Oleh : Ahmad Mony (Pemerhati Sosial)

SALAH satu sektor yang digadang sebagai penopang ekonomi nasional dan lokal adalah sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) memiliki banyak potensi wisata, seperti wisata alam, wisata bahari, wisata sejarah dan budaya, yang dapat dikembangkan untuk menopang pembangunan daerah serta mendorong tumbuhnya sektor turunan berbasis UMKM dan industri rumah tangga.

Tentunya dibutuhkan sebuah ikon wisata yang dapat menarik pengunjung untuk datang ke SBT.

Data BPS Kabupaten Seram Bagian Timur Tahun 2020 mencatat jumlah pengunjung obyek wisata di SBT terus meningkat dari tahun 2014 sebanyak 1.692 menjadi 6.973 pengunjung pada tahun 2019.

Sayangnya, kecenderungan tersebut hanya terkonsentrasi di Pantai Gumumae. Apa pasal? Bisa jadi karena lokasi Pantai Gumumae sangat dekat, mudah diakses, murah, dan cukup sarana pendukung destinasi. Inilah potret pengelolaan sektor pariwisata dengan segala potensi dan kendala yang dihadapi.

Membangun butuh pendekatan, kajian, dan strategi yang adaptif, dinamis, serta fokus pada kebutuhan dan potensi daerah. Dengan dasar ini, daerah dapat mengembangkan keunggulan kompetitifnya, mendayagunakan potensi daerah, serta beradaptasi terhadap kebutuhan pasar, dan tentunya memiliki wawasan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam.

Strategi pembangunan daerah tentunya meniscayakan kekuatan dan kelemahan, hambatan dan tantangan, serta skala prioritas. Dalam konteks ini, kepemimpinan daerah harus bijak meneropong potensi daerah dengan segala kekuatan dan keterbatasannya untuk dimanfatkan dalam menggerakan ekonomi daerah.

Salah satu potensi unggulan Kabupaten SBT adalah pariwisata bahari yang didukung oleh luas pantai dan keberadaan pulau-pulau kecil dan besar. Daerah ini memiliki 50 pulau yang membentang dari sebelah timur Pulau Seram hingga Pulau Teor.

Di dalamnya terdapat destinasi wisata bahari yang telah diidentifikasi oleh pemerintah daerah, dan dipromosikan di dunia maya oleh beberapa laman berita. Destinasi dimaksud, seperti Gumumae Beach di Kota Bula, Pulau Geser, Tanjung Sesar, Pulau Koon, Kataloka, Pantai Englas, Pulau Karang Bais, Utta Warat, Pantai Kawa, Werinama, dan lainnya.

Kekayaan pantai dan pulau didukung oleh luas laut dan potensi perikanan yang terkandung di dalamnya berupa keindahan terumbu karang, ragam ikan hias, hingga potensi lainnya seperti ekosistem bakau, padang lamun, dan biota langka yang menjadi daya tarik wisata bahari.

Wisata bahari menemukan keunggulannya sebagai salah satu penggerak ekonomi daerah yang potensial ditengah geliat parawisata bahari nasional, regional, dan lokal. Meningkatnya jumlah kelas ekonomi menengah, terutama di daerah-daerah perkotaan selalu identik dengan pemanfaatan waktu luang (leisure time) untuk menikmati hal-hal baru yang menantang, seperti mengunjungi alam terbuka bersama keluarga dan kerabat.

Untuk kebutuhan tersebut, bakal pasangan calon Fachri H. Alkatiri – Arobi Kilian (FAHAM) memiliki strategi pengembangan pariwisata bahari sebagai salah satu sektor unggulan dalam pengembangan ekonomi daerah.

Strategi ini diterjemahkan secara teknis dengan menjadikan Pulau Koon dan gugus pulau disekitarnya sebagai Ikon Pariwisata Bahari di Kabupaten Seram Bagian Timur. Pulau Koon dan gugus pulau disekitarnya merupakan serpihan surga dunia yang hadir untuk memanjakan para petualang dan penikmat wisata pantai dan laut dalam.

Pulau Koon sebagai ikon wisata bahari, didukung oleh beberapa kekuatan, antara lain (i) sudah dikenal luas oleh masyarakat dan wisatawan baik lokal, nasional, maupun manca negara, (ii) didukung oleh riset dan kajian dari berbagai perspektif, (iii) telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi dan zonasi pemanfaatan yang jelas.

Kemudian, (iv) tingginya keterlibatan pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat lokal dalam sistem pengelolaan, serta (iv) adanya kearifan lokal ngam atau sasi laut sebagai dukungan wisata budaya yang telah dipromosikan dalam Festival Kataloka secara swadaya oleh masyarakat Gorom.

Menurut Sutiarso dan Swabawa (2018), pengembangan ekowisata bahari di perairan pulau Koon layak dikembangan yang dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu: (a) dari aspek ekonomi menunjukkan bahwa benefit cost ratio antara penggunaan perahu untuk penangkapan ikan dengan untuk transportasi wisata adalah lebih besar untuk penggunaan transportasi wisata.

Disamping akan memberikan keuntungan yang lebih besar kepada para pelaku wisata lainnya seperti hotel, restoran dan bentuk usaha wisata lainnya; (b) dari aspek Sosial, pariwisata merupakan industri yang bersifat “labor Intensive”, dan merupakan sektor ekonomi yang banyak menyerap tenaga kerja dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya.

Dan (c) dari aspek Politik-Hukum, pengembangan ekowisata bahari sudah sepenuhnya mendapatkan dukungan Raja Kataloka dan seluruh masyarakat kecamatam Pulau Gorom dan selanjutnya tinggal menunggu dukungan pemerintah serta motivasi para investor untuk membuka usaha sarana wisata di daerah Gorom tersebut.

Sementara hasil kajian dari Amkieltiela et al (2016) dari WWF-Indonesia yang mendasari Indeks Kesesuaian Wisata (IKW), mengidentifikasi 8 lokasi potensial untuk kegiatan menyelam yang tersebar di Pulau Koon, Pulau Grogos, Pulau Nukus, Pulau Gorom, dan Pulau Panjang. Lokasi-lokasi ini memiliki kondisi terumbu karang yang masih cukup baik dengan keanekaragaman ikan karang yang cukup tinggi.

Selain itu, beberapa biota unik dan karismatik yang menjadi parameter juga ditemukan, yaitu blacktip reef shark, whitetip reef shark, udang mantis, moray eel, Bumphead, kima, nudibranch, dan penyu.

Keindahan alam laut Pulau Koon dan sekitarnya masih cukup terjaga dan bisa mendatangkan keuntungan ekonomi melalui pariwisata. Tercatat ada 12 liveaboard singgah di perairan sekitar Pulau Koon dan Pulau Neiden pada tahun 2014 dan sekitar 540 wisatawan melakukan penyelaman pada tahun 2015.

Selain itu, berbagai biota laut karismatik juga dapat ditemukan di kawasan ini, di antaranya adalah dugong, hiu, penyu, lumba-lumba, dan hiu paus.

Festival Kataloka sebagai ajang promosi parawisata lokal, yang melibatkan partisipasi dan keterlibatan lokal yang kuat dari masyarakat Gorom telah memberi pijakan kuat bagi daerah untuk memperkuat dan mengembangkan Pulau Koon.

Pulau Koon sebagai Ikon Wisata Bahari butuh sentuhan dan kehadiran berbagai pemangku kepentingan untuk menjadikannya sebagai salah satu keunggulan kompetitif daerah.

Skema pentahelix yang melibatkan pemerintah, komunitas, indutri pariwisata, perguruan tinggi, dan media dapat menjawab tantangan pembangunan pariwisata bahari di Seram Bagian Timur.

Pendekatan Pentahelix meniscayakan kepemimpinan daerah yang kuat dengan jejaring sosial, ekonomi, dan politik yang luas pada aras lokal, nasional bahkan internasional. Prasyarat ini bisa ditemukan pada sosok Fachri Husni Alkatiri dan Arobi Kilian yang serius menawarkan konsep ini dalam pembangunan SBT.

Menjadikan Pulau Koon sebagai ikon wisata bahari ada dalam dua kewenangan, yakni kewenangan pengelolaan sektor kelautan oleh pemerintah pusat dan provinsi, serta pengelolaan parawisata bahari oleh pemerintah kabupaten. Disinilah koordinasi, kerjasama, fasilitasi, dan sinergi antar pemerintahan dibangun untuk mendorong daerah membangun dan berkembang.

Strategi yang perlu dilakukan untuk mendorong wisata bahari antara lain, pengembangan aksesibilitas dari daratan utama ke pulau-pulau serta antar pulau, peningkatan infrastruktur pendukung wisata bahari, penyediaan sarana dan prasarana pendukung wisata bahari, penguatan promosi wisata, peningkatan investasi sektor wisata, fasilitasi pengembangan wisata bahari oleh pemerintah provinsi dan pusat, membangun jejaring pengembangan wisata bahari di SBT (***)