Denyut Nadi Kemenangan
Catatan : Mary Toekan Vermeer (Pengagum Sejarah Islam, Menetap di Belanda)
DALAM kitab suci umat Islam, diabadikan 114 surah secara urutan mushaf, dibuka dengan nama Allah yang Maha Rahman dan Rahim. Bersama keagungang tujuh ayat di dalamnya, oleh Allah SWT dinamai surah Al – Fatihah.
Kata Al Fath bermakna pembukaan atau mukaddimah. Sebabnya Sang Elang Sultan Mehmed II diberi gelar Al – Fatih sebagai pembuka Konstantinopel.
Inilah satu satunya surat yang dipuji langsung oleh Allah SWT sebagai Sab’an Minal Matsani artinya tujuh yang berulang. Jika tak melafadzkannya dalam setiap raka’at saat bersimpuh mengirim sinyal – sinyal cinta kepada-Nya, malaikat tak akan mencatat sebagai pahala kebaikan. Terhitung cacat amal.
Jumhur ulama bersepakat dengan berpegang kepada hadits Nabi SAW. Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, : “ Barangsiapa yang sholat lalu tidak membaca Ummul Qur’an (yaitu Al Fatihah), maka sholatnya kurang (tidak sah), beliau mengulanginya tiga kali, maksudnya tidak sempurna. ”(HR : Abu Daud )
Siapapun muslim, bahkan yang tak bisa berbahasa Arab sekalipun, wajib menghafal Al – Fatihah. Begitu pentingnya Al – Fatihah ini, sehingga dua kali diturunkan Allah. Sekali ketika Rasulullah di Mekkah dan sekali lagi saat Nabi di Madinah.
Mestinya ini menjadi renungan buat kita kaum muslimin, apa sebenarnya yang sedang dimaui Allah SWT ?
Sebegitu kuatnya Allah meminta kita mencengkeram tujuh ayat ini, membasahi lidah – lidah dan telinga – telinga kita, dari terbit cahaya di ufuk Timur hingga diselimuti malam. Sebab Allah tahu, ada sumpah iblis yang siap melumat setiap anak Adam dalam detak nafas kehidupan.
Tak ada yang meragukan peran Profesor di bidang surga ini. Ia tahu persis setiap lekuk perjalanan menuju jannah-Nya, membisikkan fatwa – fatwa indah, belenggukan silau kemewahan dunia di hati dan mata kita, lalu mengacak sinyal cinta antara hamba dan Tuhannya.
Karenanya Allah meminta kita jangan lengah untuk mengawali nafas hidup ini dengan selalu melafadzkan Al – Fatihah paling sedikit tujuh belas kali dalam dua puluh empat jam. Betapa Allah sedang meminta kita membentengi diri dari jeratan iblis yang mematikan.
Mungkin saja aku dan masih banyak kaum muslimin yang masih meletakkan Al – Fatihah hanya sebagai penggugur kewajiban, ibarat jampi – jampi penghilang kutukan. Melafadzkan tanpa merenungi bait – bait cinta yang sedang dilangitkan.
Robbi, ampuni kami. Kalau seperti ini, lalu dimanakah perbedaan kami dengan orang – orang jahiliyah itu ?
Secara urutan asbabun nuzul, surat Al- Alaq adalah urutan pertama. Lima ayat surah inipun dimulai dengan menyebut nama Tuhan yang menciptakan. Lisan Allah ini pertama kali diperdengarkan kepada manusia paling mulia, Rasulullah Muhammad SAW, oleh pemimpin para malaikat, Jibril as. untuk menyelesaikan kejahiliyahan di muka bumi.
Waktu itu, tak ada lagi yang mengenal Allah sesungguhnya. Hanya tersisa segelintir orang – orang ahlul kitab yang masih lurus. Tuhan diartikan sangat sederhana. Sungguh ! Gelap sedang memenuhi bumi saat itu. Namun fitrah menyembah tak bisa lenyap, maka dibuatkan berhala – berhala untuk disujudi.
Di tengah padang pasir itu, Allah pilihkan tempat yang tak dilirik, terjepit diantara dua imperium, berisi manusia – manusia yang tak dianggap oleh dunia. Dengan sabar dan cintanya, Rasulullah SAW mendidik para sahabat – sahabatnya.
Coba tanyakan kepada Rasulullah kita, apakah beliau mengajak para sahabat belajar tentang kemajuan teknologi, ekonomi, kemiliteran dan politik negeri negeri itu, ataukah dimulai dengan pahami ayat ayat Allah ?
Lembaran – lembaran sejarah telah bercerita, kehebatan para sahabat meruntuhkan hegemoni dua raksasa dunia Persia dan Romawi. Mereka menjelma menjadi manusia – manusia tangguh. Kekuatan fisik dan kehebatan daya pikir mereka di tulis dengan tinta – tinta emas di sepanjang perjalanan sejarah Islam.
Dibawah kepemimpinan Baginda Nabi SAW, ekonomi negara maju pesat, menggulung pasar – pasar Yahudi. Pasar mereka bermandikan utang yang dililit riba.
Islam satu satunya agama yang mampu musnahkan riba dengan iman. Mereka memberi ruang waktu bagi saudaranya untuk membayar. Jika tak mampu, mereka ikhlaskan terhitung pahala sedekah.
Pernahkah kita mendengar ada seorang muslim jatuh bangkrut karena sedekah ?
Sejumlah sahabat yang memberi pinjaman ini justeru Allah limpahkan harta bergunung – gunung.
Ada Abdurrahman bin Awf, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin abi Waqqash dan nama nama sahabat lain. Bersama, mereka menjadi tameng negara dalam masalah ekonomi.
Ketika ada ” bank ” yang merugi, negara tak akan dibebankan atas kerugian itu. Mereka menyuntikkan dana segar tanpa embel – embel bunga – bunga pembawa petaka.
Jauh sebelum Adam Smith dengan teori ekonomi modernnya, Islam telah memiliki sistem ekonomi mengagumkan yang tak lekang dimakan zaman. Sudah dibuktikan keunggulannya sejak 14 abad lalu di era Rasulullah dan kejayaan kekhalifahan Islam.
Ekonomi syariah begitu ilmuwan muslim menamakannya. Dijamin tak akan menjerat leher leher kaum muslimin maupun seluruh manusia di muka bumi, sebab ada cinta dan iman yang diunggulkan di sana.
Pendidikan Rasulullah adalah pendidikan yang langsung menyatukan antara intelektualisme dan militerisme, sehingga melahirkan ulama ulama cerdas, ilmuwan – ilmuwan genius sekaligus jenderal – jenderal tangguh.
Usamah bin Zayd, seorang anak muda 18 tahun, dipercaya Rasulullah menjadi panglima perang termuda, membawa pasukan ke perbatasan wilayah Syam, pulang membawa panji panji kemenangan. Kedigdayaan pasukan Romawi itu, takluk di tangan anak muda ini.
Dari orang – orang yang tak dianggap ini, mereka membesar menjadi masyarakat berkualitas, pencinta baca dan tulis. Keajaiban tulisan tulisan mereka membentuk sejarah Islam dengan lengkap. Tak ada missing link seperti teori Darwin.
Mereka mengajari bagaimana amanah berilmu, sebabnya ketika menuliskan hadits Nabi, atau ilmu apa saja, akan selalu disertakan sumber ilmu tersebut. Mereka telah memantaskan diri sebagai generasi pilihan Allah, memimpin gelapnya bumi dengan cahaya Islam.
Kini banyak kaum muslimin kehilangan percaya diri. Pakaian Islam yang dikenakannya kesempitan, sesak tak fleksibel. Terbelenggu aturan tak sesuai zaman. Hinaan dan cemohan bahkan sanggup keluar dari bibir – bibir yang mengaku muslim. Tabuh perlawanan melawanan syariat Allah semakin dikeraskan, seakan syariat Islam membawa kemunduran.
Aku lalu bertanya, : ” Apakah Allah tak pernah tahu dunia akan berkembang seperti ini, ataukah mereka yang terbius kecanggihan ilmu dan teknologi seperti katak yang baru lepas dari tempurung ? ”
Sini dek aku beritahu…
Dunia Islam memanggilnya Ibnu Sina, bapak pengobatan modern. Barat mengenalnya dengan nama Avicenna. Ia seorang filsuf, ilmuwan juga dokter di abad ke-10. Karya – karyanya menjadi rujukan dalam dunia kedokteran Barat sampai abad ke- 15.
Dari kecil ia sudah belajar tahfidz Al – Qur’an dan ilmu – ilmu agama. Usia 17 tahun ia menjadi dokter ahli. Dalam catatan sejarahnya, ia berkata : ” Saya tidak membutuhkan guru dalam ilmu kedokteran, tapi saya membutuhkan guru dalam ilmu agama dan filsafat.”
Ibnu Haitham. Barat mengenalnya dengan nama Alhazen. Jauh sebelum Issaac Newton, Ibnu Haitham telah menemukan gaya grafitasi.
Beliau juga meneliti tentang cahaya fajar dan pergerakan matahari untuk kepentingan ketepatan penentuan waktu – waktu sholat.
Beliau penemu ilmu optik. Penelitiannya tentang mata manusia hingga kornea mata sekecil – kecilnya sudah diabadikan dalam buku – bukunya. Dari ilmu optik inilah pengaruhnya menyentuh dunia kedokteran, astronomi, apotik, geologi. Semua yang tentunya membutuhkan piranti optik.
Ibnu al-Haitham ditetapkan sebagai orang pertama yang mendesain dan menciptakan kamera, yang disebut dengan Camera Obscura. (lihat: George Sarton, Introdution to History of Science, hal. 721).
Al Battani. Orang Eropa menyebutnya dengan Albategnius. Seorang ahli astronomi dan matematika. Buku – bukunya baru diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke- 12.
Salah satu karya terbesarnya adalah menghitung jumlah hari dan waktu berdasarkan pergeseran matahari, bahwa dalam satu tahun, ada 365 hari, 5 jam 46 menit. Mau tahu perhitungan menurut alat tercanggih sekarang ini? Jawabannya satu tahun ada 365 hari, 5 jam 48 menit !
Keakuratan pengamatan Al-Battani saat itu, membuat seorang matematikawan asal Jerman Christopher Clavius memperbaiki kalender Julian atas izin Paus Gregorius XIII. Tahun 1582 M kalender masehi atau kalender gregorian tersebut mulai dipergunakan hingga kini.
Al Jazari adalah penemu mesin mekanik yang kita sebut robot itu pada abad ke- 12. Jadi di abad itu sudah ada robot, diantaranya ada robot penyaji teh hangat berbentuk wanita cantik. Diantara wira wiri orang, si cantik menyajikan teh hangat bagi para tamu yang mendekatinya.
Sudah tahu ada kran automat ?
Yaa !! Kran air automat, yang mengalir sesuai perhitungan lamanya berwudhu, agar kaum muslimin hemat air seperti perintah Nabinya.
Siapa yang tak kenal dengan Al Khawarizmi.
Penemu angka nol ( 0 ). Perlu kita tahu juga bahwa angka – angka dalam tulisan Arab itu adalah angka India yang diperbaiki, sementara angka 1, 2 , 3 dan seterusnya ini adalah angka Arab bukan angka Latin.
Al Khawarizmi menggunakan angka – angka ini berdasarkan sudut dari setiap angka. Misalnya disebut angka satu, karena hanya ada satu sudut, angka dua ( aslinya seperti huruf z) dengan dua sudut, begitu seterusnya sampai angka sembilan dengan sembilan sudut.
Untuk angka nol Khawarizmi membuatnya tanpa sudut hanya berbentuk lingkaran, sehingga ketika diberi garis – garis di dalamnya akan membentuk sudut tak terbatas. Inilah mengapa jika angka nol diletakkan di belakang sebuah angka, maka angka tersebut akan tumbuh tak terhingga.
Kenapa juga Khawarizmi sibuk dengan memudahkan penulisan angka – angka sehingga tercipta angka nol ? Sebab Islam membutuhkan itu untuk perhitungan warisan.
Bayangkan kalau terus menggunakan angka romawi.
Oh ya, si empunya Facebook ini terkagum – kagum dengan Al Khawarizmi. Berkat ilmu algoritma, teknologi dunia informasi mencapai pada titik ini.
Rasanya butuh berminggu – minggu memperkenalkan kecanggihan ilmu dan teknologi yang tak kalah canggihnya. Salah satu ciri ilmuwan Islam ialah mereka tidak sekedar dapat menguasai ilmu tersebut pada usia muda, tetapi dalam masa yang singkat mereka juga menguasai beberapa bidang ilmu secara bersamaan.
Mereka ilmuwan ensiklopedia. Cara mereka Mendahulukan ilmu Allah yang tertinggi, memudahkan mereka gampang meluncur turun memungut ilmu dunia. Tidak terbalik seperti sekarang, menanjak merambat terjalnya dinding ilmu.
Kalaupun dulu belum ada pesawat terbang, itu bukan karena mereka tak mampu menghadirkannya, tapi dunia yang belum membutuhkannya.
Ada sebuah teori dari para profesor Barat seperti Richard Lynn, Helmuth Nyborg dan John Harvey. Di dalam riset, mereka mengkaji sebuah hypothesis adanya korelasi negatif antara kecerdasan dan keimanan.
Menurut mereka, bahwa semakin cerdas seseorang akan semakin sekular bahkan ateis dan semakin religius seseorang justeru akan semakin bodoh. Ini para profesor mainnya kurang jauh. Gelarnya perlu dipertanyakan.
Deretan nama – nama Ilmuwan Islam terbukti meruntuhkan teori para profesor ini. Setiap zaman tentu mempunyai teknologi yang berbeda – beda dengan fungsi yang tetap sama. Hadeuuhhh.
Inilah intinya mengapa Allah menyuruh umat Islam menggenggam erat Al- Fatihah. Agar kita tidak termasuk golongan yang dimurkai dan golongan orang tersesat.
Siapa mereka ?
Yang dimurkai Allah ini jumlah mereka tak banyak, tapi daya rusak mereka sungguh dahsyat. Mereka dititipi ilmu tapi berbalik menjaring manusia untuk melawan tuhannya.
Mereka dinamai Al – Maghdub.
Sementara ada golongan orang orang yang jumlahnya sangat banyak, hidup mereka penuh amalan bahkan ikut berbagi kebahagiaan tapi mereka tak berilmu yang menyebabkan mereka tersesat jauh. Mereka dinamai Allah dengan Adh- Dholin.
Maka detakkan terus disetiap waktu, rasa syukur yang berdentang kuat, lalu labuhkan kenikmatan dalam doa cinta di ujung sajadah.
Mintakan pada Allah jangan sampai tertelan kesombongan.
Kesombongan itu hanya milik Allah SWT. Namruz tumbang, Fir’aun karam, Romawi runtuh, Persia berkeping bahkan si kaya Qarun dilesakkan bersama hartanya. Tak ada yang abadi, dear.
Kita memang tak bisa memilih di generasi mana kita dilahirkan. Jika hari ini kita menyaksikan begitu hebatnya Islam distigmatisasi, diapriori termasuk islamophobia, bisa jadi justeru Allah sedang menitipkan tugas maha penting.
Apa itu ??
Menghidupkan denyut nadi kemenangan !
Seperti anak panah, sengaja ditarik jauh ke belakang agar melesat kencang menembus pusaran titik kemenangan sesungguhnya.
Bukankah kebangkitan itu hadir pada titik nadir terendah ?
Pilihan itu ada pada kita. Mengetuk pintu kecanggihan dan kemajuan bersama Allah atau tanpa Allah. Tak ada paksaan untuk memilih-Nya. Wallahu a’lam bishowab…
(Sumber: Kajian ustadz Budi Ashari, webinar bersama mbak Uttiek Herlambang dan beberapa khazanah Islam ). Geldrop, 22 Jumadil Akhir 1442 H.