Nelayan di Ambon Mengaku Terlilit Sejumlah Masalah
BERITABETA, Ambon – Beberapa nelayan di Kota Ambon mengakui terlilit dengan sejumlah masalah dalam menjalankan usahanya sebagai nelayan. Masalah pasar, kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) dan juga minimnya fasilitas yang dialami menjadi hal yang selalu dihadapi.
Denny Tehupurny, salah seorang nelayan asal Negeri/Desa Silale, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, mengungkap keluhan itu dalam Temu Dialog Membangun Sektor Perikanan di Desa Latuhalat, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, kerja sama Pemerintah Provinsi Maluku, OJK, TPAKD dan Pemerintah Kota Ambon, Sabtu (24/11/2018).
“Saya dan teman nelayan yang lain mengalami kesulitan mencari pasaran untuk menjual ikan. Hasil tangkapan kami, karena banyak yang nakal, mereka tidak mau membeli ketika pasokan sedikit danmenunggu hasil tangkapan banyak,” kata Denny.
Dialog itu dihadiri Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Maluku Bambang Hermanto, Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ambon John Latuihamalo, Sekretaris Dinas Koperasi Kota Ambon Jimmy Tohata, Kepala Jasindo Cabang Ambon, Ridwan Paddapotan, Pejabat PT Perikanan Nusantara Cabang Ambon, P. Sitorus, para pejabat perbankan penyalur KUR, pengusaha perikanan dan para nelayan.
Menurut Denny, nelayan di Kecamtan Nusaniwe khususnya Negeri/Desa Latuhalat dan Silale tidak bisa berkembang dan tidak sejahtera kalau tidak ada yang membeli jika ikan hasil tangkapan jumlahnya sedikit.
“Kami juga mengalami kesulitan tidak ada cold strage dan mesin pendingin termasuk cooler box untuk menyimpan ikan hasil tangkapan,” ujarnya.
Selain itu, kesulitan yang juga dihadapi kurangnya persediaan bahan bakar minyak (BBM) atau bensin di lokasi tambatan perahu nelayan.
Memang ada depot bensin yang dibangun pemerintah di PPI (Pelabuhan Pendaratan Ikan) Dusun Eri, Negeri Air Low, Kecamatan Nusaniwe, tetapi habis dibeli oleh pengecer yang dijual dalam botol aqua.
“Kami juga kategori nelayan porsein dan bantuan yang diberikan tidak tepat sasaran, dan bantuan jatuh ke tangan milik perorangan bukan untuk kelompok nelayan. Kalupun bantuan melalui kelompok, ketuanya menguasainya,” kata Denny.
Karena itu, dia berharap ke depan kalau pemerintah memberikan bantuan untuk nelayan porsein, perlu dilengkapi juga dengan cooler box, sehingga hasil tangkapan ikan bisa disimpan di tempat yang aman dan tidak cepat rusak.
Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ambon, John Latuihamalo mengatakan untuk mningkatkan penghasilan para nelayan, pihaknya memberikan pembinaan melalui tenaga penyuluh lapangan yang ada di semua desa pesisir pantai.
“Kita memberikan pembekalan kepada para penyuluh bagaimana memberikan pendampingan yang baik, karna masih ada tenaga penyuluh yang belum melakukan pendampingan dengan baik,” kata John.
Sekretaris Dinas Koperasi Kota Ambon, Jimmy Tohata mengatakan pihaknya terus mendorong para nelayan membentuk koperasi, persyaratan mendapatkan dana pinjaman KUR di perbankan.
“Kalau para nelayan sudah menjadi anggota koperasi yang memiliki badan hukum, saya percaya bank tidak akan khawatir memberikan pinjaman KUR. Kita tetap memberikan penguatan untuk menjadi anggota koperasi,” kata Jimmy.
Kepala Jasindo Cabang Ambon Ridwan Pandapotan mengungkapkan sampai dengan posisi sekarang, nelayan yang sudah terverifikasi untuk mendapatkan kartu asuransi berjumlah 200 nelayan, yang berasal dari Kota Ambon sebanyak 78 nelayan dan 122 berasal dari Kabupaten Buru Selatan (Bursel).
“Kami mendorong Dinas Perikanan dan Kelautan Kota/Kabupaten di Provinsi Maluku untuk mengimput dan melakukan verifikasi nelayan, karena masih ada sisa waktu satu bulan terakhir Sebelumnya kami dari Jasindo membantu melakukan verifikasi, sehingga jumlahnya mencapai ribuan, ujar Ridwan.
Direktur Utama DanaLaut Niko Ariansyah mengatakan untuk wilayah Timur Indonesia, pembiayaan baru masuk di wilayah Kei Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) untuk budidaya rumput laut.
“Dalam pembiyaan ada dua masalah yang dihadapi, pertama informasi belum merata, baik di lapangan, lembaga pemerintahan maupun pelaku pembiayaan. Ada terjadi ketimpangan informasi, baik informasi produk maupun perdagangan dan hampir seluruh komunitas laut masalahnya sama, ” kata Niko.
Kedua, masalah pembinaan, solusinya komunitas sendiri membentuk kelompok nelayan maupun koperasi sehingga ketika melakukan verifikasi anggota datanya valid.
Moh. Tahir dari PT Cemerlang Laut Ambon mengatakan, pihaknya siap membeli dan menampung produk ikan tuna dan ikan dasaran. Sebaiknya juga nelayan membentuk kelompok untuk bisa menangkap ikan tuna yang diekspor ke Jepang dan di dalam negeri dijual pasarkan di Surabaya.
“Kami siap bekerja sama dengan nelayan dengan memberikan bantuan modal, peralatan dan lainnya. Kami jamin harga tidak berubah baik hasil tangkapan banyak maupun sedikit bahkan harga tetap dijaga tidak fluktuatif,” katanya.
Perlu Komunikasi
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Maluku Bambang Hermanto mengatakan masalah asimetri informasi dan data perlu dijembatani.
“Saya melihat ada ketakutan para nelayan untuk meminjam di bank dan ada kekhawatiran juga dari bank untuk memberikan pinjaman, sehingga ini perlu dipertemukan, sehingga terjadi komunikasi dua arah dan saling memahami,” kata Bambang.
Dari dialog itu dihasilkan?sejumlah kesepakatan, di antaranya, bahwa perlu ada sinergitas antara semua pihak untuk melakukan pembinaan kepada nelayan, manajemen perlu?ditingkatkan, sehingga bisa mengelola keuangan dengan baik.
Nelayan perlu memperhatikan kualitas produk ikan dan harus diperhatikan secara baik dan benar, sehingga menghasilkan ikan yang berkualitas dan bernilai jual tinggi. Selanjutnya, rantai pemasaran harus mendapat perhatian, perlu dijaga agar tidak terputus di satu titik. (BB-DIO)