Oleh  : Sholihin H. Z.

Isra’ Mi’raj yang terdiri dari dua kata memiliki makna yang sangat dalam. Secara umum, isra’ diartikan sebagai perjalanan malam sebagaimana yang juga disandangkan kepada Nabi Ya’qub as sebagai nabi israil, nabi yang senang mengadakan perjalanan di malam hari.

Mi’raj bermakna naik, dalm konteks peristiwa fenomenal ini, miraj dimaknai sebagai peristiwa perjalanan Nabi Muhammad SAW dari bumi menuju sidratul muntaha dengan melewati tempat-tempat dan perjumpaan dengan nabi-nabi. Isra adalah perjalanan horizontal sementara miraj perjalanan vertikal.

Isra’ mi’raj diartikan sebagai perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsha di Palestina dan selanjutnya menembus langit hingga sidratul muntaha. Dari sekian banyaknya makna isra’ mi’raj, setidaknya ada tiga hal yang menjadi perhatian kita dalam rangka memaknai periswa isra’ mi’raj ini.

Pertama, peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad SAW memunculkan tiga kategorisasi masyarakat Arab ketika itu yakni 1. Mereka yang percaya kepada Nabi Muhammad SAW; 2 Mereka yang tidak percaya dengan peristiwa tersebut; dan 3. Mereka yang ragu-ragu.

Kelompok yang pertama diwakili oleh sahabat utama beliau, khalifah pertama dan yang tergolong assabiqunal awwalun, Abu Bakar bin Abi Quhafah, karena keyakinan beliau yang membenarkan peristiwa itu sehingga Nabi Muhammad SAW memberi predikat beliau dengan gelar ash-Shiddiq, yang artinya membenarkan, membenarkan peristiwa tersebut.

Kelompok yang kedua dan ketiga adalah kelompok yang tidak percaya dan ragu-ragu, apa benar Muhammad bergerak dan berjalan dari Makkah ke Palestina dengan jarak lebih kurang 1300 km terus tembus ke langit ke tujuh, dengan berangkat setelah Isya dan kembali sebelum shubuh? Sangat tidak masuk akal.

Sementara logika mereka mengatakan perjalanan dari Makkah ke Madinah saja menempuh perjalanan lebih kuang tujuh hingga 10 hari. Irrasional dan mutahil.