RITABETA.COM, Ambon – Kiprah TNI bersama rakyat tidak bisa dianggap sebelah mata. Kemanunggalan TNI bahkan sudah dirasakan di seanteru  wilayah Indonesia.  Tak kecuali yang terjadi di wilayah Provinsi Maluku.

Potret kemanunggalan TNI dengan rakyat ini terjadi di dataran Pulau Seram, yang dilakukan personel Pos Mausu Ane SSK II Satgas Ops Pamrahwan Maluku Yonif RK 136/TS.

Di kawasan itu, para prajurit TNI ini mengajak dan mengajarkan warga suku Mausu Ane yang sebelumnya hidup nomaden, untuk mengolah lahan kosong dan bercocok tanam dan menjadikannya sebagai sumber pangan bagi kehidupan penduduk asli Suku Mausu Ane.

Danpos Mausu Ane SSK II, Lettu Inf Sutyoso Doan Artoyudo dalam rilisnya yang diterima media ini, Senin (25/11/2019) mengungkapkan,  pihaknya memberikan kepada warga Suku Mausu Ane tentang bagaimana cara memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki.

“Saya dan personel pos mengajak dan mengajarkan warga bagaimana cara mengolah lahan kosong untuk dijadikan sarana bercocok tanam. Ini dimulai dari pembukaan sekaligus pengolahan lahan, penanaman bibit, pemupukan, perawatan hingga mengambil hasil panennya,” ungkap Artoyudo.

Artoyudo mengatakan, kegiatan ini telah dilakukan dengan menyemai bibit tanaman sayuran  antaranya, kangkung, sawi, kacang panjang dan kacang tanah. Empat jenis tanaman hortikultura dan pangan ini  dipilih, karena dinilai selain cocok dengan iklim juga karakter tanah yang memungkinkan.

“Kami seluruh personel pos dan warga Mausu Ane sangat bersyukur bercampur dengan perasaan bahagia, karena perjuangan yang kami lakukan sudah membuahkan hasil dengan baik,”ungkapnya.

Personel Pos Mausu Ane SSK II Satgas Ops Pamrahwan Maluku Yonif RK 136/TS mengajarkan salah satu warga Suku Mausu Ane bercok tanam

Sutyoso Doan juga berharap,  dengan bekal ilmu yang diperoleh, penduduk asli suku Mausu Ane dapat langsung mempraktekannya secara mandiri.   Sebab, di kawasan itu masih terdapat lahan kosong yang bisa dimanfaatkan sebagai sarana bercocok tanam. “Kita harap kedepan sayuran yang dihasilkan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka,” urainya.

Seperti diketahui, Suku Mausu Ane  merupakan masyarakat  terasing yang hanya dapat ditemui dengan perantara salah satunya Raja Negeri Maneo Rendah. Keberadaan suku pedalaman di hutan Seram, Gunung Morkelle, Kecamatan Seram Utara Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, ini sempat menggempar publik luas.

Mereka pernah terlilit masalah pangan yang akut dan menimbulkan kelaparan dan kematian. Hidup mereka yang sering berpindah -pindah ke lokasi baru (Nomaden) di pegunungan Seram, menjadi penyebab utama.

Terdapat tiga lokasi terpisah antara lain di  bantaran sungai Kobi, Laihaha dan Tilupa yang sebagian besar merupakan daerah pinggiran perkampungan dan perkebunan.

Suku  ini diketahui berjumlah enam kelompok dengan jumlah ± 45 KK dan ± 175 jiwa. Hidup mereka sangat bergantung kepada hasil alam maupun hasil perkebunan. Namun, kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 2015 silam, menyebabkan Suku Mausu Ane sering berpindah ke lokasi baru.

Di tahun 2018, ketika  hasil kebun mereka gagal panen disebabkan oleh serangan hama tikus dan babi hutan, membuat stok makanan kian terbatas. Mereka terpaksa hidup selama dua minggu tanpan bahan makanan.  Warga suku Mausu Ane akhirnya mengonsumsi sumber makanan lain  seperti dedaunan dan akar rotan dan membuat meraka ada yang mati kelaparan.

Keberadaan mereka baru terungkap pada 23 Juli  2018, setelah seorang Warga Mausu Ane, memberanikan diri mendatangi pemukiman warga di Maneo rendah untuk meminta bantuan bahan  makanan kepada Pendeta Hein Tualena.

Kabar ini kemudian disampaikan Pendeta Hein Tualena kepada Danramil 1502-05/Wahai Kapten Cba La Ode Ma’ruf dan menjelaskan bahwa kematian beruntun warga Suku Mausu ane yang diakibatkan mereka kesulitan mendapatkan pangan yang layak dan air bersih. (BB-DIO)