BERITABETA.COM, Masohi – Sudah belasan tahun pasangan suami istri [pasutri] Entis (50 tahun) dan Rosmae (48 tahun), harus bersabar merawat anak gadis mereka yang kini sudah tumbuh dewasa.

Selama 17 tahun, kedua warga Desa Waemusal, Kecamatan Seram Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), Provinsi Maluku ini, memendam pilu, melihat anak gadis mereka Sa'adah merintih kesakitan.

Rintihan ini setiap hari terjadi, ketika Sa'adah [17 tahun] hendak membuang hajatnya.  Sa'adah bukan saja sulit membuang hajat, gadis cantik itu juga hidup dalam kegelapan karena mengalami kebutaan sejak kecil.

Kondisi ini membuat Entis dan Rosmae menjadi pasrah. Hidup sebagai petani, tentu menjadi hal yang sulit untuk membawa anak mereka dirawat secara medis.

Sa'adah,  lahir dengan sejumlah kekuarangan.  Membuat kedua orang tuanya harus siap siaga setiap hari menuntunnya dalam setiap aktivitasnya.

Gadis kelahiran Purwakarta,  8 April 2004 ini lahir dengan kelainan  ‘Atresia ani’ atau disebut juga anus imperforate yang merupakan  salah satu jenis cacat parmenen sejak lahir.

Dalam ilmu medis,  kondisi ini terjadi saat perkembangan janin mengalami gangguan sehingga bentuk rektum (bagian akhir usus besar) sampai lubang anus umumnya terbentuk tidak sempurna atau tidak ada sama sekali.

“Anak itu sering menjerit tatkala buang air besar, karena dia tidak memiliki anus,” ungkap Kepala Pemerintahan Negeri  Waemusal, Jufri Wailissa kepada beritabeta.com saat mengisahkan tentang hidup Sa’adah pada Jumat (12/11/2021).

Menurut  Wailissa,  dengan kelainan yang dimiliki ini membuat Adah nama panggilan Sa’adah, harus membuang hajatnya melalui alat kelaminnya. Sulit dijelaskan bagaimana bisa hal itu terjadi, namun faktanya demikian.

“Saya juga tidak tahu seperti apa prosesnya, namun itulah yang terjadi,” ungkap Wailissa.

Mengatasi kondisi yang menimpa Sa’adah ini, Wailissa mengaku sejak menjabat sebagai Kepala Pemerintahan Negeri  Waemusal  2018, pihaknya sudah pernah mengajukan bantuan penanganan kesehatan  Sa’adah ke Kecamatan pada tahun 2019.

 “Saat itu dari Dinas Sosial Kabupaten Maluku Tengah memberikan bantuan satu buah kursi roda untuk Sa’adah,” ungkap Wailissa.

Perhatian terhadap Sa'adah juga diberikan saat kunjungan dari Tim Kementrian Sosial RI dan Dinas Sosial Kabupaten Malteng pada10 November 2021. Namun, tim hanya melihat kondisinya, belum tahu persis apa yang nanti akan dilakukan kedepan.

Rabu 9 Maret 2022, orang tua Sa'adah kembali mengeluhkan kondisi anaknya. Melalui saluran telepon seluler kepada beritabeta.com,  Entis dan Rosmae mengaku sedih melihat kondisi Sa'adah yang makin sulit.

"Kami tak tahu harus bicara ke siapa. Sudah belasan tahun anak kami hidup dalam kondisi memprihatinkan," beber Entis.

Pasutri asal Purwakarta yang menjadi warga transmigran ini mengaku sudah pasrah. Mengingat kondisi ekonomi mereka sangat terbatas. 

Entis dan Rosmae hanya bisa berharap, akan ada mujizat dan pertolongan dari mereka yang berkecukupan, agar kelainan yang dialami anak mereka dapat diobati. 

"Sepertinya memang tak ada yang bisa diharapkan, selain bantuan para dermawan agar anak kami bisa dirawat secara baik. 17 tahun lebih Sa'adah hidup tanpa henti merinti, karena merasa kesakitan," urai Entis (*)

Pewarta : Edha Sanaky