Lobster Ikut Geger Saat Pandemi

Oleh : Zulfikar Halim Lumintang, SST (Statistisi Muda BPS Kolaka, Sulawesi Tenggara)
Belum lama ini Indonesia digegerkan oleh ditangkapnya Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Edhy Prabowo oleh KPK. Dugaan kasus suap perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan lainnya menjerat mantan (bukan alumni) Taruna Akmil tersebut.
Lebih jelasnya, ketua KPK, Firli Bahuri mengonfirmasi bahwa sang Menteri ditangkap karena korupsi izin ekspor benih lobster. Sebelumnya, Menteri KKP memang mencabut larangan ekspor benih lobster yang diatur dalam Permen Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia.
Pencabutan larangan ekspor benih lobster tentu jelas menimbulkan polemik, diantaranya akan merugikan pembudidaya lobster Indonesia, karena harga jual benih dan harga jual lobster sangat jauh bedanya.
Tercatat harga benih lobster yang paling mahal hanya mencapai Rp 15.000,- s.d. Rp 20.000,- per ekor. Sedangkan harga lobster dewasa bisa mencapai Rp 210.000,- s.d. Rp 400.000,- per kg.
Pencabutan larangan tersebut, tampaknya langsung terlihat. Badan Pusat Statistik mencatat mencatat adanya lonjakan ekspor benih lobster pada Agustus 2020 hingga mencapai US$ 6,43 juta atau Rp 94,5 miliar (kurs Rp 14.700 per dolar AS) walau perekonomian global tertekan pandemi Covid-19. Angka tersebut merupakan nilai dari volume ekspor benih lobster 4,216 ton.
Dari segi kandungan gizi, lobster merupakan bahan konsumsi yang mengandung banyak gizi.
Berdasarkan National Nutrient Database Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), satu cangkir lobster matang (145 gram) mengandung 129 kalori, 1,25 gr lemak, dan 27,55 gr protein.
Selain itu, lobster juga merupakan sumber makanan yang kaya akan tembaga, selenium, zink, fosfor, vitamin B12, magnesium, vitamin E, dan sedikit asam lemak omega-3.
Dengan kandungan gizi tersebut, dengan mengonsumsi lobster tentu akan mendapatkan manfaat yang banyak.
Diantara manfaatnya adalah menurunkan kadar kolesterol karena kandungan omega-3 nya, menyehatkan mental, baik untuk penderita anemia, dan mengoptimalkan fungsi tiroid hal ini dibuktikan dengan orang yang mengalami penyakit tiroid namun kondisinya membaik seiring dengan mengonsumsi selenium. Selenium sendiri juga merupakan kandungan di dalam lobster.
Indonesia sebagai produsen lobster, tentu juga tidak ingin mendapatkan profit sekecil itu, ditambah lagi pandemi Covid-19 yang masih belum berakhir membuat biaya yang dikeluarkan pembudidaya lobster nampaknya meningkat juga.
Terlihat dari Indeks Harga yang Dibayar Pembudidaya (Ib), dimana September 2020 mencapai 105,28 kemudian saat Oktober 2020 mencapai 105,45.
Indonesia seharusnya memanfaatkan posisinya sebagai produsen lobster dengan baik. Jangan sampai nasib lobster sama dengan cacao yang sempat menjadi komoditas perkebunan unggulan di Indonesia.
Dimana kita mengekspor ke Eropa dalam bentuk mentah, kemudian negara tersebut mengolah cacao sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Sebagai hewan yang hidup di laut, lobster bisa masuk dalam kategori perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Ditambah lagi, sekarang lobster juga bisa dibudidayakan di air tawar.
Jadi, banyak sekali variasi lobster yang ada di Indonesia, dengan harga berbeda tentunya. Kayanya model budidaya dan penangkapan lobster seharusnya diimbangi dengan produksi yang tinggi juga. Jangan sampai kalah dari Vietnam.
Vietnam menjadi rival Indonesia dalam hal budidaya lobster. Apalagi, setelah aturan ekspor benih dicabut, budidaya lobster semakin menggila.
Faktor penyebabnya jelas, Vietnam mendapatkan impor benih lobster dari Indonesia, lagipula dengan garis pantai yang dimiliki hanya 1/10 dari Indonesia tidak mungkin rasanya Vietnam bisa menjadi pesaing ketat Indonesia dalam hal budidaya lobster.
Selain mengontrol dari sisi ekspor benih, para peneliti kelautan dan perikanan, khususnya lobster seharusnya juga rajin untuk senantiasa menemukan spesies lobster yang baru, tentunya yang unggul. Karena hal ini akan membawa dampak positif bagi Indonesia.
Dengan begitu, Indonesia tidak hanya akan dikenal sebagai produsen lobster oleh dunia. Melainkan juga sebagai "perpustakaan" lobster.
Yang paling penting adalah sebagai penghasil lobster, jangan sampai ada masyarakat Indonesia sendiri yang belum pernah mengonsumsi lobster. Apalagi alasannya dikarenakan harganya yang mahal.
Oleh karena itu, perlakuan harga lobster yang lebih miring bagi pribumi juga penting untuk diterapkan. Karena selain berpikir secara ekonomis, kita juga harus memikirkan kualitas makanan masyarakat Indonesia juga (*)