Oleh : Azis Alzubaidy (Pengelola BKO Center)

Pilkada kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) akan dihelat pada tahun 2020 mendatang bersama tiga kabupaten lainnya di Maluku. Kendati belum diketahui secara pasti berapa pasangan calon yang akan berkompetisi. Namun sejauh proses pendaftaran pada partai-partai politik dan diskursus rumah kopi dapat menjadi ukuran sementara perihal banyaknya bakal calon bupati dan wakil bupati.

Sudah pasti Abdul Mukti Keliobas dan Fachri Husni Alkatiri yang saat ini memimpin SBT itu akan berhadap-hadapan pada Pilkada nanti. Itu terlihat ketika keduanya mendaftarkan diri sebagai bakal calon bupati pada beberapa partai politik.

Tak hanya itu, di ruang terbuka Fachri Husni Alkatiri (FHA) dengan tegas menyampaikan siapa wakilnya. Di forum penyampaian visi-misi yang digelar Partai Nasdem,  FAH dengan lantang telah menyebutkan nama Arobi Kelian yang  akan mendampingi dirinya pada Pilkada SBT 2020.

Untuk Abdul Mukti Keliobas hingga kini belum dipastikan siapa yang akan mendampingi dirinya,  karena terdapat banyak nama yang belakangan ini disodorkan padanya sehingga ia belum dapat memutuskan satu diantara banyaknya nama-nama itu.

Jika Mukti – Fachri yang awalnya dikenal dengan MUFAKAT lalu keluar membentuk poros sendiri-sendiri, sudah barang tentu ada dua kontestan yang secara pasti berkompetisi. Ada peluang lain, bila tersusun poros baru yang maju dengan jalur independen maka dipastikan Pilkada SBT akan diramaikan dengan tiga pasangan calon.

Junjung Demokrasi Secara Elegan

Pilkada SBT mendatang haruslah menjadi proses demokratisasi yang baik dan berkualitas, itu akan terwujud manakala semua instrumen demokrasi di negeri Ita Wotu Nusa ikut terlibat secara aktif dalam menghadirkan narasi dan wacana politik yang edukatif.

Tapi faktanya, jelang perhelatan politik lima tahunan di SBT yang akan berlangsung 2020 mendatang ini, terkesan ada buzzer politik yang mulai bermain dengan memainkan banyak wacana miring.

Saya lalu teringat dengan apa yang pernah disampaikan peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Gita Putri Damayana seperti yang dilansir kompas.com (9/10/2019) lalu.

Gita menilai, buzzer politik kerapkali menyebarkan narasi yang berseberangan dengan narasi kelompok masyarakat sipil.  Hal itu sah-sah saja sepanjang narasi yang dibangun para buzzer berkualitas.

Meski demikian, ia juga melihat buzzer berisiko membangun perdebatan yang tak produktif dan tak sehat jika mereka menyebarkan narasi yang bersifat menyudutkan. Gita mengatakan, para buzzer dapat dengan mudah menggeser perdebatan ke hal-hal yang tidak substansial. Dengan demikian, perhatian publik akan teralihkan. Mereka bisa melakukan itu dengan penyeragaman narasi, termasuk memutarbalikkan fakta.

Fenomena itulah yang muncul dan menjadi cermin akhir-akhir ini. Banyak bertebaran akun palsu yang digunakan  di sosial media.  Yang perannya lebih pada memunculkan opini tidak sehat yang tak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Berbeda pilihan politik adalah hal yang lumrah dalam sistem demokrasi, maka perbedaan sebagai keniscayaan yang harus diterima setiap orang. Itu sebabnya, demokrasi memberi ruang yang lebih kepada setiap orang untuk merdeka dalam pilihan politiknya.

Siapa pun dia yang akan ikut dalam kontestasi nanti, baik Mukti Keliobas, Fachri Husni Alkatiri, Rohani Vanath, Arobi Kelian, Nuzul Rumain, Ikbal Silaja, Agil Rumakat dan tokoh-tokoh lainnya pantas diapresiasi. Sebab semua dari mereka memiliki ikhtiar yang sama untuk ‘Ita Wotu Nusa”.

Kepada kawan-kawan yang ada di jalan yang sama, dengan pilihan politik berbeda. Terimalah perbedaan ini, tak perlu saling menyerang, publik hari ini butuh narasi dan tindakan yang memberi harapan pada rakyat,  perihal masa depan rakyat dan negeri Ita Wotu Nusa yang jauh lebih baik.

Adu Gagasan

Pemilihan umum (Pemilu) bukanlah ajang perebutan kekuasaan semata. Lebih dari itu, pemilu adalah momentum tepat bagi rakyat untuk menyeleksi dan menentukan siapa pemimpin bagi mereka.

Maka Pilkada SBT jangan dipandang sebelah mata sebagai ruang bagi elit politik untuk merebut posisi kekuasaan. Secara jernih kontestan dan konstituen memandang pilkada sebagai momentum untuk menjual gagasan yang berkualitas.

Setiap kontestan harus memperkaya isi kepalanya dengan ide yang dapat dihadirkan kepada publik tentang rencana pembangunan lima tahun bila dirinya terpilih.

Para kontestan harus memahami dan mengetahui secara benar problem paling dasar di SBT hari ini, berbagai persoalan yang mulai dari pemerataan pembangunan, pengelolaan sumberdaya alam, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan masalah kesehatan.

Lebih dari itu, persoalan lain yang dapat berpengaruh langsung terhadap keberlanjutan hidup adalah perputaran ekonomi yang sangat berdampak langsung pada kemiskinan. Itu sebabnya SBT dikategorikan sebagai salah satu kabupaten termiskin di provinsi Maluku.

Para calon bupati dan wakil bupati mendatang hendak pula memberi jaminan pada rakyat tentang tata kelolah pemerintahan dan manajemen birokrasi yang baik, sehingga dalam pelaksanaan pemerintahan tidak menjadi stagnan seperti yang dialami hari ini. (***)