“Ekosistem hutan mangrove memiliki fungsi ekologis, ekonomis dan sosial yang penting dalam pembangunan, khususnya di wilayah pesisir. Kami minta semua aspek ini dipertimbangkan sebelum menjadi petaka dikemudian hari,” pungkas Rumuar.

Ia menguraikan, selama ini  hutan mangrove banyak dimanfaatkan sebagai penghasil kayu untuk bahan kontruksi, bahanj bakar dan bahan baku untuk membuat arang dan juga untuk dibuat pulp.

Posisi ekosistem mangrove cukup berperan dalam kelangsungan hidup sejumlah biota, salah satunya adalah pemasok larva ikan dan udang alam.

Atas fungsi dan keunggulan ini, Pememerintah melalui Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sementara melaksanakan penanaman manggrove di Kabupaten SBT.

“Ini sangat ironis. Ada masyarakat tertentu di Kabupaten SBT malah ingin menjual hutan mangrove, yang lebih parah lagi selain hutan mangrove, lahan/lokasi yang akan dijual terdapat hutan lindung,” beber dia.

Untuk itu, PENA Kabupaten SBT dengan tegas akan menolak semua upaya dan rencana yang dilakukan dengan terus melakukan pengawasan ekstra.

“Akan kami sikapi. Dalam waktu dekat kami akan menyurati Dinas Kehutanan Provinsi Maluku  di Ambon  dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI di Jakarta” tegas Rahman.

Ia juga mengatakan, bagi pihak-pihak mana saja yang ingin berinvestasi di kabupaten berjuluk ‘Bumi Ita Wotu Nusa’ silakan,  asalkan masyarakat adat dan daerah tidak dirugikan atau dikorbankan.

“PENA Kabupaten Seram Bagian Timur akan tetap hadir untuk mengawal kepentingan masyarakat hukum adat,” pungkasnya. (*)

Pewarta : Azis Zubaedi