Disamping akan memberikan keuntungan yang lebih besar kepada para pelaku wisata lainnya seperti hotel, restoran dan bentuk usaha wisata lainnya; (b) dari aspek Sosial, pariwisata merupakan industri yang bersifat “labor Intensive”, dan merupakan sektor ekonomi yang banyak menyerap tenaga kerja dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya.

Dan (c) dari aspek Politik-Hukum, pengembangan ekowisata bahari sudah sepenuhnya mendapatkan dukungan Raja Kataloka dan seluruh masyarakat kecamatam Pulau Gorom dan selanjutnya tinggal menunggu dukungan pemerintah serta motivasi para investor untuk membuka usaha sarana wisata di daerah Gorom tersebut.

Sementara hasil kajian dari Amkieltiela et al (2016) dari WWF-Indonesia yang mendasari Indeks Kesesuaian Wisata (IKW), mengidentifikasi 8 lokasi potensial untuk kegiatan menyelam yang tersebar di Pulau Koon, Pulau Grogos, Pulau Nukus, Pulau Gorom, dan Pulau Panjang. Lokasi-lokasi ini memiliki kondisi terumbu karang yang masih cukup baik dengan keanekaragaman ikan karang yang cukup tinggi.

Selain itu, beberapa biota unik dan karismatik yang menjadi parameter juga ditemukan, yaitu blacktip reef shark, whitetip reef shark, udang mantis, moray eel, Bumphead, kima, nudibranch, dan penyu.

Keindahan alam laut Pulau Koon dan sekitarnya masih cukup terjaga dan bisa mendatangkan keuntungan ekonomi melalui pariwisata. Tercatat ada 12 liveaboard singgah di perairan sekitar Pulau Koon dan Pulau Neiden pada tahun 2014 dan sekitar 540 wisatawan melakukan penyelaman pada tahun 2015.

Selain itu, berbagai biota laut karismatik juga dapat ditemukan di kawasan ini, di antaranya adalah dugong, hiu, penyu, lumba-lumba, dan hiu paus.

Festival Kataloka sebagai ajang promosi parawisata lokal, yang melibatkan partisipasi dan keterlibatan lokal yang kuat dari masyarakat Gorom telah memberi pijakan kuat bagi daerah untuk memperkuat dan mengembangkan Pulau Koon.

Pulau Koon sebagai Ikon Wisata Bahari butuh sentuhan dan kehadiran berbagai pemangku kepentingan untuk menjadikannya sebagai salah satu keunggulan kompetitif daerah.

Skema pentahelix yang melibatkan pemerintah, komunitas, indutri pariwisata, perguruan tinggi, dan media dapat menjawab tantangan pembangunan pariwisata bahari di Seram Bagian Timur.

Pendekatan Pentahelix meniscayakan kepemimpinan daerah yang kuat dengan jejaring sosial, ekonomi, dan politik yang luas pada aras lokal, nasional bahkan internasional. Prasyarat ini bisa ditemukan pada sosok Fachri Husni Alkatiri dan Arobi Kilian yang serius menawarkan konsep ini dalam pembangunan SBT.

Menjadikan Pulau Koon sebagai ikon wisata bahari ada dalam dua kewenangan, yakni kewenangan pengelolaan sektor kelautan oleh pemerintah pusat dan provinsi, serta pengelolaan parawisata bahari oleh pemerintah kabupaten. Disinilah koordinasi, kerjasama, fasilitasi, dan sinergi antar pemerintahan dibangun untuk mendorong daerah membangun dan berkembang.

Strategi yang perlu dilakukan untuk mendorong wisata bahari antara lain, pengembangan aksesibilitas dari daratan utama ke pulau-pulau serta antar pulau, peningkatan infrastruktur pendukung wisata bahari, penyediaan sarana dan prasarana pendukung wisata bahari, penguatan promosi wisata, peningkatan investasi sektor wisata, fasilitasi pengembangan wisata bahari oleh pemerintah provinsi dan pusat, membangun jejaring pengembangan wisata bahari di SBT (***)