Reformasi Birokrasi : 1,6 Juta ASN Terancam Dirumahkan, Ini Penjelasan Menpan RB
BERITABETA.COM, Jakarta – Pemerintah kini tengah siap melakukan program reformasi birokrasi. Program ini akan berdampak pada ancaman dirumahkan sebanyak 1,6 juta Aparatur Sipil Negara (ASN). Para ASN ini, merupakan ASN yang bekerja sebagai tenaga pelaksana atau administrasi.
"Nanti kalau tidak bisa kami tingkatkan profesionalitasnya, lebih baik kerja di rumah saja sampai pensiun," ujar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, seperti dikutip dari Kontan.co.id. Senin (20/12/2021),
Tjahjo Kumolo menyatakan, secara bertahap akan menata ASN dalam waktu dekat.
Sebanyak 1,6 juta ASN Tenaga Pelaksana akan menjadi prioritas pertama lantaran mayoritas tugas mereka sudah dikerjakan oleh sistem atau digitalisasi.
"Penataan untuk ASN tenaga pelaksana bertahap dari 1,6 juta. Kan ada proses, tidak bisa instan," katanya Rabu (22/12/2021).
"Perlu penataan ke depan agar ASN lebih profesional sesuai kebutuhan kementerian, instansi dan pemerintah daerah (pemda)," tambahnya.
Tjahjo menjelaskan, penataan ASN dilakukan agar para abdi negara bisa bekerja lebih profesional.
Apalagi jumlah ASN kini mencapai 4 juta orang. Salah satu upaya yang sudah dilakukan pemerintah beberapa waktu lalu yakni membuka seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PNS Kontrak.
Program itu diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
"Dari hasil pembukaan itu terseleksi sekitar 1 juta ASN untuk tenaga guru saja," ujarnya.
Penataan ASN akan dilakukan secara berkesinambungan, agar jumlah ASN tenaga pelaksana dapat terus dikurangi sesuai kebutuhan. Sehingga, jumlah ASN di masa yang akan datang juga semakin berkurang.
Hal ini sesuai dengan semangat birokrasi efektif dan efisien yang diinginkan pemerintah. Pasalnya, kini banyak tugas-tugas ASN dapat digantikan dengan bantuan teknologi.
"Benar, sejalan dengan perkembangan teknologi. Misalnya dulu ada orang penjaga gardu tol, sekarang kan kalau masuk pintu tol sudah tak lagi memakai uang tunai," tutur Tjahjo.
Ia menambahkan, ASN yang tidak mempunyai kompetensi dan tidak lolos berbagai peningkatan pendidikan serta profesionalisme dapat bekerja dari rumah. Namun statusnya tetap ASN, karena ASN tak mengenal sistem pemangkasan ataupun pemutusan hubungan kerja [PHK].
"Sesuai kebutuhan dan kemampuan. Sementara eselon I dan eselon II sebagai leader-nya menggerakkan dan mengorganisasi pegawai fungsional yang ada," ungkap Tjahjo.
"Pemangkasan ya tidak mungkin, pensiun dini juga perlu proses. ASN kan tidak mengenal PHK," lanjutnya.
Sebelumnya, pada sebuah acara yang ditayangkan secara daring Minggu (20/12) lalu, Tjahjo mengatakan, saat ini ada ada 4,2 juta ASN di Indonesia.
Dari angka itu, 1,6 juta di antaranya merupakan tenaga pelaksana, yang perlu dilakukan penataan untuk meningkatkan kompetensi mereka.
"Kan enggak mungkin tenaga pelaksana itu langsung seperti (di) BUMN dipensiunkan, dipesangon," ucap Tjahjo saat itu.
Ia menerangkan, untuk memangkas birokrasi, ASN yang bekerja di kantor hanya merupakan eselon 1 dan 2. Nantinya, ASN tersebut akan bertugas untuk memimpin dan mengorganisir percepatan perizinan dan pelayanan publik.
Oleh karena disebutkan Tjahjo Kumolo setidaknya ada 1,6 juta ASN yang perlu ditata, maka dipilihlah salah satu upaya penataan ASN tenaga pelaksana tersebut dengan mengalihkan pada tenaga pendidikan.
Pasalnya, jumlah tenaga pelaksana yang besar tersebut tidak dapat langsung dipangkas oleh pemerintah dengan memberikan pesangon.
Hal itu karena dinilai akan membutuhkan anggaran yang besar.
"Nanti pak Sekjen Kementerian Keuangan akan pusing kalau seandainya 1,6 juta ASN itu harus dapat pesangon semuanya," ungkap Tjahjo.
Berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara saat ini, terdapat 1,56 juta tenaga pelaksana. Angka tersebut merupakan 38 persen dari total jumlah ASN 4,08 juta orang (*)
Editor : Redaksi