BERITABETA, Ambon – Anggota DPRD Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) Bahrum Wadjo menyesalkan adanya regulasi yang mengatur syarat pengangkatan tenaga honorer katagori dua (K2) di Indonesia.   Regulasi yang digodok Kementerian  Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), terkait pendekatan disiplin ilmu dalam pengangkatan tenaga honorer K2 dinilai sangat merugikan.  Karena nasib ribuan tenaga honorer K2 yang tersebar di wilayah Timur Indonesia, termasuk di Kabupaten SBT, akan menjadi tidak menentu.

“Kita sudah berkunjung ke Jakarta dan menyembangi KemenPAN- RB dan BKN untuk mempertanyakan nasib  tenaga honorer K2, tapi rupaya regulasi yang dipakai itu sangat tidak mungkin dan bahkan sangat merugikan kita di wilayah timur,” kata Wadjo yang juga Sekretrais Fraksi Partai Demokrat DPRD Kabupaten SBT kepada beritabeta.com, Jumat (02/11/2018).

Dikatakan, jika regulasi yang mengatur kedisplinan ilmu itu harus dimiliki tenaga honorer K2 yang akan diangkat sebagai ASN kedepan, maka nasib honorer di daerah, seperti Kabupaten SBT ini akan sangat dirugikan.

Bagaimana mungkin, bisa selesai penuntasan ratusan bahkan ribuan tenaga honorer K2 ini di daerah, jika regulasi yang ditetapkan itu tidak mempertimbangkan aspek-aspek lain yang terjadi di daerah. Contohnya, jika  yang diminta itu disiplin ilmu sarjana farmasi, apakah ada honorer K2 dengan disiplin ilmu demikian? Ini baru salah satu contoh.

Pose bersama sejumlah anggota DPRD Kabupaten SBT saat menyembangi kantor Badan Kepegawaian Nasional (BKN) RI

“Saya sudah menyampaikan pandangan kami sebagai wakil rakyat, harusnya untuk Wilayah Timur Indonesia, jangan dipakai pendekatan disiplin ilmu untuk penangkatan tenaga honorer K2. Yang harus dipakai adalah lamanya  pengabdian. Anda bisa membayangkan jika pakai pendekatan disiplin ilmu seperti di Jawa sana, apakah bisa menyelesaikan semua ini,?” tanda dia.

Menurut Wadjo, terkait dengan prasyarat lainnya, dirinya beranggapan sangat tidak menjadi masalah. Pasalnya, syarat lainnya mungkin bisa terpenuhi dengan maksimal, namun untuk pendekatan kedisiplinan ilmu ini, sangat memberatkan.

Atas kemelut ini, dalam audiens dengan kedua pihak, baik BKN dan KemenPAN – RB, dirinya dengan lantang meminta agar kedua institusi itu, mempertimbangkan nasib honorer K2 di Provinsi Maluku, agar  disamaratakan dengan apa yang diberikan Pemerintah Pusat (Pempus) kepada Provinsi Papua.

“Maluku itu adalah provinsi yang memiliki andil paling besar di republik ini. Tanpa Maluku tidak mungkin ada Republik Indonesia, karena dengan pembentukan Maluku menjadi provinsi di zaman kemerdekaan itulah, maka RI ini dapat berdiri. Alasan inilah yang saya sampaikan dalam pertemuan itu,”beber dia.

Wadjo menilai, adanya polimik terkait nasib ribuan tenaga honorer K2 di Provinsi Maluku, telah menjadi sebuah penilaian negatif bahwa bargaining position wakil rakyat Maluku di Senayan baik di DPR-RI dan DPD-RI tidak ada.

“Harusnya peran ini dapat diambil oleh wakil-wakil rakyat kita di Senayan sana. Apakah ini pernah dilakukan untuk Maluku? Karena nasib tenaga honorer K2, tidak bisa dibicarakan secara parsial, tapi akan lebih baik dilakukan secara kolektif untuk menekan Pempus, dengan melibatkan semua pihak,”tandasnya mengkritik.

Untuk itu vokalis muda PD Kabupaten SBT ini menyarankan, agar upaya penuntasan masalah honorer K2 ini, dapat  disikapi DPRD Maluku dan seluruh DPRD dan pemkab di 11 kabupaten/kota, dibawah komando Pemprov Maluku, untuk bersama-sama menyuarakan hal ini ke Pempus.

“Jika tidak ada pressure yang lebih kuat, maka jangan harap masalah ini akan tuntas dengan paripurna,”pungkasnya.

Terkait dengan nasib ratusan honorer K2 di Kabupaten SBT, Wadjo menambahkan, pada prinsipnya selaku wakil rakyat, dan bagian dari anak daerah, pihaknya bersama pemerintah daerah telah  berkomitmen untuk memperjuangkan keberadaan tenaga honorer K2 di SBT. Tapi, jika regulasi belum dirubah, maka jaminan penuntasan itu tidak mungkin terjadi. (BB/DIO)