatan, maka akan terjadi keterlambatan pemberlakuan pembatasan sosial yang saat ini sudah harus dilakukan bagi daerah -daerah yang tingkat waspada terhadap penyebaran virus Covid 19 sudah masuk kategori waspada tingkat tinggi, atau darurat.
“Apabila terlambat akan mengakibatkan semakin banyak korban,”ingatkan Mahedar.
Selain itu, lanjutnya, substansi PP 21/2020 sangat terbatas, sehingga tidak memadai untuk melaksanakan percepatan penanganan Covid -19. PP ini hanya mengatur tentang PSBB. “Padahal untuk memberlakukan karantina wilayah, rumah ataupun rumah sakit, kita memerlukan peraturan pendelegasian untuk memberikan dasar agar inisiatif berbagai kepala daerah dalam menanggulangi Covid-19 bisa memiliki koridor dan dasar pengaturan yang jelas,”sambung Mahedar.
Ia menilai, pengaturan PSBB dalam PP 21/2020 tidak dilakukan menyeluruh dan masih mengalami banyak kekurangan karena hanya mencakup kriteria PSBB dan tata cara penetapan status PSBB oleh Menteri Kesehatan.
“Sama sekali ini belum menjawab kebutuhan hukum tentang pelaksanakan PSBB, terutama terkait dengan pelaksanaan kewajiban negara dalam melindungi warga negaranya,”pungkas Mahedar.(BB-DUL)