BERITABETA.COM, Namlea – Puluhan warga pendatang dari Jakarta, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Makassar lolos masuk ke Namlea, Kabupaten Buru, lewat jalur tikus dengan menggunakan speedboat dari Pulau Ambon menuju Namlea.

Mereka diloloskan masuk ke lokasi proyek Bendungan Waeapo di Desa Wapsalit, Kecamatan Lolongquba, tanpa melalui proses karantina di Ambon. Namun mereka dapat bekal  Surat Keterangan Bepergian ke daerah tujuan dari Satgas Covid-19 Maluku yang diteken Henry M Far Far SH MH, atas nama Ketua Harian Satgas.

Menanggapi hal itu, Sekertaris Satgas Covid-19 Kabupaten Buru, Azis Tomia, yakin hal itu tidak perlu terjadi kalau yang didatangkan dengan speedboat itu juga dikoordinasikan dengan baik. Supaya tim kesehatan juga siap.

“Nanti katong (kami) buat surat untuk pekerja bendungan agar kalau ada yang tiba dengan speed, supaya dilakukan pemberitahuan terlebih dahulu,”jelas Azis Tomia kepada para wartawan.

Sementara masyarakat yang mengetetahui kejadian ini, ramai-ramai mengecam Satgas Covid-19 Propinsi Maluku dan Satgas Kota Ambon. Apalagi kedatangan rombongan dalam jumlah cukup besar itu tidak melalui jalur angkutan resmi ASDP feri di dermaga Galala ke dermaga Feri Namlea.

“Ko bisa ya?, Tak bisa diucapkan. Ator jua  iko dong mau. Katong su lala deng akan virus ni,”ucap Ami seorang ibu rumah tangga dengan nada getir.

Warga menghendaki, para pendatang dari zona merah dan disponsori perusahan ini harus dikarantina terlebih dahulu di Ambon. Sama seperti yang dilakukan satgas terhadap karyawan yang bekerja di perusahan minyak di Bula, SBT.

“Ko bisa orang yang dari zona merah bisa sampe ka zona merah deng sanang hati dan sagala salamat tu, asli memang,”cibir Ongen Warhangan, satu warga lainnya.

Wartawan media ini lebih jauh melaporkan, kawanan orang dari zona merah ini tiba di dermaga lama dalam Kota Namlea, Sabtu siang (13/6). Mereka gunakan jalur tikus, diseberangkan dari Pulau Ambon menggunakan spedboat.

Di pelabuhan disinyalir sudah ada orang yang diminta bantuan memuluskan mereka keluar dari pelabuhan supaya tanpa diperiksa sesuai protokol waspada Covid-19 dengan ketat.

Alasannya surat ke-26 warga yang datang dari Jakarta ini semuanya sudah lengkap, ada surat keterangan kesehatan dan juga surat hasil rapid test non reaktif.

“Saya minta ke beliau agar tunggu dahulu tim kesehatan datang, lalu periksa dan harus menunggu petunjuk tim satgas kabupaten,”ujar seorang petugas Dinas Perhubungan Buru yang bertugas di Pelabuhan dalam kota kepada awak media.

Dalam peristiwa kedatangan tadi, ada rekan wartawan sempat berdebat mulut dengan satu petugas polairud yang tiba-tiba saja merapat ke meja Dinas Perhubungan Kabupaten Buru, saat wartawan sedang mengambil gambar.

Ia terlihat disuruh  atasannya Kasatpolairud. Wartawan dimintanya tidak boleh mengambil gambar dan dijawab oleh satu rekan wartawan kalau mereka juga lagi bertugas meliput kedatangan warga dari zona merah ini.

Akhirnya oknum petugas ini mengalah dan membiarkan awak media meliput dan mewawancari rombongan ini.

Kepada awak media, rombongan gelombang kedua yang baru tiba tadi, mengaku datang dari Jakarta. Mereka baru pernah  ke Namlea untuk bekerja di proyek Bendungan Waeapo di Desa Wapsalit, Kecamatan Lolongquba, Kabupaten Buru.

Namun satu rekannya yang terkejut dengan penjelasan yang sangat polos  dari rekan-rekannya, buru-buru membatah dengan berdalih mereka sudah jalani karantina di Ambon selama 14 hari.

Oknum yang membantah dan tidak mau disebutkan namanya itu ternyata berbohong, karena dari bukti lembar foto copy dokumen yang dipegang masing masing orang, ke-26 orang ini baru kantongi surat-surat itu tertanggal 8 Juni 2020 lalu. Mereka juga baru diketahui tiba di Ambon tanggal 11 Juni lalu.

Mereka yang datang dari zona merah jakarta ini antara lain, Hisar Sitorus, Harri Siagian, Feri Rihi, Jayan, Herman, Melki J. H, Deni Ch Sialagan, Rudi Antoni S, Rhino Kriswanto, Nana Sudiana, Cahyo Budi Prasongko, Dikdik Mulyadi, Niki Basuki, Fransisko Sinaga, Jari Yasi Pranoto, Irwan Arisman Nasution, Sandi Ade Putra, Kosim, Fatoni, Harismonandar, Faisal, Johanes Ginting, Efriwandi Rangkuti, Saut Maruli Malau, M Nurdin, dan Pirdiandyah.

Sedangkan tujuh lainnya yang datang duluan ke Namlea lewat jalur tikus dan hanya selisih beberapa jam antara lain, Sadam, Andri, Agung Puji S, Heri Afandi Sugeng Harjo, Rian D Arifin dan Wildan Nugroho. Tujuannya sama, proyek Bendungan Waeapo.

Dari bukti copian surat yang diperoleh awak media, tujuh orang yang datang gelombang bertama ini mengantongi surat tertanggal 11 Juni yang diteken Henri M Far Far SH MH atas nama Ketua Harian Gugus Tugas yang menerangkan maksud bepergian ketujuh orang ini dengan tujuan Bendungan Waeapo.

Ditegaskan dalam surat kepada tujuh orang yang alamat KTP ada yang dari Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur dan Makassar ini, agar mereka patuhi protokol Covid-19 yang ditetapkan operator angkutan, termasuk operator pelayaran.

Namun diduga untuk menghindari pemeriksaan rapid test lagi sebelum diperbolehkan berlayar dengan feri dari Pelabuhan Galala menuju pelabuhan Namlea, perusahan yang bertanggungjawab  terhadap ketujuh orang ini, manejer PP ADHI KSO, Ir Arif Sampodo dan pihak manajemen perusahan memanfaatkan jalur tikus untuk meloloskan mereka dengan menggunakan speedboat.

Dalam surat yang diteken Henri M  Far Far SH MH ini, disitu juga ditegaskan agar ketujuh orang tersebut setibanya di Kabupaten Buru,  wajib melaporkan diri kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 setempat.

Kemudian di point tiga juga wajib melakukan karantina terpusat selama 14  hari di bawah pengawasan  Satgas Covid-19 setempat.

Surat yang dikeluarkan Satgas Covid-19 Provinsi Maluku ikut meminta mereka wajib patuhi protokol Covid-19, tapi anehnya mereka tidak datang lewat jalur resmi.

Mereka bertujuh ini hanya memperlihatkan bukti surat yang dikantongi, diperiksa suhu tubuh, langsung tinggalkan pelabuhan menuju lokasi proyek Bendungan Waeapo, karena sudah ada yang menjemput di pelabuhan.

Fatalnya lagi, rombongan kedua sebanyak 26 orang tidak pula  gunakan jalur transportasi  resmi, dan disinyalir, kalau surat keterangan sehat yang mereka kantongi berkop surat RS MH Thamrin, diduga kuat surat palsu.

Orang ini diketahui adalah karyawan dari perusahan swasta PT Lancarjaya Mandiri Abadi, beralamat di Bekasi, Jawa Barat.

Mereka menggunakan Surat Tugas PP-ADHI KSO, diteken oleh Ir Arif Sambodo, Project Manager PP-ADHI KSO Proyek Pembangunan Way Apu (Paket), di situ tertulis dikeluarkan di Ambon, tanggal 8 Juni 2020. .

Yang lucunya, bersamaan dengan tanggal dikeluarkan surat tugas ini,   di tanggal yang sama namun lokasi berbeda, karyawan juga mengantongi surat dari PT Husada Utama Cabang Cileungsi RS MH Thamrin Cilrungsi, Bogor, diteken oleh Kumala Hajar Permata Amd.AK, menerangkan kalau pemeriksaan imonologi pemagang surat ini non reaktif.

Ada pula Surat Keterangan dikeluarkan RS MH Thamrin, diteken dan tertulis atas nama dr Ricky C Siregar yang menguatkan pemeriksaan RDT non reaktif dan surat keterangan ini dibuat untuk keperluan perjalanan dinas.

Ada satu lagi Formulis Pemeriksaan MCU Covid tertanggal 8 Juni 2020, diteken oleh dokter yang sama berisi pertanyaan tentang gejala sakit dan faktor resiko.

Walau semuanya dari zona merah, jawaban di surat ini tegas tertulis kata “TIDAK”, bahwa pemegang surat ini tidak dari wilayah terjangkit di Indonesia.

Ada juga yang kedapatan di surat keterangan tadi bahwa miliki gejala batuk/pilek/nyeri tenggorokan. Salah satunya atas nama Ferry Rihi.

Dari bukti surat yang dikantongi para pelaku perjalanan dari zona merah Jakarta ini, ditemukan pula ada keganjilan dalam tanda tangan dokter. Ada perbedaan tanda tangan dokter di surat yang dipegang para pelaku perjalanan ini.

Seorang rekan wartawan yang bertugas di stasion tv swasta ternama di Jakarta, ikut menginformasikan agar sebaiknya dichek kebenaran surat yang dikeluarkan RS MH Thamrin.Jangan sampai “palsu”, sebab RS tersebut sudah sejak lama berganti nama menjadi RS Rodjak.

Agar tidak terjadi sesuatu hal yang  terkait dengan penyebaran C-19 di Kabupaten Buru, ia meminta agar segera satgas mengkarantina ke-33 orang yang semuanya berasal dari zona merah Jakarta, Yogyakarta Jawa Barat, Jawa Timur dan  Makassar ini.

“Karantina saja bang. Cek juga ke Bogor karena RS HM Thamrin di Jakarta sudah berganti nama jadi RS Rodjak. Beberapa  di daerah juga sudah berganti nama, ” pesan teman wartawan ini.

Kapolres Pulau Buru , AKBP Ricky Purnama Kertapati yang dihubungi juga ikut prihatin karena masih saja ada orang-orang yang datang dari Ambon menggunakan speedboat. Ia menyarankan agar dikonfirmasikan juga ke satgas propinsi, sehingga tidak lagi ada kejadian berulang-ulang seperti ini.

Kapolres berujar, tidak manusiawi juga kalau orang yang sudah tiba dengan spedboat tadi diusir kembali dengan speedboat ke Ambon. Kondisi lautan kurang bersahabat, sehingga nanti akan beresiko kecelakaan di laut.

Untuk itu, bawahannya sudah chek kelengkapan surat mereka dan kapolres sudah menerima laporan kalau semua lengkap. Tenaga kesehatan juga sudah melakukan pemeriksaan awal di pelabuhan.

Kapolres juga mengakui sudah berkoordinasi dengan satgas dan telah mendapat laporan kalau ke-33 orang ini akan dikarantina.

Jubir Satgas C-19 Buru, Nani Rahim secara terpisah Sabtu malam juga menginformasikan telah berkoordinasi dengan Satgas Kecamatan Lolingquba, agar para pelaku perjalanan ini wajib karantina.

Sempat terbetik kabar kalau pekerja bendungan  ini dikarantina di Kantor PP-ADHI KSO di Desa Grandeng. Tapi itu mustahil dilakukan, karena kantornya di Desa Grandeng, sangatlah kecil dan tidak punya tujuh kamar.

Dari pelacakan wartawan, diketahui  tujuh orang yang dibawa ke Lolongquba,  langsung menuju lokasi proyek Bendungan Waeapo.

Sisanya lagi 26 orang masih tertahan dan menurut satu sumber terpercaya, kalau mereka diinapkan di Awista.”Esok baru mau rencana dibawa ke lokasi proyek beber sumber ini.

Sementara Sekertaris Satgas C-19 Kabupaten Buru , Azis Tomia kepada para wartawan menambahkan, bahwa dari awal satgas sudah berkoordinasi agar manajemen Proyek Bendungan Waeapo menerapkan protokol kesehatan dalam pembangunan bendungan tersebut.

Salah satu yang diwajibkan, penerapan protokol isolasi/karantina selama 14 hari terhadap setiap pekerja yang baru datang.

“Sepanjang ini semua berjalan baik. Untuk yang ini beta sudah komunikaai dengan camat. Malam ini juga memerintahkan gugus tugas kec dan desa melakukan pemantauan,”tegas Azis Tomia.

Jubir Satgas Nani Rahim juga sudah komunikasi dengan dr puskesmas Lolongquba. Mulai besok akan dipantau selama 14 hari kedepan.

“Jika tidak bergejala, maka rapid test akan dilakukan  saat masa karantina hampir selesai.  Tapi jika bergejala maka rapid test dilakukan saat itu juga,”ucap Nani Rahim.

Menjawab dugaan kalau surat keterangan yang dikeluarkan tertulis di kop surat dari RS MH Thamrin, padahal publik sudah tahu kalau RS tersebut telah berganti nama menjadi RS Rodjak, sekertaris Satgas Covid-19 Buru belum mau menanggapinya terlalu jauh.”Nanti dicek. Butuh waktu karena di Jakarta,”tutup Azis Tomia (BB-DUL)