Oleh : Dr. M. J. Latuconsina, S. IP, MA (Pemerhati Sosial, Ekonomi & Politik)

Perkembangan Kota Ambon sudah begitu pesat. Ambon tidak hanya berperan sebagai ibu kota Provinsi Maluku saja, tapi Ambon telah menjadi kota perdagangan sejak lama.  Saat ini posisi Ambon sebagai kota perdagangan tumbuh pesat, dimana menjadi penyangga bagi sepuluh kabupaten/kota lainnya di Provinsi Maluku.

Banyak market modern dari skala kecil, menengah hingga besar mulai bermunculan sejak sepuluh tahun terakhir di setiap sudut kota yang berjuluk manise ini. Kondisi ini menunjukkan tingkat konsumsi warga Kota Ambon merangkak naik signifikan daripada pasca konflik kemanusiaan di tahun 2005 lalu.

Banyaknya market modern tersebut diikuti pula dengan dibangunnya gudang barang-barang perdagangan di beberapa desa/kelurahan di Kota Ambon, yang jumlahnya hampir 20-an oleh para pengusaha.

Lahan kosong berpuluh-puluh tahun pun kemudian didirikan gudang barang-barang perdagangan. Fenomena ini menunjukan Kota Ambon yang semakin bergerak menjadi kota perdagangan.

Mengantisipasi hal tersebut, otoritas Pelabuhan Yos Soedarso Ambon pun melakukan perluasan pelabuhan terbesar di Provinsi Maluku itu, yang dilakukan sejak tahun 2013 lalu.

Perluasan itu dilakukan dengan reklamasi seluas 1.000 persegi, yang di proyeksikan mengantisipasi lonjakan petikemas pada tahun 2014 dan 2015 lalu.

Luas Pelabuhan Yos Soedarso sebelumnya hanya mencapai 2,3 hektare dengan daya tampung mencapai 65.000, yang tentu terlalu sempit.

Idealnya Pelabuhan Yos Soedarso menjadi empat hektare guna menjawab kebutuhan bongkar dan muat di pelabuhan tertua di Provinsi Maluku itu. Oleh karena itu masih memerlukan dua hektare lagi agar terpenuhi luas pelabuhan yang ideal.

Dengan pekerjaan reklamasi yang telah usai dilakukan tersebut, diperkirakan hanya mampu menampung kurang lebih 200 petikemas saja, yang tentu jumlah itu masih sedikit. Jika demikian perluasan pelabuhan itu dilakukan dalam rangka mengantisipasi lonjakan petikemas pada tahun 2014 dan 2015, itu artinya pada tahun 2020 lalu sebelum merebak pendemi Corona jumlah petikemas justru sudah semakin melonjak.

Lonjakan petikemas di pelabuhan Yos Soedarso tersebut memiliki korelasi dengan semakin banyaknya gudang penampungan barang-barang perdagangan di beberapa desa/kelurahan di Kota Ambon. Fakta yang terjadi adalah semakin banyaknya mobil tronton pengangkut petikemas dari pelabuhan Yos Soedarso ke gudang penampungan barang-barang perdagangan tersebut.

Kebanyakan mobil tronton itu beroperasi di waktu malam disaat masih ramainya warga Kota Ambon dengan kendaraan mereka di jalan raya. Kadang saat menggunakan kendaraan roda dua dan empat kita dikagetkan dengan mobil tronton, yang lewat di depan kita.

Jika tidak fokus para pengendara kendaraan roda dua, dan empat akan "adu banteng" dengan mobil tronton itu. Apalagi kondisi jalan yang ramai, sempit dan lampu jalannya redup, maka sewaktu-waktu kecelakaan lalu lintas dapat terjadi.

Kota Ambon yang padat dan kecil, cukup pelik untuk didesain suatu Kawasan Industri Ambon (KIA), sebagai suatu wilayah pergudangan yang terkoneksi langsung melalui jalur jalan khusus ke Pelabuhan Yos Soedarso, dimana menjadi area safte (aman) dari keramaian kendaraan roda dua dan empat milik warga masyarakat. Sehingga safte pula bagi lalu lalangnya mobil tronton di jalan raya.

Tentu butuh terobosan dari mereka yang memiliki otoritas penuh, dalam tata kelola Kota Ambon, yang relevan dengan pengaturan mobil tronton, yang lalu lalang di waktu malam. Pengaturan itu penting, dimana tidak mengejar keuntungan ekonomi semata, namun perlu juga memberi kenyamanan bagi warga Kota Ambon, agar mereka terhindar dari diseruduk mobil tronton atau menyeruduk mobil tronton (*)