BERITABETA.COM, Masohi – Enam tahun  beroperasi mengeruk pasir di kawasan Negeri Haya,  Kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah, PT. Warogonda Minerals Pratama dinilai telah merusak lingkungan sekitar.

Kerusakan lingkungan ini teruji dengan adanya hasil investigasi Tim Lembaga Bantuan Hukum Walang Keadilan Maluku yang menemukan sejumlah fakta kerusakan lingkungan akibat ulah PT. Warogonda Minerals Pratama.

Direktur Lembaga Banbtuan Hukum (LBH) Walang Keadilan Maluku, Fadli Pane dalam keterangannya yang diterima media ini menyebutkan,  lokasi penambangan yang dekat dengan pemukiman, telah memicu abrasi air laut yang mengakibatkan rusaknya rusak pantai.

“Bukan saja abrasi pantai yang terjadi ,namun saat ini air laut pun kerap masuk ke pemukiman warga Negeri Haya akibat dampak buruk yang dihasilkan dari kegiatan penambangan pasir itu,” beber Fadli dalam keterangan persnya, Jumat 21 Februari 2024.

Fadli mengurai, keberadaan dan aktivitas PT. Warogonda Minerals Pratama di Negeri Haya, sebelumnya sudah diberikan warning oleh pemerintah daerah.

Saat itu, pada tahun 2020, Wakil Bupati Maluku Tengah, saat itu Marlatu Leleury bersama bagian staf di Dinas Perindustrian telah menyimpulkan keberadaan perusahaan itu terindikasi illegal, karena berpotensi merusak lingkungan.

Selian itu, Fadli pun membeberkan sejumlah yang ditemukan di lapangan. Misalnya telah terjadi kerusakan lingkungan akibat abrasi di bantaran kali Labuang, Waimanawa dan Waihina.

“Kondisi membuat kali terus melebar sehingga mengakibat erosi terhadap kebun-kebun milik warga setempat,” ungkapnya.

Ia berpendapat, jika masyarakat adat menolak tambang karena merusak lingkungan dan budaya setempat, perusahaan harus melakukan konsultasi dan mendapatkan persetujuan dari masyarakat (free, prior, and informed consent –fpic).

Advokat muda juga mengurai berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terutama pasal 17 ayat 1, 2, dan pasal 19, 20 telah tegas meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menetapkan rencana pengelolaan lingkungan hidup yang terintegrasi.

"Pasal 99 Pidana Perusakan Lingkungan akibat kelalaian jika perusakan lingkungan terjadi karena kelalaian, maka dikenakan Pidana penjara 1 sampai 3 tahun denda Rp. 1 miliar hingga Rp. 3 miliar kelalaian yang di maksud dalam hal ialah tidak melakukan analisis risiko sebelum beroperasi jika tambang pasir beroperasi di daerah yang rawan abrasi atau longsor tanpa kajian dampak lingkungan (AMDAL), sehingga menyebabkan bencana," urainya.

Untuk itu,  kata Fadli jika masyarakat tidak puas dengan kedatangan PT. Warogonda Minerals Pratama yang sudah beroperasi sejak tahun 2019 sampai dengan tahun 2024,  itu merupakan hal yang harus diterima.

Ia berharap Pemerintah Provinsi Maluku segera melakukan pengawasan, atau investigasi yang mendalam terkait dengan dokumen-dokumen persyaratan perusahan, IUP perusahan dan AMDAL.

"PT. Warogonda Minerals Pratama harus wajib menghargai dan menghormati hak-hak masyarakat hukum adat Negeri Haya salah satu hukum adat sasi yang telah dilakukan oleh Pemerintah Negeri dan masyarakat adat," tegas Fadli. (*)

Editor : Redaksi