BERITABETA.COM, Ambon – Penghargaan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon terhadap 55 musisi asal Maluku dengan cara menyematkan prasasti di kawasan Pattimura Park, Kota Ambon mendapat kritikan dari Ekonom dan Konsultan Perencanaan Daerah dan Keuangan Publik Julius R. Latumaerissa.

Akademisi asal Maluku ini menyampaikan 5 poin penting yang dinilai menjadi dasar agar pemberian prasasti itu dapat ditinjau kembali.

“Saya melihat ini bentuk apresiasi Pemkot Ambon kepada para musisi dan pelaku musik asal Maluku yang sudah berkontribusi kepada industri musik di tanah air. Dan saya yakin ini berkaitan dengan kedudukan Kota Ambon sebagai Kota Musik Dunia. Namun ada beberapa catatan yang perlu dipertimbangkan lagi,” kata Julius kepada beritabeta.com di Ambon, Rabu (3/11/2021).

Menurutnya, dari sisi ukuran besarnya sudah cukup baik, namun dari cara peletakan atau penempatan prasasti tersebut perlu dipikirkan ulang. Pasalnya, letak puluhan prasasti itu dapat melukai perasaan, eksistensi dan marwah para musisi tersebut dan komunitas musisi serta pekerja musik dan seni lainnya.

“Baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Rasanya kurang elok dan manusia,” tandasnya.

“Saya boleh menyarankan, pada prasasti tersebut sebaiknya wajah para pelaku musik tersebut harus ada sehingga menjadi satu kesatuan dan mudah dikenal oleh masyarakat kota Ambon,” sambungnya.

Selian itu, Latumaerissa mengatakan,  bila pemberian prasasti ini menjadi bagian dari rencana Pemkot Ambon melalui Dinas Pariwisata, maka sebaiknya penentuan pelaku musik untuk dibuatkan prasastinya memiliki kriteria yang objektif, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada  publik.

“Pelaku musik asal Maluku ini sangat banyak sejak dulu, sehingga tidak boleh menimbulkan kecemburuan atau persinggungan sosial,” tegasnya.

Ia mencontohkan,  sebaiknya  kriteria pelaku musik yang diberikan prestasi itu memniliki ketentuan seperti skala nasional, sudah menciptakan lagu pop lebih dari 10 lagu,  sudah meninggal atau masih hidup dan seterusnya.

Hal ini, tambahnya,  akan mengabarkan aspek objektivitas dan keadilan.

“Jika penentuannya disebabkan kedekatan emosional, ini sangat tidak objektif dan berpotensi merusak persatuan pelaku musik itu sendiri,” bebernya.

Ia bahkan mengusulkan agar semua kriteria itu  harus disusun dengan melibatkan unsur-unsur pelaku musik. Tujuannya  untuk didengar masukan dan pertimbangan mereka sehingga pada tahap perencanaan dan implementasi program sudah terakomodir kelompok pelaku musik tersbeut.

Mereka yang dinilai dapat dilibatkan antaranya, Butje Patti, Enteng Tanamal, Bob Tutupoli, Ade Maunuhutu, Lex Trio, Harvey Malaiholo, Om Zeth Lekatompessy, Hamdan ATT dan juga musisi seperti John Putuhena dkk.

“Mereka ini senior pelaku musik yang perlu diminta masukan dan pertimbangannya,” urainya.

Selain kriteria di atas, perlu juga dilakukan pengelompokan para pelaku musik tersebut, seperti penyanyi solo siapa saja, vocal group siapa saja, trio siapa saja dan sebagainya sehingga lebih clean and clear.

“Musisi kita sangat banyak, jadi harus ada pengelompokkan,” ungkapnya.

Latumaerissa menambahkan, beberapa masukan ini disampaikan kepada Pemkota Ambon melalui OPD terkait, agar dapat dipertimbangkan untuk dilaksanakan.

“Kita pingin semuanya  memenuhi unsur-unsur objektifitas dan dapat mereduksi persinggungan dn ketersinggungan sosial, khususnya para pelaku musik baik yang di Ambon dan di luar Ambon,” tutupnya (*)

Pewarta : dhino.p