Usut Dugaan Korupsi, Kejati Maluku Periksa Sekda SBT
BERITABETA.COM, Ambon – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku membenarkan telah memeriksa Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Jafar Kwairumaratu, dalam upaya pengusutan kasus dugaan korupsi tahun 2021.
Jafar diperiksa penyidik Kejati Maluku sebagai saksi, terkait anggaran belanja langsung dan tidak langsung di lingkungan Sekertariat Daerah (Setda) Kabupaten SBT.
Kejaksaan juga memeriksa puluhan orang (ASN) terkait kasus yang diduga telah merugikan negara sebesar kurang lebih miliaran rupiah ini, juga telah diperiksa sebagai saksi.
“Benar (sekda SBT sudah diperiksa),” kata Aspidsus Kejati Maluku, Triyono Haryono, Selasa (4/7/2023).
Sehari sebelumnya, Kepala Seksi Penyidikan Kejati Maluku, Ye Ocheng Alamahdaly, mengaku kasus itu telah ditingkatkan dari Penyelidikan ke tahap Penyidikan.
Kepada mahasiswa yang melakukan aksi unjuk rasa, diharapkan dapat mendukung pengusutan kasus itu hingga tuntas tanpa ada intervensi dari pihak manapun.
“Kasus korupsi lingkup Setda Kabupaten SBT saat ini sedang ditangani Kejaksaan Tinggi Maluku, sudah sampai pada tahap Penyidikan, sehingga kami mohon doa dan dukungannya tanpa dipengaruhi oleh kepentingan tertentu maupun intervensi dari pihak manapun, karena kinerja kami murni penegakan hukum dan tidak mencari-cari kesalahan orang lain,” tegasnya saat menerima perwakilan pendemo di loby kantor Kejati Maluku.
Sebelumnya, para pendemo berbendera Pengurus Wilayah Maluku Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) yang dikoordinir Thoriq Karpailu, dan Hairul Rumata mendesak Kejati Maluku menangkap Sekda SBT.
“Kami mendesak Kejaksaan Tinggi Maluku untuk menangkap saudara PJ Sekretaris Daerah Kabupaten Seram Bagian Timur atas dugaan kasus korupsi dana biaya SPPD dan makan minum senilai Rp 6 miliar,” pinta para pendemo.
Penyidikan kasus tersebut merupakan temuan BPK RI dari pos anggaran belanja langsung dan tidak langsung di Setda SBT dengan total anggaran Rp 6 miliar. Temuan BPK diketahui adanya penyimpangan sebesar kurang lebih Rp 2 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan (*)
Editor : Redaksi