Tokoh Poligami Anggola Meninggal, Punya 42 Istri, 156 Anak dan 250 Cucu
BERITABETA.COM – Dunia dihebohkan dengan pemekaman seorang pria asal Anggola, Afrika bernama Fransisco Tchikuteny Sabalo. Pristiwa kepergian pria yang dikenal dengan sebuatan sebagai Pai Grande, atau Big Dad, menjadi viral saat dimakamkan pada 19 April 2020.
Fransisco Tchikuteny Sabalo memiliki 42 istri, 156 anak dan 250 cucu menjadi perhatian dunia. Proses pemakamannya mencuri perhatian publik, kerena Sabalo meninggal dunia saat kondisi tengah pandemi virus corona.
Himbauan pemerintah untuk menjaga jarak dan menghindari kerumunan pun akhirnya dilanggar oleh para pelayat.
Semua istri, anak, cucunya dana pelayat dari kerabat terdekat berbaur menjadi satu menghantar Sabalo ke peristirahatan terakhirnya. Para pelayat Sabalo saling berpelukan, menangis, bernyanyi dan berdiri berdekatan.
Meskipun ada seruan untuk menjaga jarak atau social distancing dan larangan yang dikeluarkan presiden untuk melakukan pertemuan lebih dari 50 orang pada masa pandemi virus corona ini.
Sabalo berusia sekitar 70 tahun, meninggal dunia Selasa (14/4/2020) lalu karena kanker prostat.
“Selama lebih dari satu tahun ia mengupayakan pengobatan di Luanda dan beberapa tempat lain,” ujar salah seorang putranya, Lumbaneny Sabalo.
Namun ia memutuskan kembali ke kediamannya sehingga “jika Tuhan memanggilnya, setidaknya ia meninggal didampingi istri dan anak-anaknya.”
Ia seorang “manusia yang komplit” yang mengutamakan keluarga dan pendidikan, ujar salah seorang pelayat dalam upacara pemakaman di Giraul do Meio, atau oleh warga lokal dikenal sebagai Pulau Mungongo, yang terletak di selatan kota pelabuhan Namibe.
“Sabalo adalah jemaat gereja New Ecclesiastic Order of Angola,” ujar salah seorang anggota keluarga lainnya.
Ia dimakamkan di sebuah pemakaman yang diperuntukkan bagi keluarganya. Angola melarang poligami, tetapi masih dipraktikkan secara luas di negara yang mayoritas beragama Kristen itu.
Istri pertama Tchikuteny, Eva Domingos Bartolomeu mengatakan bahwa dia berharap keluarganya tetap bersatu, sesuai dengan keinginan Tchikuteny. “Saya akan melakukan apa saja untuk memberi makan anak-anaknya dan tetap sehat,” katanya.
Keluarga yang sangat besar itu hidup bergantung pada pertanian, beternak domba, kambing dan sapi, ditambah tanaman tomat, kol, bawang, paprika dan jagung. Mereka mendapatkan uang dengan menjual kelebihan panen dan ternak mereka di pasar (BB-DIP)