BERITABETA.COM, Namlea - Puluhan sopir angkutan logistik antar pulau mendatangi Kantor Bupati Buru, memprotes kebijakan Pemprov Maluku yang mewajibkan mereka harus menjalani rapid test antigen.

Akibat kebijakan terbaru ini, puluhan sopir logistik itu mengaku tertahan di Namlea, menyebabkan barang dagangan yang dibawa membusuk. Bahkan ada ternak sapi yang mati.

Di Kantor Bupati Buru, mereka ditemui Sekertaris Satgas Covid , Azis Tomia. Kemudian Azis menjelaskan kenapa para sopir ini wajib rapid test anti gen, karena ada surat edaran Gubernur Maluku terbaru.

Azis kemudian menawarkan solusi, para sopir dan kernet angkutan logistik ini tetap dirapid anti gen gratis di RSUD Namlea, sehingga mereka tidak terhambat kembali ke Ambon.

"Kali ini bapak-bapak dong boleh rapid antigen gratis di RSUD Namlea. Lain kali harus ditanggung sendiri,"jelas Azis Tomia, Jumat (07/05/2021).

Usai bertemu Azis Tomia, perwakilan sopir logistik, Tontjie Halaha kepada wartawan menjelaskan, kalau ia dan rekan-rekannya mau kembali ke Ambon namun terhambat dengan surat edaran gubernur terbaru soal wajib rapid test antigen.

Padahal kata Tontjie, sebagai sopir angkutan logistik, mereka punya surat keterangan berbadan sehat. Surat yang sama juga dikantongi para sopir angkutan logistik di propinsi lain di Indonesia.

Yang disesalkan mereka, kebijakan Gubernur terbaru ini terkesan mendadak tanpa disosialisasi terlebih dahulu kepada para sopir angkutan logistik.

"Kita saat dari Ambon tidak ada pemberitahuan atau sosialisasi tentang rapid anti gen. Kita sudah di Pulau Buru, mau kembali baru ada informasi seperti itu.Akhirnya kita tertahan sudah tiga hari,"beber Tontjie.

Tiga hari tertahan di pelabuhan dermaga Feri Namlea, Tontjie dkk mengatakan barang dagangan warga dari Pulau Buru yang hendak diantarpulaukan ke Ambon juga banyak yang rusak.

Baik itu sayur-sayuran yang rusak, bahkan di hari kemarin ada satu ekor sapi yang mati.

"Bapak tahu sendiri kalau sapi di dalam mobil panas kalau katong (kita) parkir sudah tiga hari di pelabuhan,"beber Tontjie.

Tontjie dkk mengaku heran dengan kebijakan terbaru dari Pemprov Maluku, sebab saat mereka dari Ambon tidak diwajibkan rapid test antigen. 

"Saat dari Ambon tidak ada kita diwajibkan rapid anti gen. Jangan jebak kita di sini,"keluhkan Tontjie.

Tontjie dan para sopir angkutan logistik yang tertahan di Namlea ini mengaku baru mengalami kejadian ini di Pulau Buru. Alasannya dari Pulau Ambon ke Pulau Seram pergi pulang tidak ada seperti ini.

“Hanya di Pulau Buru saja terjadi seperti ini, ke Pulau Seram, Masohi Kairatu, SBB itu tidak ada,"tukas Tontjie.

Sebagai masyarakat kecil, ia mengira-kira ada apa di Pulau Buru, seraya meminta agar sebarai rakyat kecil jangan libatkan mereka sebagai korban.

"Beta sebagai masyarakat kecil, kira-kira ada apa di Pulau Buru. Jangan libatkan kita sebagai masyarakat keci di sini. Jangan jadikan kita sebagai tameng. Kasihan ibu-ibu yang bawa sayur itu, sayurnya sampai rusak,"tandasnya.

Inti dari protes Tontjie dkk ini, mereka mengaku kebijakan rapid anti gen kepada para sopir logistik agar dihapus. Karena mereka sudah punya bukti surat berbadan sehat yang diperbaharui seminggu sekali.

"Kami mengharapkan dari pemerintah propinsi Maluku dan gugus Covid supaya kami jalan seperti biasa sebagai pengangkut logistik,"pinta Tontjie menyuarakan keinginan para sopir ini.

Ditambahkan, sewaktu mulai ada Covid-19 para sopir angkutan logistik ini sudah berdebat dengan petugas gugus Covid-19 di Ambon.  Akhirnya mereka jalan seperti biasa setelah di-chek- up kesehatan dan mengantongi surat berbadan sehat.

"Kenapa di muka lebaran baru ada terjadi seperti ini. Kami sebagai masyarakat kecil sangat dirugikan,"soalkan Tontjie.

Kata para sopir ini, Rapid antigen itu Rp.300 ribu, bahkan ada yang Rp.400 ribu (BB-DUL)