Oleh : Iskandar Pelupessy (Aktif di Forum Kajian Pamanawa Community)

KONDISI mangrove di Teluk Ambon kian memprihatinkan, anggaplah dia berada di titik nadir sebuah kehidupan, pemanfaatan lereng gunung, dan pesisir teluk menjadi pemukiman dan aktivitas lainnya memberi dampak yang makin serius. Kondisi ini diperkirakan akan memberikan dampak negatif bagi beberapa ekosistem pesisir di Teluk Ambon.

Perairan Teluk Ambon terletak di Pulau Ambon pada posisi 128˚00’00”BT dan 03˚37’55”LS-03˚37’45’LS, terdiri atas dua bagian yaitu Teluk Ambon Bagian Dalam (TAD) dan Teluk Ambon Bagian Luar (TAL), keduanya dipisahkan oleh suatu celah yang sempit, dangkal. Teluk Ambon Bagian Dalam relatif sempit, dangkal dan banyak dipengaruhi oleh aliran-aliran sungai. Ekosistem yang ada di dalam Teluk ini adalah mangrove, terumbu karang, padang lamun, rumput laut dan sebagainya.

Lahan konservasi itu ternyata beralih fungsi dimana saat sekarang ini kegiatan pembangunan yang menggusur areal tanaman mangrove dengan berdiri rumah-rumah mewah masih terus berlangsung di beberapa alokasi.

Menurut peneliti mangrove P2LD-LIPI Suyadi, di Teluk Ambon hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting untuk mendukung pembangunan dan perlindungan Kota Ambon, selain sebagai pelindung laut sekaligus pelindung daratan, hutan mangrove di kawasan ini memiliki fungsi sebagai kawasan konservasi dan pencegah sedimentasi.

Namun kini luasan hutan mangrove di Teluk Ambon terus berkurang. Jika dibandingkan dengan tahun 1999 luas hutan mangrove tersebut berkurang hingga 4 ha dengan laju deforestasi dari tahun 1999 sampai 2006 sekitar 0,67 ha per tahun.

Kondisi ini juga diperparah dengan laju sedimentasi sebagai salah satu faktor utama matinya mangrove di beberapa wilayah, dimana kian hari makin meluas, dimana luas sedimentasi di tahun 1994 adalah 72 hektar, meningkat hingga 100% pada tahun 2013 menjadi 142 hektare.

Kondisi hutan mangrove yang tersisa saat ini kian rnemprihatinkan.Mangrove di daerah Passo yang masih cukup luas diduga mengalami pencemaran akibat banyaknya sampah dan timbunan lumpur karena erosi.

Sedangkan mangrove di tempat lain seperti Poka, Galala, Halong, telah terfragmentasi berat dan tinggal berupa spot-spot hutan mangrove yang berukuran kecil dan tidak lagi produktif.

Meffe dan Carrol (1994) mencatat bahwa daya dukung hutan yang telah terfragmentasi menjadi bagian-bagian kecil terhadap biota yang ada di dalamnya menjadi sangat rendah, kawasan Tawiri bahkan hutan mangrovenya terus mengalami penebangan akibat aktivitas yang kini masih terus berlangsung. (***)