BERITABETA.COM, Ambon – Duta Parenting (Perangi Stunting) Provinsi Maluku, Widya Murad Ismail, pekan depan berencana akan ke Kilmuri, salah satu locus stunting di Pulau Seram, Kabupaten Seram Bagian Timur. Keinginannya ke Kilmuri, mendapat perhatian sang suami, Gubernur Maluku Murad Ismail, yang akhirnya juga ingin datang ke Kilmuri.

Pilihan Widya ke Kilmuri, cukup menyibukkan aparat pemerintah provinsi dan kabupaten. Selalu saja ada alasan, agar dirinya tidak pergi kesana, dan menggantikan locus stunting yang harus dikunjunginya di kabupaten itu.

Dari sulitnya akses ke Kilmuri, sampai dengan cuaca laut yang lagi tidak bersahabat, menjadi tantangan yang harus dia hadapi. Satu-satunya cara untuk bisa menginjakkan kaki di Kilmuri hanyalah dengan menumpangi perahu atau kapal laut. Sama sekali tidak ada ruas jalan raya di kecamatan itu, termasuk pula pelabuhan laut.

Widya juga disuguhi data bahwa Kilmuri tidak termasuk daerah yang dirujuk sebagai locus stunting. Lokasi lain yang ditawarkan ke Widya sebagai locus stunting, malah jauh lebih mudah dijangkau dari ibukota kabupaten.

Terakhir, tim survey yang dikirim pemda provinsi untuk memastikan jalur dan kondisi lapangan, dilaporkan tidak sampai ke Kilmuri. Mereka hanya sampai di Desa Kufar, dan berakhir di pelabuhan Air Kasar, Kecamatan Tutuktolu. Tidak ada pengemudi speedboat di sana yang mau mengantarkan mereka ke Kilmuri.

“Semakin saya diberi masukan untuk tidak kesana, semakin saya ingin sekali sampai ke Kilmuri dan melihat kondisi masyarakat di sana,” kata Widya mantap.

Ia penasaran, kenapa daerah yang begitu terisolasi di SBT itu dilaporkan tidak ada kasus stunting dan gizi buruk. Sementara daerah-daerah yang mudah aksesnya ke ibukota Kabupaten di Bula, justru temuan kasus stunting dan gizi buruknya sangat tinggi. Sejumlah anak pun dilaporkan meninggal dunia karena terpapar gizi buruk.

“Di Kilmuri nanti, saya ingin langsung on the spot datangi rumah anak-anak yang kena stunting, maupun rumah ibu-ibu hamil dan menyusui, untuk melihat secara langsung pola hidup mereka, termasuk makan mereka,” katanya.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, prevalensi stunting di Maluku mencapai angka 34 persen. Kondisi ini menjadikan Maluku termasuk daerah rawan dengan tingkat stunting yang tinggi, setelah Nusa Tenggara Timur. SBT termasuk daerah dengan kasus stunting dan gizi buruk yang tinggi di Maluku.

Tingginya angka kemiskinan merupakan akar permasalahan kesehatan dan gizi di Maluku. Tempat tinggal yang tidak sehat, masalah perilaku, kesadaran dan inisiatif hidup sehat yang rendah, akses terhadap pelayanan kesehatan juga rendah, semakin memperburuk kualitas kesehatan masyarakat.