Merantau ke Kota  Ambon Tinggalkan Anak Istri di Kabupaten Buton

BERIATBETA.COM, Ambon – Butuh waktu lama untuk menemui Rasilu saat kami tiba di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIA Ambon di kawasan Waiheru, Kecamatan Baguala. Negosiasi dengan sipir hingga Kepala Rutan harus dilakukan sebelum wartawan mewawancarai tukang becak yang divonis 1 tahun 6 bulan penjara itu.

Seperti dikutip Kompas.com, tak ada sedikit pun senyum dan tawa yang terpancar dari raut wajah Rasilu, tukang becak yang kini rela mendekam di Rutan Kelas II a Ambon karena kecelakaan maut yang merenggut nyawa penumpangnya pada 23 September 2018 lalu.

Dengan wajah yang tampak murung, pria berusia 38 tahun ini berusaha bangkit dari tempat duduknya untuk menyambut kedatangan Kompas.com yang mulai memasuki ruang kunjungan di bagian sisi kiri rutan, Kamis (28/2/2019) siang.

Di ruangan berukuran 4×6 inilah, Rasilu kemudian menumpahkan segala keluh kesahnya, hingga harapan dan doa atas segala cobaan hidup yang amat berat dihadapinya saat ini.

Rasilu menceritakan, sebelum musibah tersebut menimpanya, dia tidak pernah menyangka bahwa niatnya untuk merantau ke Kota Ambon akan berujung petaka hingga membawanya ke penjara. “Saya tidak menyangka nasib saya akan seperti ini. Saya datang ke Ambon demi keluarga saya, demi kehidupan anak dan istri saya di kampung,” kata Rasilu.

Rasilu memutuskan untuk mengadu nasib ke Kota Ambon sejak Juli 2018 lalu. Saat itu dengan berat hati dia menumpangi kapal menyebrangi lautan dan meninggalkan anak dan istrinya di Desa Lolibu, Kecamatan Lakudo, Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara, hanya karena ingin keluarganya tidak hidup susah di kampung halaman.

Baru dua bulan bekerja banting tulang mencari nafkah sebagai pengayuh becak di Kota Ambon, Rasilu tertimpa musibah. Peristiwa yang tidak pernah diharapkannya itu terjadi saat dia sedang mengantar seorang penumpang bernama Maryam menuju Rumah Sakit dr Latumeten Ambon.

Menurut Rasilu, Maryam yang saat itu dalam kondisi sakit diantarnya bersama seorang saudara Maryam dari Lorong Silale, Kecamatan Nusaniwe, menuju rumah sakit sambil menyusuri Jalan Sultan Babullah. Namun tanpa diduga, sebuah mobil melaju dari arah belakang dan langsung menyerempat becak yang ia bawa.

Alhasil kecelakaan tak dapat dihindari hingga menyebabkan Maryam meninggal dunia setelah beberapa saat dirawat di rumah sakit seusai kejadian itu. “Saya kaget saat itu dan langsung mencoba menghindar dari mobil hingga becak terbalik, apalagi saat itu hujan jadi jalan licin. Tapi mobil itu langsung pergi begitu saja,” katanya.

Atas kejadian itu, Rasilu lalu ditahan polisi dan selanjutnya menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Ambon hingga pada akhirnya hakim memvonisnya bersalah dan menghukumnya selama 1 tahun 6 bulan penjara pada sidang putusan yang digelar 20 Februari, dua pekan lalu.

Hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan yang dijatuhkan majelis hakim kepada Rasilu itu hanya turun 4 bulan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang sebelumnya menuntut Rasilu dihukum selama dua tahun penjara. Meski hukuman yang diterima Rasilu di luar dugaan, namun dia tetap berusaha untuk selalu sabar dan ikhlas menjalani takdir kehidupan yang diterimanya.

Menurut Rasilu, dia sama sekali tidak pernah menyangka hakim akan memvonisnya dengan penjara selama 1 tahun 6 bulan. “Saya pikirnya nanti hukumannya satu atau dua bulan, karena pihak keluarga korban juga sudah mencabut laporan dan membuat surat pernyataan, tapi ternyata tidak, ya ikhlas saja,” katanya.

Rasilu mengatakan, saat ini ia hanya bisa pasrah dan bersabar menerima kenyataan yang dihadapi sambil terus berdoa agar cobaan yang diterima saat ini cepat berlalu.

Dia juga berharap agar keluarganya tetap mendoakannya sehingga kelak mereka bisa berkumpul lagi. “Prinsip saya sabar dan terus sabar, yang penting doa dari keluarga tidak pernah putus, dan itu yang saya harapkan,” katanya.

Rindu anak istri Sebagai kepala keluarga, Rasilu menyadari bahwa cobaan yang menimpanya sangatlah berpengaruh terhadap kondisi keluarganya di kampung halaman.

Lebih-lebih bagi lima orang anaknya yang masih membutuhkan perhatian. Rasilu bercerita saat musibah tersebut menimpanya, dia tak berhenti mengingat istri dan anak serta ibunya yang sudah tua di kampung halaman. Bahkan hingga saat ini, dia mengaku kerap tidak bisa tidur saat mengingat orang-orang yang ia sayangi itu.

“Saya rindu sekali anak dan istri saya di kampung, saya rindu sekali ibu saya, dia sudah tua sekali dan saya sangat rindu kepadanya,” ucap Rasilu sambil meneteskan air mata.

Suasana semakin sedih saat Rasilu mulai menceritakan kondisi ibunya yang mulai sakit-sakitan karena usianya yang semakin menua dan istrinya yang terus banting tulang untuk menafkahi kelima anaknya.

Menurut Rasilu, sang istri berulang kali menghubunginya dan terus menceritakan kondisi keluarganya di kampung halaman yang semakin sulit setelah ia ditahan. Saat itu,Rasilu kemudian meminta istrinya agar menemui kakak Rasilu.

“Saya minta istri saya untuk meminjam uang untuk beli beras dari kakak saya. Tapi kasihan mereka juga sudah berkeluarga sampai berapa kali mereka harus membantu keluarga saya. Ibu saya juga sudah tua sudah 80 tahun dan dia terus sakit-sakitan,” katanya.

Kondisi yang menimpa Rasilu membuat dia jarang tidur di malam hari karena terus memikirkan keluarganya. Meski begitu, dia mengaku terus berdoa agar segala kesulitan yang menimpa keluarganya dapat dilalui dengan sabar. “Istri saya juga mengalami hal yang sama, dia sering terbangun di malam hari dan menangis saat melihat anak-anak,” katanya.

Rasilu mengatakan, saat ini dia hanya bisa pasrah dan terus berdoa agar keluarganya di kampung halaman tetap diberikan ketabahan dalam menjalani cobaan yang ada. Dia menyadari keluarganya sangatlah terbebani dengan kondisi yang terjadi saat ini. Meski begitu dia meminta agar mereka terus berdoa dan berdoa. “Saya di sini juga setiap hari selalu mendoakan mereka, saya berdoa agar mereka semua terus sehat dan diberikan kekuatan oleh Tuhan,” ujarnya. (Selesai)