BERITABETA.COM – Sejak konflik kekerasan bersenjata Israel dan Palestina kembali memuncak, suasana lagit malam di wilayah Gaza dan Tel Aviv terus memerah. Pemandangan percikan cahaya merah kerap mewarnai lagit dua kawasan yang dihuni jutaan warga disana.

Ribuan roket dilaporkan telah ditembakkan militer Hamas ke jantung Pertahanan Israel. Tel Aviv dan kota-kota lainnya menjadi sasaran Hamas. Namun, kondisi itu tidak serta meluluhlantakkan kota-kota di Israel.

Ini tak lain karena Israel memiliki teknologi pertahanan yang disebut Iron Dome. Keberadaan alat canggih inilah yang mampu menghalau ratusan roket yang dikirim militer Hamas.

Lalu apa itu Iron Dome?

Iron Dome atau kubah besi, memiliki fungsi anti serangan udaha atau  mematahkan hujan roket Hamas. Olehnya itu,  keberadaan Iron Dome  dirayakan sebagai juru selamat oleh warga Israel.

Mengutip laman Missile Threat, Kamis (13/5/2021), sistem pertahanan ini berisi tiga elemen utama yakni ELM 2084 Multmission Radar (MMR), battle management and weapon control system (BMC), dan unit penembakan yang dilengkapi senjata roket pencegat Tamir.

Iron Dome dibuat layaknya peluncur roket dari darat. Sistem ini memiliki empat roda yang bisa berpindah tempat. Kemampuan lainnya yakni mampu mendeteksi serangan roket dari jarak 4 hingga 70 kilometer, kemudian meluncurkan roket pencegat Tamir yang akan menghancurkan roket penyerang di udara.

Roket pencegat Tamir memiliki spesifikasi panjang 3 meter, diameter 0,16 meter, dengan berat 90 kilogram. Satu roket ini diperkirakan seharga 100 ribu Dollar AS (Rp1,4 miliar) dapat menempuh jarak hingga 40 kilometer.

Sistem yang dimiliki Irone Dome mampu menganalisa arah dan lintasan terbang roket musuh dan mengirimkan informasi tersebut ke sistem peluncur roket penangkal.

Sistem Kerja Iron Dome (Sumber : BBC)

Proses ini terjadi dalam hitungan hanya beberapa detik. Bergantung dari lokasi tembakan, Warga Israel hanya punya waktu antara 15 hingga 90 detik untuk menyelamatkan diri sejak sirene bahaya dibunyikan.

Lantaran ukurannya yang kecil dan ringan, Iron Dome bisa berpindah lokasi dengan relatif cepat. Saat ini terdapat sekitar 10 unit yang disebar di sekitar Israel, menurut pembuatnya, Rafael Defence Systems, sebuah perusahaan negara.

Iron Dome didesain untuk hanya mengintervensi roket yang mengancam pemukiman penduduk. Roket penghalau tidak membidik langsung, melainkan meledak di dekat roket sasaran, dan itu sebabnya menyisakan serpihan yang jatuh ke Bumi.

Efektif Menghalau Roket

Satu unit Iron Dome mobile yang diperkuat 60 buah roket dianggap bisa melindungi sebuah kota beukuran sedang. Untuk melindungi semua wilayahnya Israel diyakini memerlukan 13 unit.

Rafael Defense Systems mengklaim sistem buatannya memiliki tingkat keberhasilan 90 persen. Kepala otoritas pertahanan udara, Moshe Patel mengatakan selama sepuluh tahun terakhir, Iron Dome sudah menghancurkan 2400 roket.

"Setiap roket yang dihancurkan  adalah yang mengarah ke pemukiman warga sipil,” tulis Kementerian Pertahanan di situs internetnya.

Menurut keterangan militer Israel, dalam eskalasi teranyar Hamas menembakkan lebih dari 1.000 roket, dengan sekitar 200 di antaranya mendarat di Jalur Gaza. Hujan roket yang dilancarkan dari satu lokasi Jalur Gaza memaksa sistem Iron Dome beroperasi hingga batasan kapasitas. Sebabnya meski efektif, sebagian roket masih berhasil menghujam pemukiman warga.

Salah satu kelemahan terbesar Iron Dome adalah harganya yang mencapai Rp 1,1 miliar per tembakan. Hal ini pula yang membatasai penggunaan sistem yang ikut dikembangkan oleh Amerika Serikat itu.

Proyek Iron Dome

Dikutip wikipedia.org, proyek pembuatan Iron Dome mulai dilirik pada 2004 oleh Israel. Ide Iron Dome mendapat momentum setelah dilantiknya Jenderal Daniel Gold sebagai kepala biro penelitian dan pengembangan Pasukan Pertahanan Israel (IDF).

Gold adalah pendukung kuat proyek antimisil, bahkan melanggar peraturan kontrak tentara untuk mengamankan pembiayaan. Ia juga membantu membujuk politisi kunci untuk mendukung proyek tersebut.

Ide ini makin mengkuat, menyusul Perang Lebanon Kedua tahun 2006. Sekitar 4.000 roket yang ditembakkan Hizbullah (sebagian besar di antaranya adalah roket Katyusha jarak pendek ) mendarat di Israel utara, termasuk di Haifa, kota terbesar ketiga di negara itu.

Serangan roket menewaskan 44 warga sipil Israel dan menyebabkan sekitar 250.000 warga Israel mengungsi dan pindah ke bagian lain Israel sementara diperkirakan 1 juta orang Israel terkurung di atau dekat tempat perlindungan bom selama konflik.

Di selatan, lebih dari 8.000 proyektil (diperkirakan 4.000 roket dan 4.000 bom mortir) ditembakkan tanpa pandang bulu ke pusat-pusat populasi Israel dari Gaza antara tahun 2000 dan 2008, terutama oleh Hamas.

Hampir semua roket yang ditembakkan adalah Qassam yang diluncurkan oleh peluncur Grad 122 mm yang diselundupkan ke Jalur Gaza, memberikan jangkauan yang lebih jauh daripada metode peluncuran lainnya.

Hampir satu juta orang Israel yang tinggal di selatan berada dalam jangkauan roket, menimbulkan ancaman keamanan yang serius bagi negara dan warganya.

Ancaman demi ancaman ini membuat Israel harus putar otak. Pada Februari 2007, Menteri Pertahanan Amir Peretz memilih Iron Dome sebagai pertahanan Israel terhadap ancaman roket jarak pendek ini.

Sejak itu, sistem senilai $ 210 juta mulai dikembangkan oleh Rafael Advanced Defense Systems yang bekerja sama dengan IDF.

Sistem pertahanan Iron Dome diperkirakan menghabiskan dana hingga 100 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,4 triliun. Satu unit Irone Dome disebut dapat menjaga area seluas 150 kilometer persegi.

Dalam perkembangannya, Iron Dome juga mendapatkan sokongan dari Amerika Serikat. Meski teknologi ini dikembangkan oleh Israel, namun laporan juga menyebut Amerika Serikat turut mendanai pengembangan setelah beroperasi pada 2011.

Berkat dukungan pendanaan itu, AS memiliki hak produksi terhadap Iron Dome Israel. Israel juga membuka kemitraan dengan perusahaan persenjataan AS bernama Raytheon untuk memproduksi beberapa komponen Iron Dome (BB-DIP)