Urgensi Reorganisasi Dewan Energi Nasional

Oleh : B. Akhmad Ramdhani Saimima (Legal Drafter DPD RI)
Pengelolaan energi harus dilaksanakan secara optimal untuk menjamin penyediaannya, baik untuk kebutuhan saat ini maupun di masa mendatang. Hal ini menjadi alasan kuat bagi banyak negara menempatkan sumber-sumber pasokan energi, sistem pengelolaan, dan distribusi harus dikuasai negara, agar akses negara terhadap sumber energi tetap terjaga.
Termasuk Indonesia, peran enargi ini juga telah tercermin dari diaturnya pemanfaatan sumber daya alam dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang kemudian penjabarannya diatur dalam berbagai undang-undang dan peraturan di bawahnya.
Sebab itu, keinginan suatu bangsa untuk mewujudkan ketahanan energi dan kemandirian energi nasional dapat dilakukan melalui prinsip-prinsip tata kelola yang baik (good governance principles) didukung oleh visi, strategi, perencanaan yang holistik dan mampu diterapkan.
Baik pada sisi penyediaan (supply side management) agar selalu meningkat untuk memenuhi permintaan maupun pada sisi pemanfaatan (demand side management) yang diarahkan kepada penggunaan energi secara optimal dan efisien di seluruh sektor pengguna.
Kebijakan tersebut harus terintegrasi dengan baik serta mampu mengantisipasi peluang dan tantangan ke depan, menjamin kesinambungan, melindungi konsumen yang memiliki daya beli terbatas.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, sesuai dengan amanat UU No. 30 Tahun 2007, negara telah mengamanatkan dibentuknya suatu Dewan Energi Nasional (DEN) yang anggotanya terdiri 7 orang penyelenggara pemerintah yang secara langsung bertanggungjawab atas penyediaan, transportasi, penyaluran, dan pemanfaatan energi serta 8 (delapan) anggota dari Unsur Pemangku Kepentingan.
DEN dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2008, diberi tugas untuk :
- Merancang dan merumuskan kebijakan energi nasional untuk ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR.
- Menetapkan Rencana Umum Energi Nasional.
- Menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi.
- Mengawasi pelaksanaan kebijakan di bidang energi yang bersifat lintas sektoral.
Secara kelembagaan, DEN merupakan lembaga yang bersifat nasional dan mandiri yang bertanggungjawab atas perumusan kebijakan energi nasional. Strukturnya terdiri atas:
- Pimpinan DEN:
Ketua: Presiden
Wakil Ketua : Wakil Presiden
Ketua Harian : Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
2. anggota DEN:
- 7 orang anggota yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden yang terdiri atas menteri dan/atau pejabat pemerintah lainnya yang secara langsung bertanggung jawab atas penyediaan, transportasi, penyaluran, dan pemanfaatan energi;
- 8 orang yang dipilih oleh DPR yang terdiri atas:
- 2 orang dari kalangan akademisi;
- 2 orang dari kalangan industri;
- 2 orang dari kalangan konsumen;
- 1 orang dari kalangan teknologi; dan
- 1 orang dari kalangan lingkungan hidup.
Dilihat dari komposisi struktur organisasi DEN di atas, terdapat beberapa potensi kontradiksi dengan norma lainnya yang menjadi kelemahan dalam penyusunannya di UU Energi ini karena jika mengacu pada ketentuan Pasal 1 angka 26 UU Energi yang menyebutkan bahwa:
Pasal 1. 26. Dewan Energi Nasional adalah suatu lembaga bersifat nasional, mandiri, dan tetap yang bertanggung jawab atas perumusan kebijakan energi nasional. Dengan sifat lembaga yang mandiri, maka dapat diartikan bahwa lembaga tersebut tidak ada intervensi dari kekuasaan lembaga mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Padahal dalam struktur organisasinya sendiri terdapat presiden, wakil presiden, menteri, dan pejabat pemerintahan lainnya yang rumpun jabatannya jika mengacu pada teori pembagian kekuasaan triaspolitica-nya Montesque.
Maka jabatan-jabatan tersebut dapat dikategorikan dalam pelaksana kekuasaan eksekutif yang berada di bawah Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan sebagaimana ketentuan Pasal 4 UUD NRI Tahun 1945.
Pada BAB III, KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA, Pasal 4 mengaurai :
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Sehingga jika unsur keanggotaannya berasal dari pemerintah maka pemaknaan kata “mandiri” dalam memaknai definisi DEN harus ditafsirkan sebagai kemandirian dalam ranah kekuasaan pemerintahan.
Namun disisi lain setelah membaca Pasal 13 dan 14 UU Energi, pada kenyataannya tidak demikian karena, anggota yang diseleksi dan diusulkan oleh pemerintah yang kemudian dipilih 8 orang oleh DPR merupakan para profesional di bidangnya.
Mekanisme rekrutmen ini sama dengan mekanisme pada lembaga-lembaga mandiri lainnya seperti Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilihan Umum, Ombudsman, dan lain sebagainya di mana lembaga-lembaga tersebut memiliki tugas dan wewenang yang otonom tanpa intervensi dari kekuasaan lembaga negara yang lain, sehingga mungkin saja kemandirian yang dimaksud dalam definisi DEN adalah sama dengan kemandirian pada lembaga-lembaga otonom tersebut.
Dari corak struktur DEN yang keanggotaannya menggabungkan pejabat dalam jabatan pada institusi pemerintahan di bawah rumpun kekuasaan eksekutif yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dan anggota yang berlatarbelakang profesional yang dipilih oleh DPR, maka kemandirian lembaga DEN berpotensi memunculkan interpretasi yang berbeda-beda.
Potensi tersebut diperkuat dengan ambiguitas susunan dan kedudukan DEN jika dilihat lebih jauh pada ketentuan Pasal 5 UU Energi, di mana Norma tersebut mengindikasikan bahwa seolah-olah DEN lebih kuat kewenangannya dibandingkan pemerintah dalam hal menetapkan jenis, jumlah, waktu, dan lokasi cadangan penyangga energi, karena jika DEN tidak menetapkan, maka Pemerintah tidak akan bisa menjalankan kewajibannya.
Pasal 5 juga menyebutkan, (1) Untuk menjamin ketahanan energi nasional, Pemerintah wajib menyediakan cadangan penyangga energi. (2) Ketentuan mengenai jenis, jumlah, waktu, dan lokasi cadangan penyangga energi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Pemerintah dan lebih lanjut ditetapkan oleh Dewan Energi Nasional.
Selain kelemahan norma pada sifat kemandiriannya, keberadaan Presiden dan Wakil Presiden sebagai Ketua dan Wakil Ketua DEN jika dilihat dari perspektif ketatanegaraan dipandang kurang tepat, karena secara konstitusional.
Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan yang dibantu oleh Wakil Presiden sehingga otoritas Presiden dan Wakil Presiden dalam menjalankan roda pemerintahan negara jauh lebih tinggi kedudukannya dan lebih luas cakupan kewenangannya dari kedudukan dan wewenang DEN.
Untuk itu, dengan menisbahkan Presiden dan Wakil Presiden sebagai ketua dan wakil ketua dalam struktur organisasi DEN sama halnya dengan mendegradasi kedudukan Presiden dan Wakil Presiden itu sendiri.
Apabila kedudukan DEN sebagai lembaga nasional yang mandiri sebagaimana bunyi Pasal 1 angka 16 UU Energi yang bertanggungjawab atas perumusan kebijakan energi nasional, maka idealnya lembaga ini sepenuhnya beranggotakan para profesional di bidangnya sesuai kompetensinya masing-masing saja.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (3) UU Energi dan tidak perlu beranggotakan pejabat pemerintah maupun menteri sehingga kerja profesional terhadap tugas-tugas DEN dapat dimaksimalkan dengan baik, apalagi DEN juga telah didukung oleh perangkat kesekretariatan yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal dengan jajaran perangkan Aparatur Sipil Negara (ASN) di bawahnya.
Selain kendala problem pada struktur organisasinya, DEN juga terbatas pada tugasnya yakni merancang dan merumuskan kebijakan energi nasional untuk ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR, menetapkan rencana umum energi nasional, menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi, serta yang terakhir mengawasi pelaksanaan kebijakan di bidang energi yang bersifat lintas sektoral.
Dari keempat tugas DEN tersebut, tiga di antaranya sudah terlaksana yakni merancang dan merumuskan kebijakan energi nasional telah selesai dengan ditetapkannya PP No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.
Selanjutnya menetapkan rencana umum energi nasional, juga sudah dilaksanakan dengan lahirnya Perpres No. 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional. Berikutnya tugas menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi telah dilaksanakan dengan ditetapkannya Perpres No. 41 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan/atau Darurat Energi.
Untuk tugas mengawasi pelaksanaan kebijakan di bidang energi yang bersifat lintas sektoral inilah yang masih secara kontinu dilakukan oleh DEN, yakni mengawasi target capaian bauran energi nasional untuk tahun 2025 dan tahun 2050 mendatang.
Oleh karena dengan hanya tinggal menyisakan satu tugas pengawasan saja maka sudah seharusnya dipikirkan kembali untuk melakukan reformulasi struktur organisasi DEN untuk memperkuat posisi DEN dari kalangan profesional (*)