Abdullah Vanath, Dulu Pejabat, Kini Konsisten Jadi Petani Pala

BERITABETA.COM – Siapa yang tidak kenal dengan sosok yang satu ini? Publik Maluku mungkin sudah familiar dengan namanya, karena kiprahnya di dunia politik membuat nama mantan Bupati Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) dua periode ini, kerap menjadi sorotan.
Dua kali gagal di pentas Pilkada Maluku, sepertinya tidak membuat langkah sang pencetus pemekaran Kabupaten SBT ini redup dari sorotan. Belakangan nama Abdullah Vanath kembali santer menjadi perbincangan terkait suksesi Pilkada SBT yang bakal dihelat medio 2020 mendatang. Namun sebenarnya bukan soal politik saja yang menonjol dari sosok yang satu ini.
Bagi mereka yang lebih dekat dengan AV, pasti akan tahu sisi lain dari ayah Sidiq, Sunan dan Igar itu. AV begitu sebutannya, memang punya sesuatu yang unik dan tidak dimiliki para mantan pejabat dan polititisi di daerah ini.
Dibekali prinsip hidupnya: If you want to change different, start from your self (jika kamu menginginkan perubahan yang berbeda, mulailah dari dirimu sendiri), sepertinya bakal membuat sosok Abdullah Vanath akan terus menjadi perhatian pubik Maluku dimasa mendatang. Lalu apa yang terjadi dengan Abdullah Vanath saat ini?
Redaksi beritabeta.com sempat mengintip aktifitas lain yang dilakukan mantan Bupati SBT itu. Hampir setahun menghilang dari hingar bingar pemberitaan media pasca Pilkada Maluku silam, AV kini kembali fokus menjalani profesi sebagai petani pala yang digelutinya 7 tahun silam. Bahkan, melalui saluran telepon selulernya, AV mengaku berada di kebun pala dan sedang ‘ngebut’ memanen Pala yang sudah tua.
“Saya lagi di kebun, kebetulan sudah harus panen makanya lagi fokus tiap hari panen pala yang sudah matang di pohon,” katanya menjawab pertanyaan beritabeta.com, pekan lalu.
Pria kelahiran Werinama 21 Mei 1971 ini, memang punya obsesi yang besar menjadikan komoditas pala sebagai primadona di kabupaten yang pernah dipimpinnya itu. Buktinya, di periode terakhir kepemimpinannya sebagai Bupati SBT, Vanath sudah memantapkan arah pembangunan di sektor pertanian, sub sektor perkebunan dengan program perkebunan pala. Banyak petani di Kabupaten SBT lalu diajak menanam pala sebagai komoditas unggulan masa depan.
Sebuah alasan diungkapkan ketika itu, bahwa petani Maluku tidak bisa disamakan dengan petani di Pulau Jawa yang membudidayakan tanaman pangan dan hortikultura. Petani Maluku harus diberdayakan sesuai kultur yang diwarisi selama ini. Dan komoditas yang cocok dan tepat adalah komoditas perkebunan, salah satunya adalah pala.
Hasilnya, tidak tanggung-tanggung Vanath perlahan telah menggeser ‘brand’ daerah penghasil pala di Maluku yang sebelumnya dikenal berada di Pulau Banda, kini mulai beralih ke kabupaten berjuluk ‘Ita Wotu Nusa” itu. Dari hasil kerjanya selama ini, AV sendiri telah mengembangkan kurang lebih sebanyak 60 ribu lebih populasi pala di beberapa lokasi.
“Kurang lebih ada tiga lokasi dan sebagiannya sudah berbuah dan sekarang terus dilakukan panen,” urainya.
Berapa hasil yang sudah diperoleh dari panen itu? Vanath menjelaskan, dari jumlah populasi yang ditanam itu baru sebagian yang berbuah. Kurang lebih ada 20 ribuan populasi yang sudah berproduksi. Sedangkan sisanya ditargetkan tiga sampai empat tahun mendatang sudah stabil berproduksi.
“Jumlahnya belum seberapa, namun setiap hari ada 3 sampai 5 kilogram buah pala yang kita panen. Inipun sistem panennya tidak menggunakan sistem yang dipakai petani kebanyakan. Kami memanen buah yang dagingnya sudah pecah, jadi memang tidak semua buah dipanen,” bebernya.
Konsep panen yang digunakan, menurutnya segaja diterapkan untuk efesiensi tenaga kerja dan juga mengutamakan kualitas pala. Dan yang paling penting yang menjadi sasaran dalam budidaya pala yang dikembangkan adalah pendekatan pala organik.
“Saya punya konsep tersendiri yang saya kembangkan, selain penennya memang melalui seleksi buah matang, tapi juga soal efesiensi tenaga kerja dan sekaligus menjaga mutu dari buah pala yang dihasilkan,” tandas Vanath.
Sampai saat ini, AV mengaku dari hasil panen yang dilakukan masih dikumpul dan jumlahnya sudah mencapai kurang lebih 1 ton, dengan waktu panen selama 3 bulan.
“Jadi penennya akan terus dilakukan setiap hari, sambil keliling kebun setiap hari kami memanen agar buah yang sudah matang tidak keburu jatuh ke tanah,”katanya.
Punya Target Sebagai Eksportir Pala
Hasil produksi pala yang diusahakan memang belum tampak secara kuantitas, namun jumlah populasi yang dikembangkan sangat memungkinkan tiga sampai empat tahun mendatang, perdikat sebagai ‘Raja Pala’ benar-benar disadangnya.
Jika hari ini saja, bapak 4 anak ini bisa memanen per hari 3 sampai 5 kilogram biji pala, sudah pasti jika semua populasi pala yang dikembangkan itu berproduksi, pastinya hasilnya akan berlipat ganda.
“Sudah tiga bulan kami panen dan rata-rata jumlah seperti itu. Secara matematis 1 kilogram pala itu setera dengan 300 biji pala, dan rata-rata 1 populasi bisa menghasilkan 1000 buah, maka bisa dipastikan tahun-tahun mendatang target kami mengeskpor pala dengan kualitas super dan organik itu bisa tercapai,” katanya.
Hitungan AV memang sangat masuk akal, jika 1 pohon dikonversikan bisa menghasilkan 3 kilogram saja, pastinya dimasa mendatang jumlah produksi pala yang dihasilkan bisa mencapai ratusan ton. Hitungan 3 kilogram ini, adalah hitungan pala yang baru mulai berproduksi, bagaimana jika produksinya 2000 buah per pohon lalu dikalikan dengan jumlah populasi yang ribuan itu?.
“Intinya saya ingin membuat sesuatu yang lebih bermanfaat kedepan bukan saja untuk pribadi tapi paling tidak mengembalikan nama Maluku yang terkenal selama ini sebagai daerah penghasil rempah-rempah dunia melalui tanaman pala dan cengkih,”cetusnya.
Diakhir perbicangan dengan beritabeta.com, mantan bupati yang dikenal sebagai ‘bapak pemekaran’ ini menyampaikan sebuah ungkapan yang cukup menyentuh bahwa, “Jika selama ini petani itu identik dengan pekerjaan yang kotor (jorok) dan menjadi profesi kaum kelas bawah, kedepan saya ingin membuktikan bahwa profesi petani adalah profesi mulia yang tidak selamanya dekat dengan apa yang disebut kotor,”.
“Pendeknya semua pekerjaan itu memerlukan keseriusan dan ketekunan. Jika tidak total menjalaninya, maka sudah pasti hasilnya pun akan diperoleh sesuai dengan prosesnya. Intinya proses selalu jujur membuahkan hasil dan hasil itu tidak pernah mengkhiyanati proses,” tutupnya. (BB-DIO)