Kisah Heroik Adam Pattisahusiwa Cs, Pejuang Yang Terlupakan (Bagian -2)
BERITABETA – KM. Sindoro telah menghilang dari teluk Namlea. Selusin pemuda yang menumpangi kapal itu, seakan meninggalkan bara perjuangan yang membakar hati pemuda Buru. Raden Yusuf Kartadikusuma, Ibrahim Saleh, Anton Papilaya, Yos Sudarso, Dominggus Pattinasarane, Welly Noya, Agus Hektari, Mulyadi, Djafar, Polnaya, Espiano dan Nn. Ana Luhukay, kembali menjalankan petualangan sebagai tim propaganda.
Sementara Abdulah Bin Thalib dan Adam Pattisahusiwa harus berpikir panjang tentang amanat yang disampaikan dalam pertemuan selama dua hari itu. “Merdeka atau mati” semboyan patriotis ini menjadi motivasi bagi kedua sosok pemuda tangguh itu.
Tak mau berlama-lama, Adam Pattisahusiwa kemudian bergegas menggelar pertemuan perdana “Pemuda Merah Putih” untuk memulai aksi penyerangan kepada pemerintahan Belanda yang saat itu bercokol di Kota Namlea.
Pertemuan Rahasia di Namatek
Tepatnya tanggal 6 April 1946, sehari setelah keberangkan rombongan yang dipimpin Raden Yusuf Kartadikusuma, Adam Pattisahusiwa menggagas pertemuan rahasia (tertutup) di areal pohon kelapa dekat rumahnya di kawasan Nametek.
Rapat dipimpin oleh Adam Patisahusiwa, Abdulah Bin Thalib dan Papilaya. 60 orang pemuda Buru terlibat dalam pertemuan rahasia tersebut. Dalam pertemuan itu Adam Pattisahusiwa menyampaikan hasil pertemuan dengan Tim Propaganda Kemerdekaan RI, yang baru saja meninggalkan Namlea dengan KM. Sindoro.
Adam Pattisahusiwa kemudian membakar semangat peserta pertemuan. Seketika suasana hening menyelimuti rapat rahasia itu, ke 60 orang pemuda Buru yang hadir duduk tertunduk dan mendegarkan penjelasan Adam Pattisahusiwa.
“Kita rakyat dan pemuda Buru harus sadar. Jangan mau dijajah oleh siapapun. Penjajah harus lenyap dari bumi kita. Marilah saudara-saudaraku kita bersatu, berjuang mengembalikan hak-hak nenek moyang kita yang telah dijajah selama 350 tahun. Jangan takut mati, karena setiap perjuangan pasti ada pengorbanan,” kata Adam seperti dikutip dalam catatan Tan M dari penuturan sejarah Talib Bin Thalib.
“Saya minta dari saudara-saudara para pemuda harus rela berkorban demi bakti kita kepada nusa bangsa dan tanah air. Teman-teman para pemuda Buru, kita harus berani mengatakan “Merdeka”. Tidak perlu takut, karena Allah SWT selalu bersama kita dalam membela kebenaran,” ungkap Adam seperti dikisahkan Talib Bin Thalib. Adam Pattisahusiwa berhasil membakar semangat peserta rapat tertutup saat itu. Arahan dan nasihatnya ditutup dengan mengatakan “Kita pasti menang,”.
60 orang pemuda yang tertunduk, seketika berdiri dan memekikan suara “Merdeka”, manyahut seruan Adam Pattisahusiwa. Salah satu diantara para pemuda itu spontan berkata kepada Adam Pattisahusiwa, “Kami selalu siap sedia. Setiap saat menunggu perintah dan kapan kami jalankan perintah itu,”
Mendengar dan menyaksikan semangat para pemuda yang berkobar, Adam Pattisahusiwa menundukan kepala sejenak dan serentak bertutur dengan penuh semangat.
“Saya dan Abdulah Bin Thalib telah mengambil keputusan kemarin (sehari yang lalu), bahwa pada tanggal 8 April 1946, tepat jam 08.00 WIT pagi, adalah hari “H” penyerbuan ke Kota Namlea,” ungkap Adam.
Serbuan Kepada Tentara Belanda
Keputusan rapat tertutup kemudian dimatangkan dengan berbagai persiapan. Tepat pukul 08.00 WIT, “Pemuda Merah Putih” berhasil merengsek masuk ke pertahanan tentara Belanda di Kota Namlea.
Penyerbuan untuk menaklukan pertahanan tentara Koninklijke Nederlands (ch)-Indische Leger (KNIL) atau Tentara Kerajaan Belanda yang saat itu masih berkuasa di tanah Bupolo. Invasi “Pemuda Merah Putih” ke Kota Namlea dilakukan dalam formasi serangan tiga penjuru mata angin.
Adam Pattisahusiwa memimpin pasukan dari arah Timur (Nametek). Sedangkan Abdulah Bin Thalib memimpin pasukan dari arah Barat (pohon durian). Dan Hamid Koja memimpin pasukan dari arah Utara.
Serangan dimulai ketika mendengar bunyi tembakan satu kali. Tembakan sebagai tanda dimulainya serangan ditugaskan kepada Jamaludin Mahulete. Target serangan adalah 5 lokasi strategis yaitu, Asrama Polisi Belanda, Kantor Polisi Militer Belanda, Kantor HPB (Houfd Van Plastelyk Bestuur), Kantor Telegrap dan yang terakhir rumah Kepala Kantor HPB.
Dalam penyerangan itu, perintah dari komandan pasukan “Pemuda Merah Putih” adalah setelah lima lokasi strategis itu dikuasai, semua pegawai Nederlandsch Indie Civil Administratie atau Netherlands-Indies Civil Administration (NICA), harus diikat dan dikurung di Kantor HPB. Seluruh senjata disita dan yang melawan harus ditembak mati ditempat.
Adam Pattisahusiwa juga menginstruksi kepada seluruh pasukan agar setiap rumah rakyat, pedagang dan harta benda mereka, tidak boleh dirusak. Begitu pula, terhadap rumah pemerintah Belanda dan harta bendanya dilarang untuk dirusak atau diambil.
Menaklukan Tentara KNIL Belanda
Serangan tanggal 8 April 1946 itu berhasil gemilang. Semua lokasi strategis dikuasai “Pemuda Merah Putih”. Bendera Belanda Merah Putih Biru yang berkibar di depan Kantor HPB berhasil diturunkan.
Penurunan bendera Belanda itu sempat mengalami kendala. Bendera tersebut tersangkut pada tiang. Seorang pemuda bernama Ibrahim Umasugi, kemudian diperintahkan Abdurahman Wamnebo untuk memanjat tiang bendera dan melepaskannya dari kaitan. Bendera Belanda diturunkan dan warna Biru dirobek oleh Abdurahman Wamnebo, hingga tersisa dua warna yang melambangkan bendera Indonesia “Merah Putih.
Setelah warna biru dirobek, pemuda Buru yang tergabung dalam “Pemuda Merah Putih” kemudian melakukan persiapan dan prosesi pengibaran Bendera Merah Putih pada tiang yang sama di depan kantor HPB. Raden Ahmad ditunjuk untuk memimpin lagu Indonesia Raya, Syarif Tasijawa berperan sebagai komandan upacara dan inspektur upacara Adam Pattisahusiwa. Sementara penggerek bendera ditugaskan kepada dua orang putra pemberani yaitu Abdul Madjid TaN dan Abdurahman Wamnebo.
Sebelum upacara penaikan Bendera Merah Putih dilaksanakan, tepat pukul 10.00 WIT pagi, ditugaskan kepada Abdul Halim Tan, Hamis Saanun, Abdulah Kabau, Salim Umatarnate dan Muhamad Barges, untuk menyampaikan berita kepada masyarakat Namlea. Seluruh masyrakat Namlea dimintakan hadir untuk menyaksikan upacara penaikan bendera yang penuh khikmat saat itu.
Seteleh upacara pengibaran Bendera Merah Putih, pada pukul 10.30 WIT, perwakilan Pemerintah Belanda di Kota Namlea yang saat itu dijabat oleh Kepala Kantor HPB G. Gaspers, akhirnya menyerahkan kedaulatan dan kekuasan kepada pemimpin gerakan “Pemuda Merah Putih” Adam Pattisahusiwa.
Kantor HPB berhasil dikuasi Adam Pattisahusiwa dengan pasukannya Pemuda Merah Putih. Sementara pertempuran melawan penjajah di hari itu masih berlanjut di bawa pimpinan Abdulah Bin Thalib (bersambung)