Oleh : Zulfikar Halim Lumintang, SST (Statistisi Muda BPS Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara )

Merengek akan semakin mempertegas bahwa buruh tidak siap dalam menghadapi persaingan global tenaga kerja. Ditambah lagi, kritik tanpa solusi juga sudah bukan jamannya lagi. Karena hanya akan membuat satu pihak sakit hati dan yang lainnya merasa sudah menyampaikan aspirasi dari hati.

Tak bisa dipungkiri, buruh masih menjadi komponen utama penggerak industri di negeri ini.

Perannya bak jantung dalam tubuh industri. Apabila tidak ada buruh yang bekerja, industry akan mati seketika. Jadi sebenarnya, posisi buruh sangat kuat jika ingin merengek minta agar kebutuhannya dipenuhi.

Contoh kasus, masuknya Tenaga Kerja Asing yang menimbulkan protes dari Buruh Lokal. Kita pun sebenarnya hampir bosan disuguhi berita ini. Protes, protes, dan protes. Seakan, hukum aksi-reaksi ala Newton berlaku dengan cepat disini.

Masuknya Tenaga Kerja Asing ke Indonesia seharusnya menjadi sebuah kewajaran yang harus dimaklumi bersama. Pun hal tersebut juga terjadi di hampir seluruh negara di dunia.

Ya, karena persaingan kualitas tenaga kerja memang sudah terjadi. Tak peduli asal negara, tak peduli golongan, asalkan kompetensi sesuai dengan pasar kerja, maka dia lah yang akan memenangkannya.

Sebagai perbandingan, pernahkah kita mendengar protes buruh dari negara lain yang dimasuki oleh Tenaga Kerja Indonesia? Saya rasa hampir tidak pernah. Coba kita tengok, kenapa hal ini bisa terjadi.

Sebut saja Arab Saudi. Ada sekitar 7.018 orang Indonesia dengan dokumen resmi bekerja disana. Dan sangat jelas, tidak hanya Tenaga Kerja Indonesia saja yang numpang cari makan disana.

Somalia, Mesir, Bangladesh dan banyak lagi negara Benua Afrika yang mengirim tenaga kerja mereka kesana. Bagaimana sambutan Arab Saudi?

Menolak? protes? tentu tidak. Salah satu alasannya adalah Tenaga Kerja pribumi (Arab Saudi) berhasil menjadi boss atau penguasa di tanah sendiri. Mereka sangat leluasa dalam mengatur bisnis mereka sendiri.

Derajat mereka lebih tinggi dibanding Tenaga Kerja Asing (luar Arab Saudi). Tenaga Kerja Asing hanya mereka pekerjakan sebagai “pesuruh” saja, tidak lebih dari itu. Lebih dari itu, kompetensi Tenaga Kerja lokal sudah sangat mumpuni.

Dengan begitu, prinsip keadilan akan terpenuhi. Ya, keadilan dalam arti sesungguhnya. Pribumi mengelola kekayaan negeri sendiri dan tak lupa berbagi dengan non pribumi. Sungguh hubungan yang harmonis sekali.

Bagaimana dengan Indonesia? Posisi Indonesia sepertinya masih berada di bawah Arab Saudi dalam hal pengaturan Sumber Daya Manusia, khususnya Tenaga Kerja. Indonesia masih berkutat dengan rendahnya pendidikan tenaga kerja, sehingga sebagian besar dari mereka hanya bisa menjadi tenaga kerja kasar saat bersaing dalam pasar kerja.

Jangankan perusahaan asing, perusahaan lokal pun akan berpikir demikian jika yang masuk pada bursa kerja mereka tenaga kerja berpendidikan menengah apalagi yang hanya lulus tingkat dasar.

Sebenarnya, masalah ijazah yang rendah akan dimaafkan ketika kompetensi yang dimiliki melebihi ekspektasi. Hanya saja, tidak banyak manusia Indonesia yang memiliki kelebihan seperti itu.

Kebanyakan dari kita masih berpikir bahwa pengetahuan yang "legal" hanya diperoleh dari pendidikan formal. Seakan-akan pengembangan diri melalui budaya belajar mandiri bukan merupakan solusi. Harus dicekoki.

Inilah yang menjadi penyebab gagapnya para buruh kita ketika melihat para "pesaing" mereka bersua ke kandang sendiri. Terlebih lagi, negara ini masih butuh asupan modal dari asing, masih butuh belajar bagaimana membangun industri berskala internasional.

Jangan bandingkan dengan Korea Utara yang menolak investasi asing. Kita bukan seperti mereka. Kita sebagai rakyat jelata juga tidak mengetahui pasti, apakah masuknya Tenaga Kerja Asing dari China itu merupakan kesepakatan pemerintah kedua negara dalam menjalin Kerjasama investasi.

 

Ilustrasi : Demo Buru di Indonesia

Ataupun merupakan salah satu syarat pelunasan utang negara. Apalagi dengan kondisi pandemi saat ini. Meskipun data dari pemerintah menunjukkan kasus penularan Covid-19 yang sudah jauh menurun.

Ditambah lagi perekonomian mulai membaik, yang ditunjukkan dengan positifnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III 2021 dibandingkan triwulan II 2021 (q-to-q) sebesar 1,55%.

Pun dibandingkan dengan triwulan II 2021 (y-to-y) sebesar 3,51%. Namun, perlu diingat jika Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mengalami peningkatan utamanya pada penduduk usia muda.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada penduduk usia 20-24 tahun sebesar 17,66% pada Februari 2021, meningkat 3,36% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 14,3%.

Peningkatan TPT terbesar kedua ada pada penduduk usia 25-29 tahun. Pada Februari 2021, TPT kelompok usia ini sebesar 9,27%, meningkat 2,26% dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 7,01%.

Tingkat PHK para buruh masih tinggi dianggap wajar, karena industry belum sanggup menanggung biaya produksi. Namun bersamaan dengan itu, masuknya Tenaga Kerja Asing dari China-lah yang membuat hal ini menjadi tidak wajar.

Kebijakan yang perlu diterapkan pemerintah dalam menjamin Tenaga Kerja Indonesia agar tetap mampu bersaing dalam pasar tenaga kerja salah satunya adalah meningkatkan kualitas pendidikan.

Kita harus meniru negara maju dalam menerapkan kurikulum pendidikan. Negara maju cenderung untuk mengarahkan anak-anak sudah memiliki spesialisasi kompetensi sejak dini. Sehingga mereka bisa terfokus untuk meningkatkan kompetensi di bidangnya.

Tidak semuanya dipelajari seperti di Indonesia. Dengan kualitas pendidikan tenaga kerja yang bagus, permasalahan terbatasnya lapangan kerja di dalam negeri tentu tidak akan menjadi masalah.

Karena mereka nantinya akan bisa menciptakan lapangan kerja sendiri ataupun menjadi tenaga ahli di negara lain, jika Indonesia tidak sanggup lagi menampungnya.

Kebijakan yang matang tetapi tidak didukung dengan kemauan individu untuk maju tentu akan percuma.  Oleh karena itu, peran pemerintah tidak hanya menyiapkan “wadah” saja, tetapi juga mendorong kemauan penduduk untuk belajar dengan masif, salah satunya melalui sekolah gratis.

Dengan begitu, semoga tenaga kerja kita tidak lagi merengek di kandang sendiri, mengemis pekerjaan. Tetapi bisa menguasai lapangan usaha di negara lain juga (*)