Cerita Mustopa, Pemilik Sapi Ongole yang Dibeli Presiden di Pulau Buru

BERITABETA.COM, Ambon – Sudah dua tahun berturut-turut Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyumbangkan hewan kurban untuk disalurkan ke Masjid Raya Alfatah, Ambon.
Jenis sapi yang disumbang orang nomor 1 di Indonesia ini pun memiliki berat yang cukup fantastis, nyaris mendekati 1 ton. Di tahun 2019 silam, Jokowi melalui Gubernur Maluku Murad Ismail juga menyerahkan bantuan sapi kurban dengan beratnya mencapai 900 kg. Hal yang sama juga dilakukan di Idul Adha 1441 Hijriyah yang jatuh pada 31 Juli 2020 dengan berat sapi mencapai 950 kg.
Tentunya jenis sapi ini bukan sapi lokal. Hewan kurban ini didatangkan dari Pulau Buru, Provinsi Maluku. Lalu siapa pemilik sapi yang menjadi langganan Presiden Jokowi itu?
Dia adalah Mustopa. Warga Desa Waegeren, Kecamatan Lolong Guba, Kabupaten Buru ini, ternyata bukan hanya peternak. Mutopa adalah seorang Petugas Penyuluh Pertanian (PPL) Subsektor Peternakan yang mengabdi di desa tersebut.
Melalui saluran telepon selulernya, Senin (3/8/2020) kepada beritabeta.com Mustopa mengaku senang, apa yang dilakukan selama ini membuahkan hasil sesuai yang diharapkan. Selain membina peternak di daerah asalnya, hasil kerjanya membiakkan sapi-sapi dari benih unggul itu menjadi incaran di saat Idul Adha.
Lalu dari mana asal sapi yang dikembangkan Mustopa? Warga transmigran asal Cilacap, Jawa Tengah ini mengaku, jenis sapi yang dikembangkan adalah sapi hasil inseminasi buatan (IB) atau artificial insemination (teknologi reproduksi berbantuan dengan cara memasukkan sperma unggul dari benih sapi unggul dengan indukan sapi lokal).
Teknologi ini mulai diterapkan melalui, program IB lewat program pemerintah melalui Dinas Pertanian Provinsi Maluku sejak tahun 2012 silam. Program ini kemudian berlanjut lewat APBD pada tahun 2014-2015 dengan nama kegiatan ‘Perbaikan Mutu Genetik Ternak’.
Tahun 2016 ada juga Program Nasional Gertak Berahi dan Inseminasi Buatan (GBIB) dan untuk Provinsi Maluku hanya Kabupaten Buru menjadi satu-satunya kabupaten mendapatkan program ini.
Selanjutnya, pada tahun 2019 kembali melalui Program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB) dan yang terakhir Program Nasional bernama Sapi Kerbau Komoditas Andalan Negeri (SIKOMANDAN) yang diluncurkan tahun 2020 ini.
“Dari semua program pemerintah ini kami memulai mengembangkan sapi unggulan. Di mulai pada tahun 2012. Kebetulan kami juga menjadi pelaku (petugas) yang melakukan IB. Selain melakukan IB kepada sapi milik peternak, saya juga melakukan untuk sapi milik saya. Alhamdulillah saat ini sapi saya ada sekitar 13 ekor hasil IB,” paparnya.
Pria kelahiran Cilacap 23 Desember 1971 ini mengaku, dari sejumlah program pemerintah ini, telah menjadikan Kabupaten Buru sebagai wilayah yang boleh dikata sudah menjadi sentral produksi sapi unggulan di Maluku.
Dari data yang dihimpun di Dinas Pertanian Kabupaten Buru, saat ini terdapat enam jenis sapi hasil IB yang kini dikembangkan oleh sebanyak 4.363 orang peternak di Kabupaten Buru.
Sementara jumlah populasi dari hasil teknologi IB ini diperkirakan sudah mencapai ribuan ekor. Pada tahun 2018 lewat program Nasional berhasil dihasilkan sebanyak 414 ekor. Kemudian di tahun 2020 ini juga dihasilkan sebanyak 992 ekor.
Sedangkan jenis sapi yang dikembangkan ada enam jenis. Masing-masing, Sapi Ongole (bos indicus) yang merupakan sapi potong terbaik di daerah tropis. Kemudian, jenis Sapi Brahman (asal India), Simental (asal Simme Negara Switzenland), Limosin (asal Prancis), Madura dan Bali.
“Jadi yang dibeli untuk sumbangan Pak Presiden Jokowi itu adalah jenis Sapi Ongole hasil IB yang saya kembangkan melalui indukan sapi lokal Bali. Jenis sapinya sama dengan tahun 2019 untuk bantuan kurban dibeli dari saya,” ungkap Mustopa.
Mustopa mengaku, banyak peternak di Kabupaten Buru yang kini mengembangkan keenam jenis sapi unggulan itu. Selain menjual untuk kebutuhan pada Hari Raya Idul Adha, rata-rata peternak di sana juga menjual kepada sesama peternak.
Dari hasil teknlogi IB ini, para peternak dapat meraup keuntungan berlipat ganda. Rata-rata peternak menjual sapi hasil IB di usia 2 tahunan dengan kisaran harga mencapai Rp. 15 -20 jutaan.
“Yang dijual hanya jantan. Selain kepada sesama peternak, juga dijual ke luar daerah Maluku misalnya ke Sulawesy. Banyak yang menjual dengan rata-rata usia sapi 2 tahun,” bebernya.
Sedangkan yang dibeli untuk sumbangan Presiden Jokowi adalah sapi dengan usia 4 tahun dengan berat 950 kg.
“Kebetulan saya selama ini juga melakukan penggemukan sapi. Jadi sapi saya yang dibeli. Sedangkan peternak lainnya biasa menjual pada usia 2 tahun,” terangnya.
Sarjana lulusan Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa, Sulsel ini juga menjelaskan, hingga saat ini program IB masih terus dilakukan melalui Program Nasional SIKOMANDAN yang kini dijalankan di Kabupaten Buru.

Dari program IB, kata dia, omzet yang diperoleh peternak lumayan besar, karena sapi unggulan yang dikembangkan memiliki bobot berat yang cukup besar. Misalnya, untuk sapi lokal, harga jual untuk jantan hanya berkisar 5-6 jutaan, sedangkan sapi hasil IB dengan umur yang sama harganya bisa tiga sampai 4 kali lipat.
Kini Mustopa dengan sejumlah rekannya, terus intens melakukan IB pada ternak miliki peternak di Kabupaten Buru, sambil menjalankan tugasnya sebagai PPL Peternakan, Mustopo juga aktif berternak sapi dengan cara intensif.
Seperti diketahui teknologi IB atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik dengan memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut “insemination gun”.
Teknologi ini di Indonesia pertama diperkenalkan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor (IPB) oleh peneliti berkebangsaan Denmark Prof. Borge Seit pada tahun 1950.
IB baru berkambang pada awal 1976, saat pemerintah Indonesia bersama dengan pemerintah Selandia Baru bekerja sama dengan mendirikan Balai Inseminasi Buatan, dengan spesialisasi memproduksi semen beku yang terletak di daerah Lembang Jawa Barat.
Setahun kemudian didirikan pula produsen semen beku yang kedua yakni di Wonocolo Surabaya Jawa Timur dibawah naungan UPT Inseminasi Buatan (UPT-IB) Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur, untuk didistribusikan di daerah di Surabaya, Malang, Pasuruan dan Sidoarjo.
Dalam perkembangan selanjutnya fungsi tersebut dipindahkan ke Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari di Malang Jawa Timur. Dan sampai saat ini, teknologi IB menjadi andalah pemerintah melalui sejumlah program nasional untuk memperbaiki mutu genetika ternak (BB-dhino pattisahusiwa)