BERITABETA.COM, Ambon  – Sejumlah negara melakukan new normal di tengah pandemi corona saat vaksin corona belum tersedia. Penerapan new normal ini kemudian memicu penilaian bahwa  new normal hanyalah strategi  yang digunakan dan akan berujung pada strategi herd immunity.

Apakah kedua strategi ini sama dalam menghadapi pandami Covid-19 yang belum meredah saat ini?

Pekan lalu, Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Dr dr Tri Yunis Miko Wahyono, MSc, menjelaskan herd immunity sebenarnya jauh berbeda dengan new normal.

Namun jika masyarakat dibiarkan menjalani new normal saat kasus baru corona masih tinggi, hal ini bisa dikatakan sama saja dengan mengadopsi strategi herd immunity.

“New normal itu syaratnya penyakit Covid-19-nya sudah terkontrol, harus nol, sudah minimal terkontrol dan stabil selama 2 minggu,” ungkapnya seperti dari dikutip detikcom Rabu (27/5/2020).

“Kalau nggak dikontrol ya serem dong itu sama saja herd immunity, kalau nggak terkontrol, kalau penerapannya salah,” lanjutnya.

dr Tri menerangkan, herd immunity sendiri sangat berbahaya jika diterapkan pada penanganan wabah Covid-19. Banyak yang akan dikorbankan karena syarat capai herd immunity adalah 80 persen dari populasi terinfeksi Corona.

Hal senada juga disampaikan Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Ari Fahrial Syam, terkait pengertian dari new normal dan herd immunity.

“Saat ini sedang ramai istilah new normal, sebelumnya juga ada herd immunity. Apakah keduanya sama? Jelas ini beda.”

Herd immunity, kata dia, adalah keadaan di mana terjadi kekebalan pada suatu kelompok masyarakat, biasanya digunakan kriteria 70-80 persen.

“Ini bisa terjadi jika memang masyarakat tersebut sudah dilakukan vaksinasi,” ujarnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Jumat (29/5/2020).

Menurutnya, penyakit tak akan menyebar luas pada masyarakat apabila sudah dilakukan vaksinasi.

“Pada kondisi ini, virus atau inveksi pada penyakit yang sudah divaksinasi tersebut, tidak bisa menyebar di antara masyarakat. Karena memang sebagian besar masyarakat sudah mencapai imunitas,” jelasnya.

Namun, penerapan herd immunity tersebut mempunyai risiko yang menyebabkan kematian.

“Orang-orang yang dengan berbagai macam permasalahan kesehatannya, maka dia akan mengalami infeksi bahkan kematian,” terang Ari.

Ia menambahkan, pasien Covid-19 yang tidak mengalami gejala, mengalami kekebalan pada tubuhnya.

“Tapi sebagian besar kita ketahui, pasien Covid-19 itu tanpa gejala atau dengan gejala yang ringan.”

Sementara itu, tatanan new normal adalah keadaan baru yang harus dipatuhi oleh masyarakat.

“New normal ada suatu keadaan baru, yang harus dilalui mau tidak mau,” ujar Ari.

Studi baru menunjukkan dunia saat ini masih jauh dari herd immunity. Para ilmuwan meyakini herd immunity baru akan terbentuk jika setidaknya 60 persen populasi terinfeksi Covid-19 dengan mengembangkan kekebalan.

Bahkan Swedia yang melakukan pendekatan herd immunity dinilai gagal karena studi baru menyebut kekebalan yang dibentuk di Stockholm, Swedia, hanya 7,3 persen dari perkiraan sebelumnya yaitu 20 persen populasi.

“Dilihat bersama-sama, studi menunjukkan herd immunity tidak mungkin tercapai dalam waktu dekat,” kata Michael Mina, seorang ahli epidemiologi di Harvard TH Chan School of Public Health, dikutip dari The New York Times pada Jumat (29/5/2020).

Hidup dalam Kondisi New Normal

Sebelumnya, juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto menyampaikan, keluarga memiliki peran penting dalam membiasakan cara hidup new normal.

Menurutnya, membiasakan pola hidup baru itu tidak mudah, perlu dimulai dari lingkup terkecil seperti keluarga.

“Kami ingatkan peran seluruh kepala keluarga untuk mengajarkan perubahan ini kepada seluruh anggota keluarganya.”

“Bukan permasalahan sederhana namun dibutuhkan kesabaran dalam menghadapinya, cara ini akan menghentikan sebaran Covid-19,” ujarnya.

Ia mengatakan, pandemi Covid-19 merupakan masalah yang sangat kompleks, akan melibatkan banyak hal dan menghabiskan banyak sumber daya.

“Mari kita mencegah, apapun yang terjadi kita harus mencegahnya. Bukan berarti tidak melakukan apapun, tidak ada ruang untuk kita jadi ketakutan, tidak ada ruang juga untuk gegabah menghadapi Covid-19,” terangnya.

“Kami minta kepada saudara-saudara mari putuskan permasalahan ini, kita jalani normal hidup yang baru.”

“Kita harus rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, minimal 20 detik,” imbuh Achmad Yurianto (BB-DIP)