Oleh : Dhino Pattisahusiwa (Pemimpin Redaksi beritabeta.com)

Tahun 2024 setidaknya menjadi era baru kepemimpinan bagi bangsa ini. Tak lama lagi pucuk pimpinan di negeri ini akan berpindah tangan. Pun hal yang sama juga akan terjadi di ratusan daerah, baik provinsi, kabupaten dan kota.

Tentu akan ada transisi kepemimpinan secara massal, dengan digelarnya Pilkada serentak di penghujung tahun 2024. Pendeknya semua akan serba baru.

Ini memang isu yang cukup tranding dan banyak menyedot perhatian publik tanah air  di tahun 2024 ini.

Terlepas soal di atas, ada hal lain yang juga cukup menarik dan boleh dikata keberadaannya serupa dengan isu kepemimpinan di negeri ini.

Isu itu tak lain adalah perkembangan sepak bola kita yang makin ramai menyedot perhtian, baik nasional maupun dunia.

Sejatinya bukan semata soal prestasi, tapi soal perubahan mindset kita membangun dunia sepak bola yang makin modern dengan gencarnya program Naturalisasi pemain keturunan yang berkiprah di Eropa.

Sosok yang paling fenomenal dengan kebijakan dalam program ini tentunya adalah Erick Thohir. Ketum PSSI dan Menteri BUMN ini  memang bukan pencetus program jadul itu, namun dia punya selera memajukan dunia sepak bola tanah air yang cukup berkelas.

Tak bisa dibantah, Erick punya networking yang kuat. Pengalamannya memimpin klub besar di Eropa, membuat sosok Erick, begitu populer di jejaring persepakbolaan dunia.

Selera Erick Thohir bukan keleng-keleng, terutama dalam membidik para pemain untuk memperkuat kepakan sayap Garuda di masa mendatang.

Bicara soal Naturalisasi sebenarnya bukan barang baru di dunia sepak bola Indonesia. Puluhan tahun silam Indonesia sudah memulai program ini. Namun prosesnya tidak seprontal di era Erick Thohir.   

Dikutip dari catatan Historia,  ketika republik ini masih seumur jagung, ada beberapa pemain kulit putih yang sudah dinaturalisasi.

Mereka –kecuali kiper Tan Mo Heng dan beberapa pesepakbola berdarah Tionghoa yang tak perlu mendapatkan nasionalisasi lantaran merupakan peranakan yang memilih Indonesia sebagai tanah airnya setelah Hindia Belanda bubar– orang Belanda yang menggeluti sepakbola sejak masa Hindia Belanda.

Selain itu terdapat sejumlah pemain bola asal Belanda yang cukup melegenda. Mereka antara lain, Boelard van Tuyl, Pieterseen, Van der Berg, Pesch, dan Arnold van der Vin.

Nama terakhir menjadi pemain naturalisasi tersukses lantaran satu-satunya eks-orang Belanda yang mampu masuk timnas PSSI di era 1950-an.

Van der Vin sebelumnya menjadi kiper andalan UMS (Union Makes Strength), VIJ (kini Persija Jakarta) dan melakoni debutnya di timnas Indonesia melawan tim asal Hong Kong, South China AA pada 27 Juli 1952.

Sayangnya, kiper yang akrab disapa ‘Nol’ itu mesti “terusir” dari Indonesia pada 1954 akibat kebijakan anti-Belanda. Di Belanda, Nol memilih membela klub Fortuna Sittard.

Bisa jadi, fakta ini mencatatkannya sebagai pemain Indonesia pertama yang tampil di salah satu liga bergengsi Eropa.

Namun setahun kemudian, Nol kembali ke Indonesia untuk mengawal mistar PSMS Medan dan comeback ke timnas. Kendati kembali ke skuad Garuda, Nol justru kecewa dengan mundurnya kondisi persepakbolaan nasional.

“Kondisi sepakbola Indonesia berada di level yang buruk. PSSI payah mendidik wasit dan perangkat pertandingan lainnya,” ujar Nol di suratkabar De Nieuwsgier, 6 Mei 1955.

Tapi apa mau dikata, dia sudah memilih kembali ke Indonesia dan terus menjadi pilihan pertama atau kedua di timnas. Nol kembali merantau pada 1956 sampai 1961 ke klub Malaysia Penang FA hingga pensiun.

Sejak itu, persepakbolaan Indonesia nihil dari naturalisasi baik di kompetisi Perserikatan maupun Galatama.

Naturalisasi di Era Tahun 2000-an

Setelah lama terlupakan, era tahun 2000-an menjadi babak baru program Naturalisasi kembali dilakukan.

Sejumlah nama pun tersedot dalam program ini. Christian Gonzales, Raphael Maitimo, Sergio van Dijk, Tonnie Cussel, Stefano Lilipaly, Bio Paulin, Greg Nwokolo, Victor Igbonefo, Diego Michiels, Johnny van Beukering, Guy Junior, Kim Jeffrey Kurniawan, Ruben Wuarbanaran, dan Ezra Walian.

Mereka merupakan bintang sepakbola naturalisasi atau blasteran yang menyemarakkan persepakbolaan Indonesia sejak beberapa tahun terakhir.

Jelang Asiang Games 2018 di negeri sendiri, PSSI tak ingin kehilangan muka dalam cabang olahraga paling bergengsi itu dengan ambil langkah bypass: naturalisasi.

Adalah Ilija Spasojeciv, pesepakbola Montenegro, yang Oktober 2017 sah menjadi warga Negara Indonesia (WNI) dan menambah deretan nama pemain hasil naturalisasi.

Dia sudah menjalani debutnya ketika timnas U-23 melakukan pertandingan persahabatan melawan timnas U-23 Suriah, November 2017.

Sayangnya, program Naturalisasi di era itu pun tidak mampu mengangkat nama Indonesia menjadi negara digdaya di dunia sepak bola, khususnya di Asia.

Tak heran ketika naturalisasi kembali muncul pada awal 2000-an, langsung menuai pro-kontra.

Hal ini juga menjadi penyebab banyak pihak menvonis program Naturalisasi hadir sebagai tanda Indonesia gagal dalam mengembangkan dunia sepak bola.

Timo Scheunemann, mantan pelatih Liga Indonesia yang kini jadi pengamat, ikut mengatakan hal itu bahwa naturalisasi pertanda pembinaan sepakbola Indonesia telah gagal.

Pernyataan Timo Scheunemann memang tak ada yang salah. Bila dirunut dari kepemimpinan PSSI dimulai dari Agum Gumelar sebagai Ketum PSSI, kemudian Nurdin Halid, Djohar Arifin Husin, La Nyalla Mattalitti hingga Edy Rahmayadi, prestasi sepak bola kita melalui kiprah timnas boleh dikata bisa-biasa saja bahkan Indonesia sempat terseret ke rangking FIFA yang menyedihkan.

Perubahan baru terlihat sejak Mochamad Iriawan (Iwan Bule) menjabat sebagai Ketum PSSI. Di era ini mulai tampak Timnas Indonesia menanjak dengan hadirnya pelatih kepala Shin Tae-yong dan beberapa amunisi baru pemain keturunan.

Kini saat dipegang Erick Thohir, sepak bola tanah air harus diakui makin mentereng. Program naturalisasi pun dilakukan dengan kriteria yang ketat. Erick bahkan menargetkan akan ada 150 pemain di berbagai jenjang usia yang harus dimiliki Timnas Indonesia.

Bukan saja itu, yang paling keren program naturalisasi ini menyasar pemain-pemain abroad grade A yang merumput di Liga Eropa.

Manuver Erick yang cukup prontal ini, bukan mustahil bila target PSSI untuk meloloskan Timnas Indonesia ke ajang Piala Dunia 2026 akan menjadi nyata.

Hadirnya sejumlah pemain beken sekelas Tom Thom Haye, Maarten Paes, Jay Idzes, Justin Hubner, Ragnar Oratmangoen, Calvin Verdonk, Rafael Struick, Sandy Walsh, Shayne Pattynama dan dua nama baru  Mees Hilgers dan Eliano Reijnders, setidaknya akan membawa angin segar bagi dunia sepak bola Indonesia.

Performa belasan pemain keturunan ini juga akan mematahkan opini negatif tentang program Naturalisasi yang selama ini dianggap sebagai biang matinya pengembangan potensi sepak bola di tanah air.

PSSI sejatinya sudah ada di jalur yang benar. Dengan gencar menjalankan program Naturalisasi, bukan tidak mungkin Indonesia suatu saat akan mengikuti jejak dari sejumlah negara papan atas. Sebut saja Maroko, Prancis, Spanyol dan Jerman. Semoga!