Sepekan terakhir ini kita disuguhkan dengan rentetan kabar yang menyedihkan yang datang dari Kabupaten Maluku Tengah (Malteng).

Disebut menyedihkan, lantaran kabar itu seakan menambah dalam luka bobroknya sistem pelayanan kesehatan di daerah berjuluk Pamahanunusa itu.   

Kabupaten yang dilabeli dengan status miskin ekstrem itu, seakan belum juga bangkit dari berbagai gejolak sosialnya. Padahal, kepemimpinan baru di Kabupaten Malteng cukup sarat dengan ekspektasi publik yang tinggi.

‘Maluku Tengah Bangkit’ seakan hanya pemanis bibir, lantaran sudah lebih dari 100 hari kerja, masalah vital di bidang kesehatan belum juga terurai.

Rumah Umum Sakit Daerah (RSUD) Masohi. Fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah ini, menjadi satu-satunya indikator mengukur belum maksimalnya pelayanan kesehatan di kabupaten itu.

Ini pukulan telak. Setara ‘uppercut’ yang dilayangkan Mike Tyson. Petinju legendaris itu memiliki kekuatan pukulan hingga 1.600 joule. Cukup besar kekuatannya dan mengalahkan Rocky Marciano dengan kekuatan 1.256 joule.

Ini hanya analogi. Kekuatan pukulan petinju berjuluk ‘concrete neck’ atau "Si Leher Beton" itu gambaran  bahwa apa yang digembar-gemborkan pemerintahan di Malteng, terverifikasi dengan kondisi yang menimpa RSUD Masohi.

Rumah sakit itu ada di jantung Kota Masohi atau ibukota kabupaten. Logikanya jika fasilitas kesehatan yang ada di pusat pemerintahan saja sudah hancur dalam sisi pelayanan, maka tak ada jaminan wilayah Malteng di luar kota Masohi akan lebih baik pelayanan kesehatannya.

Ironis memang. Jauh dari apa yang menjadi misi utama kepemimpinan Bupati Zulkarnain Awat Amir dan Wakil Bupati Mario Lawalata yang berkehendak menciptakan ‘layanan kesehatan prima’.

Kita tidak berada pada tataran siapa yang salah. Atau pun menyalahkan pemerintahan yang baru seumur jagung memimpin. Ini sebuah fakta dan kondisional. Suka atau tidak, harus diungkap dan menjadi catatan kritis untuk segera dibenahi.   

Sebagai orang awam, mungkin kita akan bertanya seperti apa bentuk evaluasi dan perencanaan yang sudah dilakukan di awal pemerintah Ozan – Mario?.  Masalah pelayanan kesehatan harusnya lebih menjadi prioritas, ketimbang hal lain.     

Beberapa peristiwa pilu yang menimpa pasien di rumah sakit plat merah itu, harusnya sudah dapat tertangani secara komprehensif sejak awal.   

Tapi itulah yang terjadi. Sepertinya amanat penting dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 yang bertujuan   menjamin hak setiap warga negara untuk mewujudkan kehidupan yang baik, sehat, serta sejahtera lahir dan batin, masih jauh panggang dari api.

Insiden kehabisan tabung gas dan isinya, stok obat habis, peralatan tidak tersedia, minim tenaga dokter dan yang terakhir manajemen terlilit utang pihak ketiga.

Rentetan peristiwa ini sudah menjadi tanda, bahwa manajemen RSUD Masohi tak sehat. Pendeknya rumah sakit itu juga sakit.

Solusi yang tepat hanyalah merombak ulang manajemen yang ada dan mensuport kembali anggaran yang cukup untuk pengembangan rumah sakit dan pelayanannya di masa mendatang.

Sungguh tidak elok fasilitas kesehatan yang sudah berdiri sejak tahun 1981 itu, kini menjadi bahan gunjingan dan olok-olokan publik. Bahkan sampai ada netizen di Malteng membuat video pendek meminta rumah sakit bertipe C itu dijual saja.

Keberadaan RSUD Masohi, bukan semata menjadi fasilitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Malteng. Fasilitas itu juga menjadi marwah pemerintah.

Maka jangan biarkan kebobrokan manajemen di RSUD Masohi menjadi sembilu yang menyayat hati setiap warga yang sakit.

Buat apa kota Masohi tampak terang benderang dengan pijaran lampu yang berjejer di jalan –jalan utama? Sedangkan warganya terus menjerit tak kuasa, saat berobat ke rumah sakit.

Tak ada obat, tak ada dokter dan tak ada yang lainnya, itulah kegelapan sesungguhnya.

Semoga goresan ini tak disalahartikan sebagai kritik atau protes dari pihak yang tak sejalan. Sebab kritik yang objektif tidak butuh gerbong. Dia datang dari kata hati, ruang yang lebih luas dari sekedar gerbong. Ini semua untuk ‘Maluku Tengah Bangkit’ (*)