BERITABETA. COM, Jakarta –  Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDI- Perjuangan Mercy Christy Barends mengritisi PT. Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) terkait program virtual pipeline (penyaluran gas tidak melalui pipa) yang hanya memprioritaskan wilayah Indonesia Barat.

“Jika wilayah Indonesia Barat mendapat perhatian besar dengan adanya pembangunan Jaringan Gas RT APBN 2020 sebanyak 52 titik lokasi, lalu apa kompensasi untuk wilayah Indonesia Timur?,” tanya politisi PDI-P Dapil Maluku ini dalam agenda Rapat Dengar Pendapat bersama dengan Direktur Utama PT PGN dan jajarannya di Ruang Rapat Komisi VII DPR RI, Senin (10/2/2020).

Dalam rapat tersebut Mercy menegaskan tiga poin penting yang menjadi catatan kritis kepada PNG.  Pertama, terkait percepatan gasifikasi di wilayah Indonesia khususnya di Indonesia Timur dengan menyiapkan roadmap virtual pipeline. Sebab, dalam rencana kerja pengembangan jaringan gas (jargas) PGN, justru sama sekali tidak menjangkau Indonesia Timur.

“PT PGN perlu siapkan roadmap program virtual pipeline sebagai salah satu bentuk percepatan gasifikasi di wilayah Indonesia Timur paling lambat 17 Februari 2020” tegas Mercy.

Menurutnya, program virtual pipeline adalah kebijakan PGN untuk menyalurkan gas di wilayah Indonesia Bagian Timur. Dan jika pengembangan virtual pipeline ini berjalan baik, kemungkinan besar konversi energi bisa dilakukan dan ini membantu seluruh masyarakat Indonesia untuk bisa menikmati energi gas murah tanpa diskriminasi karena wilayah geografis.

“Ini sangat menyedihkan. Sebagian besar LNG itu berasal dari Indonesia Timur, dari Tangguh dan sekitarnya. Lalu pada 2025-2027, Blok Masela juga hadir,” tegas Mercy.

Kedua, kata Mercy, terkait pembangunan infrastruktur gas di wilayah Indonesia Timur, perlu adanya sinergi antara PT PGN, PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) dalam pembangunan infrastruktur gas di Indonesia.

Ia menjelaskan, berdasarkan KepMen ESDM No 13 Tahun 2020, untuk pembangunan infrastruktur LNG di wilayah Maluku terdapat 7 titik yaitu, di Ambon, Namlea, Seram, Bula, Saumlaki, Langgur dan Dobo. Namun kenyataannya, dalam rencana pelaksanaannya, pembangunan ini masuk ke dalam tahap 2.

“Ini seharusnya dibalik menjadi tahap prioritas mengingat wilayah Indonesia Timur menjadi pemasok gas terbesar untuk Indonesia. Misalnya Blok Masela yang akan berjalan di tahun 2025. Seharusnya Maluku mendapat perhatian khusus untuk pembangunan infrastruktur LNG dari pihak PGN dan terkait lainnya,” saran Mercy.

Kemudian poin ketiga, terkait dengan Perpres No 40 Tahun 2016 yang menjadi perhatian Presiden Jokowi.  Dimana Presiden telah menginstruksikan agar harga gas dalam 3 bulan  kedepan untuk industri  bisa turun ke level US$6 per mmbtu.

Untuk itu, tambah Mercy, hal ini  harus mendukung kebijakan pemerintah pusat tersebut dan PGN harus memberikan informasi yang detil terkait apa saja yang menjadi kendala sehingga Komisi VII DPR RI bisa membantu mencari solusinya (BB-DIO)