BERITABETA.COM, Ambon - Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia menggelar kegiatan  sosialisasi budaya sensor mandiri di Provinsi Maluku, dengan tema "cerdas memilah dan memilih tontonan" pada Senin (17/7/2023).

Kegiatan sosialisasi yang digelar ini bertujuan untuk mengendalikan bentuk tontonan film yang tidak wajar dan memberikan edukasi agar penonton dapat memilih film yang berkualitas sesuai dengan umur.

Kegiatan ini berlangsung di Swissbell-Hottel Ambon, dan diikuti organisasi kepemudaan, mahasiswa, pelajar, Dinas Komunikasi dan Informatika, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, ulama, kalangan media dan lainnya.

Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XX Provinsi Maluku Dody Wiranto menyambut baik dan memberikan apresiasi atas kolaborasi yang diinisiasi oleh lembaga sensor film (LSF) yang bekerja sama dengan BPK Wilayah XX Ambon.

Untuk peningkatan kualitas literasi tontonan dan perfilman dan secara televisi ataupun kebudayaan Maluku maupun Ambon. Hal ini penting sebagai jalan untuk menjaga budaya-budaya nasional dan melindungi anak-anak dari dampak negatif.

"Film sangat penting untuk daya kembang anak terutama dalam pembentukan pola pikir dan sikapnya. Disadari atau tidak, itu merupakan produk visual yang paling berpengaruh terhadap perilaku anak,” ungkapnya.

Disamping itu, kata Dody berdirinya platform digital yang diketahui bersama melalui platform HP, yang bisa diakses bebas oleh masyarakat membuat semua harus bisa berhati-hati untuk mengontrol setiap anak  dalam menonton sebuah tayangan.

Menurut Dody, tentu persoalan ini menjadi tanggung jawab kita bersama dalam hal tersebut Lembaga Sensor, LSF tidak bekerja sendiri peran serta masyarakat di dunia pendidikan dan para pemangku kepentingan kompeten sangat dibutuhkan.

"Pada hari ini rencana program Lembaga Sensor Film Program Budaya Sensor Mandiri untuk mengatasi dampak dari hal ini tsunami tontonan yang terjadi di area tontonan menjadi tanggung jawab yang saya sebutkan. Sehingga nantinya diharapkan dapat menumbuhkan budaya dalam masyarakat agar mampu memilah dan memilih tontonan sesuai usianya,"ujarnya.

Dody juga meminta bantuan bersama, karena tumbuhnya gerakan ini kedalam masyarakat sangat penting. Peran orang tua, peran keluarga dan lingkungan sekitar yang jadi peran utama, dalam menentukan tontonan mana yang layak atau yang tidak dikonsumsi.

"Oleh karena itu dengan kegiatan sosialisasi di Provinsi Maluku, tepatnya di Kota Ambon. Saya kira bisa membuat anak muda, komunitas perfilman dan instansi dan lembaga terkait kebudayaan akan  membantu menyuarakan kegiatan hari ini di kota Ambon,"pintanya.

Ketua Komisi II LSF Indonesia Ahmad Yani Bazuki  mengatakan film sebagai karya seni budaya memiliki peran strategis dalam ketahanan budaya bangsa dan kesejahteraan masyarakat lahir batin. Karena itu, negara bertanggung jawab memajukan perfilman di Indonesia.

"Kegiatan ini bertujuan untuk memiliki keseragaman pemahaman mengenai perundang-undangan perfilman, dari mulai pembuat hingga penikmat film agar mereka mengerti undang-undang perfilman yang ada di Indonesia,"katanya.

Menurut Bazuki, LSF adalah lembaga independen tetapi di tuntut oleh pemerintah, Independensinya harus mencerminkan bahwa film harus sebagai karya seni budaya, untuk independensi juga.

"LSF dengan tuntutan yang ada dan banjirnya informasi dan berbagai macam faktor penayangannya itu menjadi kita tidak cukup lagi mengemban tugas LSF yang diamanatkan dalam undang-undang itu adalah melindungi masyarakat dari dampak negatif, kalau positifnya banyak, tidak usah disebut. Karena nilai dampaknya ini yg perlu di pahami,"ujarnya.

Bazuki menambahkan semua orang merasakan perkembangan teknologi terkait dengan penayangan informasi-informasi yang  istilahnya adalah tsunami informasi. Karena begitu mudahnya orang membuat tayangan dan mudahnya orang menyebarkan dan mudahnya orang mengakses kadang-kadang tidak terpikir di sana bagaimana dampaknya.

"Kalau kita mendiskusikan dengan ahli sosiologi, kalau orang menonton tidak sesuai klasifikasi usianya itu bisa berdampak bukan hanya sesuatu berkepanjangan. Karena otak seorang anak akan memikirannya bahwa saya bisa terbentuk oleh apa yang ditontonnya apalagi kalau berulang-ulang,"tambahnya.

Ia menambahkan,  sosialisasi budaya sensor mandiri adalah upaya yang sangat baik untuk membangun masyarakat yang cerdas dalam memilah dan memilih tontonan yang tepat (*)

Pewarta : Febby Sahupala