BERITABETA.COM, Saumlaki – Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar [KKT] Petrus Fatlolon naik pitam, karena merasa anak buahnya  dilecehkan oleh seorang politisi di kabupaten itu.

Peristiwa ini terjadi saat digelarnya diskusi publik yang digagas oleh Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Kampus Lelemuku di Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), Senin (31/1/2022).

Fatlolon marah, setelah Petrus Balak yang juga Wakil Ketua DPC PDI-Perjuangan Bidang Hukum KKT, menyampaikan analogi dengan menyebut kata sapi.   

“Pak Bupati kan piara sapi ya? Saya juga. Sapi pak Bupati namanya manis. Kalau sapi saya namanya sayang. Sapi saya selalu patuh, bila saya tarik ke sana kemari,” ungkap Balak memulai pembicaraannya.

Mendengar perumpamaan itu, Bupati Petrus Fatlolon, langsung melayangkan protes kerasnya.

Dia meminta agar Balak sebagai penanya, kambali menarik kata-katanya Dengan perumpamaan sapi itu.

Menurut Bupati, sangat tidak pantas mengumpakan para Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai hewan jenis sapi.

“Anda pikir ASN saya hewan ya? Kalau anda tidak mengklarifikasinya, saya akan lapor anda sekarang juga di Polisi," tegas Bupati.

Bupati Fatlolon geram dan mengingatkan moderator Lodewik Wessy, agar  mampu mengendalikan forum diskusi. Apalagi menyamakan manusia dengan hewan.

"Moderator harus bisa mengendalikan. Tidak boleh samakan manusia dengan hewan. Ngapain kamu bilang sapi juga? Tidak tahu etika. Kamu anggap ASN ini hewan?" tegas Bupati.

Kata sapi itu pun menyulut, kericuan dalam forum diskusi. Ini terjadi karena para pimpinan SKPD yang hadir ikut naik pitam. Mereka tersinggung karena diumpamakan dengan hewan.

Akibat ricuh, semua pun diperintahkan ASN pun keluar dari forum diskusi. Alhasil Bupati, Sekda dan para pimpinan SKPD yang hadir semuanya walkout dari ruang diskusi.

Sementara itu, pasca insiden tersebut, Kepala Dinas Kominfo Frederick Batlayeri, selaku juru bicara Pemkab Kepulauan Tanimbar  menjelaskan,  alasan hingga semua pejabat keluar ruangan lantaran kondisi diskusi publik tidaklah bernuansa akademis. Untuk itulah, pemda harus keluar dari ruang diskusi.

"Tidak bernuansa ilmiah, karena tidak ada pemateri yang bertangungjawab atas judul atau materi yang didebatkan," ujarnya.

Ia juga menilai diskusi itu juga mengambang. Lantaran unsur pembicara hanya dari Pemda dan DPRD, yang notabenenya adalah penyelenggara pemerintahan.

Dimana sebagai lembaga eksekutif, pemda hanya melaksanakan kepatuhan perundang - undangan.

"Soal perbedaan pendapat dalam diskusi publik itu biasa dan wajar, karena itu dinamika. Tetapi mengumpamakan dan menuding bahwa sapi yang patuh di tarik-tarik itu sangat tidak beretika," tandas dia.

Sekali lagi dirinya ingatkan, bahwa ilustrasi sapi tidak relevan. Mengingat secara jabatan  Bupati tidaklah memelihara sapi. Sebagai kepala daerah, bupati melaksanakan tugas pemerintahan.

"Kita sementara mempelajari ini untuk melanjutkan ke proses hukum," katanya.

Untuk diketahui, sekolah tinggi ilmu hukum dibawah naungan Yayasan Lelemuku tersebut, menggelar Lelemuku Law Discussion (LLD) dengan mengangkat tema

"Potret Kepatuhan Pemerintah KKT terhadap keputusan pengadilan yang inkrach van gewijsde".

Dimana menghadirkan pembicara dari unsur pemda (Bupati) Kejari KKT, Ketua Pengadilan Negeri Saumlaki, Kapolres KKT. Sayangnya baik Kapolres maupun Kepala Kejaksaan Negeri serta Ketua Pengadilan Negeri tak hadir. Hanya unsur pemda yakni Bupati dan Pimpinan DPRD setempat (*)

Pewarta : Sumitro K