Oleh : Zulfikar Halim Lumintang, SST (Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara)

SEKTOR konstruksi merupakan sektor unggulan yang dimiliki oleh Indonesia. Sektor ini berhasil menyumbangkan 10,70% untuk PDB Indonesia pada triwulan I 2020. Keberadaannya seperti aliran darah bagi negara kita, Indonesia. Kita lihat saja, semasa periode pertama Presiden Joko Widodo memimpin, beliau selalu mendengungkan pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana untuk kepentingan rakyat.

CNBC Indonesia dalam wawancaranya kepada presiden Jokowi, mengungkapkan, 782 km jalan tol, 3.887 km jalan nasional, jalan desa 191.000 km, 15 bendungan, 945 embung, 7 pos lintas batas negara, dan 3,5 juta unit rumah berhasil dibangun.

Namun, selama pembangunan infrastruktur di Indonesia, banyak isu negatif yang beredar. Diantaranya penggunaan tenaga kerja asing. Isu ini memang cukup nampak meyakinkan. Karena banyak bukti yang menunjukkan masuknya tenaga kerja konstruksi asal China ke Indonesia.

Di masa pandemi Covid-19 ini, isu masuknya tenaga kerja di bidang industri maupun pertambangan dari China kembali mendapat sorotan. Kalau didiamkan, hal itu bisa merambah ke tenaga kerja sektor konstruksi juga. Protes keras jelas dilancarkan. Pasalnya, China merupakan negara pusat menyebarnya pandemi Covid-19. Tidak lucu, jika penerapan PSBB dilakukan secara ketat bagi masyarakat Indonesia. Tapi longgar bagi warga negara asing yang ingin masuk ke Indonesia.

Jadi, sebenarnya bagaimana kondisi tenaga kerja konstruksi di Indonesia semasa pandemi Covid-19 ini? Masihkah bisa bertahan seperti sektor pertanian?

Kabar Tenaga Kerja Konstruksi

Pada tahun 2018 jumlah penduduk yang bekerja pada sektor konstruksi mencapai 7,06 juta jiwa atau setara dengan 5,55% dari total penduduk bekerja pada saat itu. Kemudian pada tahun 2019 jumlahnya mencapai 7,62 juta jiwa atau setara dengan 5,89% dari total penduduk bekerja pada saat itu. Atau bisa dibilang jumlahnya meningkat 0,56% dari Februari 2018.

Kemudian, Selama awal pandemi Covid-19 (Februari 2020), jumlah penduduk bekerja di konstruksi mencapai 7,97 juta jiwa. Jumlah tersebut setara dengan 6,08% dari keseluruhan penduduk bekerja. Jika dilihat dari series tahunnya, maka jumlah penduduk bekerja di sektor konstruksi selalu mengalami peningkatan. Meskipun peningkatannya lebih kecil dari tahun sebelumnya, yaitu hanya mencapai 0,19%.

Pada tahun 2020, rata-rata upah buruh konstruksi mencapai Rp 2.979.230,-. Jika dirinci berdasarkan jenis kelamin, rata-rata upah buruh konstruksi yang berjenis kelamin perempuan memiliki rata-rata upah yang lebih tinggi, dibandingkan buruh konstruksi yang berjenis kelamin laki-laki.

Tercatat rata-rata upah buruh berjenis kelamin laki-laki hanya mencapai Rp 2.962.956,-. Sedangkan rata-rata upah buruh berjenis kelamin perempuan bisa mencapai Rp 3.614.856,-. Hal ini dimungkinkan terjadi, karena bisa dibilang buruh kasar pada sektor konstruksi (mayoritas) diisi oleh mereka yang berjenis kelamin laki-laki.

Seperti yang kita ketahui, bahwa buruh kasar memiliki upah yang kecil juga. Namun, setelah berjalan beberapa bulan, tepatnya sampai berakhirnya triwulan I 2020.  Hasil evaluasi Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa kegiatan usaha sektor konstruksi tumbuh terkontraksi (menurun) dengan Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar -0,08%. Nilai SBT tersebut lebih rendah dari triwulan IV 2019 yang mencapai 0,66%.

Terkontraksinya sektor konstruksi pada triwulan I 2020, disinyalir disebabkan oleh melemahnya pangsa permintaan proyek konstruksi/infrastruktur dalam negeri. Kemudian curah hujan yang meningkat, juga menjadi penyebab terlambatnya proses pengerjaan proyek. Namun penyebab yang paling mendasar adalah terjadinya wabah Covid-19.

Wabah Covid-19 mengharuskan pembatasan gerak para pekerja proyek. Menyebabkan terlambatnya distribusi bahan bangunan, karena Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Saran Kebijakan

Pemerintah mengecualikan sektor konstruksi dalam PSBB. Hal ini guna roda perekonomian tetap berputar. Para pekerja sektor konstruksi tetap bekerja seperti biasanya, dan tetap memperhatikan protokol kesehatan demi mencegah penyebaran Covid-19.

Pemerintah tentu sudah merencanakan hal tersebut dengan matang. Mengingat kalau kegiatan konstruksi yang belum selesai, lalu tiba-tiba dihentikan begitu saja. Tentu akan berdampak pada kualitas bangunan kedepannya.

Hal ini tentu juga membahagiakan bagi buruh kasar konstruksi. Mereka masih tetap bisa bekerja sebagaimana biasa. Dan tetap mendapatkan gaji untuk menyambung hidup keluarga. Berbeda dengan misalnya para pekerja di sektor transportasi, banyak sopir bus antarkota, sopir taksi yang dirumahkan selama pandemi Covid-19. Namun, tetap yang perlu diingat adalah pandemi Covid-19 ini tidak akan memilih korban yang harus diinfeksi. Siapapun yang memiliki ketahanan tubuh atau sistem imun yang lemah, maka dialah yang akan terinfeksi.

Jadi, kegiatan pada sektor konstruksi bisa tetap dijalankan. Asalkan para pekerjanya tidak diberi beban kerja berlebih. Agar tidak kecapekan, dan sistem imun melemah. Maka dari itu, perusahaan konstruksi yang menaungi mereka harus mengatur jam kerja dan shift para pekerjanya. Supaya kondisi para pekerja konstruksi tetap aman terkendali (***)